⊱┊28 decision

67 10 7
                                    

▮▮▮▮▮▮▮▯▯▯

𝘭𝘰𝘢𝘥𝘪𝘯𝘨...

Akan ada saatnya dimana kamu harus membuat keputusanmu sendiri.

•Decision•

Cahaya terang di atasnya memasuki indra penglihatannya dengan paksa, bau obat yang kuat terhirup olehnya begitu saja, dan suara bising alat di sebelah kasurnya membuatnya mengetahui apa yang sebelumnya telah terjadi.

Di ruangan sempit ini terdapat dua kasur, dan kasur di sebelahnya masih kosong tanpa penghuni, membuatnya yakin jika dia masih dapat menghentikan semua ini. Dira memaksakan tubuhnya untuk berdiri, dia tidak akan pasrah begitu saja hanya karena efek obat bius yang masih terasa. Dicabutnya dengan paksa infus di tangannya, membiarkan tangannya terluka dan mengeluarkan cairan merah yang mulai menetes di lantai putih rumah sakit.

Penglihatan yang masih buram, kepala yang berdenyut, dan nafasnya yang mulai tak terkontrol, membuatnya sulit untuk keluar, jangankan keluar bahkan berjalan saja rasanya sulit.

Pintu terbuka sebelum tangannya menyentuh pintu, memperlihatkan Dara yang datang dengan pakaian pasien yang sama dengan yang Dira pakai saat ini. Dara menatap infus yang terlepas dari tangan Dira dan membuat tangan Dira terluka, menyadari arah tatapan Adiknya, Dira hendak melewati tubuh Adiknya namun tangan Dara lebih dulu menahan pergerakkannya.

"Kak Dira gak boleh seenaknya kabur begini." ucap Dara dengan tatapan tajamnya

"lepas."

"menurut Kak Dira, Ayah gak bakal marah kalau Kakak pergi?" lengan Dira digenggam semakin kuat hingga membuatnya meringis kecil.

"gue udah tau apa yang bakal terjadi selanjutnya, apa salahnya gue batalin selagi masih bisa?"

Brak

Tubuh Dira seketika menabrak beberapa alat medis di ujung ruangan. Percaya atu tidak, Dara lah yang mendorong Kakaknya itu, bukan dorongan kuat namun dengan kondisi Dira yang seperti ini, itu dapat membuatnya tumbang dalam sekejap.

Dara mensejajarkan dirinya dengan Dira yang tengah terduduk sambil meringis. Tatapan mata Dara berubah, benar benar berubah. "aku selalu lemah di depan Kakak, tapi sekarang gak lagi Kak."

"lu gak lemah, tapi kenapa lu gak pake keberanian lu itu ke Ayah?! Lu dipaksa kan?! Batalin sekarang gue-"

"bukan Ayah, tapi aku."

"aku yang paksa Ayah. Aku tau ini ilegal, tapi gak ada cara lain."

Dara mengambil ponselnya dan hendak menghubungi Ayahnya. Namun tidak, ponselnya dilempar hingga hancur berkeping keping oleh Dira.

"JANGAN EGOIS DARA!"

"KAKAK YANG JANGAN EGOIS! KAKAK SELALU NYEMBUNYIIN SEMUANYA DARI DARA! DARA ITU KELUARGA KAK DIRA! JANGAN MENTANG MENTANG KAK DIRA ITU YANG PALING TUA, KAK DIRA BISA NGATUR DARA! DARA PUNYA KEPUTUSAN SENDIRI! DARA-"

Grep

"ini semua buat Dara..."

"kalau Kakak bilang lebih awal, menurut Dara semuanya bakal lebih baik? Gak..."

"Kakak gak mau Dara sedih, cuma gara gara Kakak. Dara di mata Kakak itu masih sama, anak kecil yang harus dijaga..."

"... Ternyata sekarang Dara udah gede, bisa ambil keputusan sendiri..."

Kepala Dara diusap perlahan, bahunya terasa basah, bahkan tubuh Dara yang ada di dalam pelukannya kini bergetar. Ini yang Dira tidak ingin lihat dan dengar, tangisan Adiknya.

Your Smile - Beomgyu [TXT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang