Bagian Pertama

3.9K 100 18
                                    


Joshua duduk gelisah disudut cafe yang ramai dipadati oleh puluhan pengunjung. Tangannya meremas saku celananya kuat - kuat hanya untuk memastikan benda itu masih berada disana. Matanya terpaku lurus menatap pintu masuk yang sesekali berbunyi "ting" yang menandakan seseorang baru saja memasuki cafe. Tubuhnya menegang setiap kali mendengar suara itu namun segera kembali lunglai ketika mengetahui yang baru saja masuk bukanlah orang yang semenjak 1 jam lalu ia nanti.
Menunggu adalah hal yang sangat membosankan dan Joshua sangat membenci itu. Tapi entah mengapa pengecualian untuk hari ini. Walaupun ia sudah menunggu hampir 1 jam dan orang yang dinanti tak kunjung datang. Marah? Untuk apa? Bukankah dia memang sengaja datang 1 jam lebih awal dari waktu yang mereka tentukan?

Joshua menarik nafas panjang dan melirik jam dipergelangan tangannya. Jam 9.55. 5 menit lagi orang yang ia tunggu akan datang. Itupun kalau dia tidak terjebak macet terlebih dahulu. Jika Iya, artinya ia harus menunggu lebih lama lagi? Ugh!

"Hai Josh!" sapa seorang gadis lembut sambil menepuk bahu kanan Joshua dan langsung duduk tepat dihadapannya.
"Sarah." balasnya lembut. "Kau datang sebelum pukul 10. Eh, mau pesan apa?" tanya Joshua sambil menyodorkan buku menu.
"Mm, French Vanila." pilihnya cepat. Joshua mengangguk dan memanggil pelayan untuk memberitahu pesanan mereka.
"Bagaimana bisnismu Josh?" tanya Sarah sambil sesekali menyesap French Vanilanya.
"Lancar. Lusa akan ada kunjungan ke London. Bagaimana bekerja sebagai dokter? Apakah menyenangkan?" jawab Joshua antusias.
"Lebih dari sekedar menyenangkan! Aku malah banyak belajar dari pasienku." jawab Sarah tak kalah heboh. Mereka bercerita tentang kehidupan mereka masing - masing dan sesekali tertawa terbahak bersama. Tanpa disadari oleh Sarah, diam - diam Joshua selalu mencuri pandang pada gadis itu. Menatap kedua mata hazelnya yang indah. Ingin sekali ia merengkuh gadis yang sudah hampir 1 tahun ini tidak di jumpainya setelah mereka lulus dari perguruan tinggi.

Dia masih seperti yang dulu. Gadis yang pintar dan selalu ceria. Gadis cantik pemilik mata yang sangat indah. Gadis manis yang memiliki senyum meneduhkan. Gadis yang selama 4 tahun terakhir selalu mengisi relung hatinya. Gadis yang selalu ia rindukan setiap saat. Inilah harinya. Hari yang selama ini ia nanti - nanti untuk memantapkan hatinya kearah yang lebih serius. Untuk mengarungi hidup berdua. Untuk menjadi sempurna satu sama lain.
"Rah." gadis itu mendongak dan menatap kedua mata elang Joshua. Joshua menggenggam kedua telapak tangan Sarah menggunakan tangan kirinya. Sedangkan tangan kanannya berusaha mengeluarkan kotak kecil yang ia simpan di saku celananya.
"Mungkin ini bukan waktu yang tepat. Mungkin ini hanya sebuah hal yang norak dan kekanak - kanakan. Mungkin ini juga bukan hal romantis yang selalu kamu impikan. Tapi..." Joshua memotong kalimatnya dan meletakan kotak kecil itu dihadapan Sarah. Lalu dengan bantuan ibu jarinya ia menjentikan tutup kotak itu dan terpampanglah sebuah cincin emas yang bertahtakan berlian yang terlihat berkilauan terkena cahaya temaram lampu cafe. "Ini bukti keseriusan aku ke kamu. Ini bukti aku punya komitmen sama kamu. Menikahlah denganku, Putri Sarah."
Sarah tak langung menjawab. Matanya berkaca - kaca dan butiran bening sudah siap meleleh dari sudut matanya. Bibirnya gemetar tak sanggup mengatakan apa - apa. Dia menggeleng pelan tak percaya kata itu akan keluar juga dari bibir kekasihnya. Siapa yang tidak senang diajak menikah oleh orang yang selama 4 tahun menjadi miliknya?
Tanpa sadar ia menutup kedua matanya dan berhasil melelehkan 2 butir air mata dari kedua pelupuknya. Ia teringat atas segala janji - janjinya. Ia harus menepis semua perasaan ragu yang menyelimuti hatinya saat ini. Ia menarik nafas berkali - kali untuk menenangkan diri dari isakan yang sesekali terdengar. Ia membuka kedua matanya dan mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Joshua. Tangan kanannya meraih kotak itu dan mengatupkan kotak yang terbuka menampilkan cincin berlian itu dan berbisik lirih, "Aku ngga bisa, Josh.."
Joshua mengangkat dagunya berusaha mengontrol emosi yang bisa saja meledak setiap saat. Ia meraih kedua tangan gadis itu lagi, "Tolong pikirkan sekali lagi. Aku mencintaimu, Rah. Sangat. Apakah kau tak ingin hidup denganku?"
Butiran bening segera mengalir kembali di kedua pipi gadis itu. Ia kembali terisak. Pertanyaan itu seolah menohok dadanya. Menghujamnya tepat di Jantung. Seperti tak diberi pilihan antara hidup atau mati. Sarah mencoba meredam tangisnya dan mencoba mengeluarkan suara walaupun tersendat, "Aku mencintaimu. Sangat. Lebih dari diriku. Kau tau itu. Tapi tetap saja. Seberapapun aku mencintaimu dan kau mencintaiku, aku tak akan pernah bisa. Kita hanya akan melukai diri kita masing - masing, Josh."
Joshua mengacak rambutnya frustasi. "Kau tau kan orangtuaku mendesak agar aku segera menikah. Dan satu - satunya orang yang ingin aku nikahi didunia ini hanya kamu, Putri Sarah. Please, aku mohon. Menikahlah denganku."

Antara Cinta dan KeyakinanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang