"Ul, makasih ya udah nampung aku dua hari ini. Nanti aku pamit."
"Mas, serius mau pergi? Mau pulang?" tanya Maul sembari mengaduk kopinya.
"Aku mau melanjutkan hidup."
Selama dua hari ini Maul tak bertanya kenapa pria itu pergi dari rumah. Namun, rasa penasarannya kian memuncak.
"Mas kenapa bisa pergi dari rumah?"
Ubay yang masih sibuk merevisi skripsi Maul tersenyum.
"Aku diusir dari rumah."
"Ha?" Maul benar-benar terkejut.
"Kok bisa?" lanjut pemuda itu sembari menatap lurus pada Ubay.
"Karena kakakmu membatalkan pernikahan kami. Abahku murka. Abah kecewa, apalagi tahu kalau Sahla terlibat di sana dan aku hampir memukulmu."
Ada rasa tak enak di hati Maul.
"Mas, kenapa nggak bilang dari kemarin?"
"Bisa apa kamu? Ini urusanku sama Abahku. Lagian, semua ini akumulasi dari kekecewaan Abah. Aku yang brengsek kok," jawab Ubay sembari mengusap wajah.
"Kenapa ayah selalu kejam sama anak ya?" desah Maul.
Ubay menatap pemuda yang bersandar di tembok itu.
"Papa Sahla galak. Abahmu ngusir kamu. Abiku? Dari aku dikandungan Mami, Abi nggak ngakuin aku anaknya."
Mata Ubay membulat. "Apa maksudmu? Kyai Zuhdi mana mungkin seperti itu."
Maul tersenyum miring, berdecih.
"Aku bahkan belum pernah ketemu Abi. Dua puluh dua tahun, aku hidup sama Mami. Sedang Mbak Ail, dia hidup sama Abi dan istri barunya. Ah bukan, istri pilihan orang tua Abi, yang nggak pernah bisa kasih Abi keturunan. Makanya Mbak Ail diambil paksa sama Abi. Sedang aku? Abi bilang aku anak Mami dengan selingkuhannya."
Suara Maul yang tadi penuh amarah makin lama seakan tercekat.
"Aku ... Dibilang anak haram. Abi, menuduh Mami selingkuh dan mengusir Mami waktu Mami hamil aku."
Ubay reflek mengelus kepala pemuda itu.
"Ul."
"Nggak usah berempati. Aku emang menyedihkan tapi aku benci dikasihani. Aku cukup bahagia kok punya Mami. Mami bisa nyukupin semua kasih sayang yang aku butuhkan selama ini. Nyukupin materi juga, aku nggak pernah kekurangan sedikitpun."
Ubay merengkuh tubuh pemuda itu.
"Kamu luar biasa, Maulana. Pantes Sahla milih kamu. Anak kuat, anak hebat."
Maul terkekeh pelan. Dia benci diperlakukan seperti itu tapi entah kenapa pelukan Ubay terasa begitu nyaman dan hangat.
Ubay mengelus kepala Maul yang kini terkulai di bahunya.
"Anak kuat. Anak hebat. Allah mengujimu seperti ini karena Allah yakin kamu mampu melewatinya."
Maul tak kuasa menahan air matanya.
"Aku pengen punya ayah, Mas. Aku pengen kayak anak lain. Tapi, aku nggak cukup beruntung buat itu," lirih Maul.
Ubay terus mengelus punggung dan kepala Maul.
"Kamu tahu, islam punya cara indah untuk meluruskan masalah. Coba tabayun. Komunikasikan. Selama ini, mungkin kamu belum cukup mengerti apa sebab musabab terjadinya semua hal antara kedua orang tuamu. Sekarang, kamu sudah dewasa, kamu bisa cari tahu."
KAMU SEDANG MEMBACA
ALLAH GUIDE ME (TAMAT)
Romantik"Ya Allahu Ya Rabb, tuntun aku ke Jalan-Mu. Jalan lurus yang Engkau ridhoi."