KABAR BAHAGIA

396 55 21
                                    


Kehidupan Wei Wuxian langsung berubah drastis setelah menikah dengan sultan Gusu. Bagaimana tidak akan berubah drastis kalau apa yang Wei Wuxian bayangkan saja langsung bisa dia beli? Jawabannya, tidak lain dan tidak bukan karena uang Lan Wangji yang tidak akan habis dimakan delapan putaran roda kehidupan. Kalau begitu, Wei Wuxian hanya mengandalkan Lan Wangji? Tentu saja iya, memangnya mau apa kalau punya suami kaya raya? Habiskan saja uangnya.

Kedai Chili Wei Wuxian juga sudah diperluas, Wei Wuxian memang benar-benar pintar memanfaatkan aset suaminya. Pria manis itu sudah membeli tanah di sebelah kedai dan tentu saja memperluas usahanya. Namun, dia bukan tipikal seseorang yang bagai kacang lupa kulitnya. Dia tetaplah Wei Wuxian yang kita kenal, dengan segala kebaikan hati dan kepekaan di bawah rata-rata. Sungguh, tidak ada yang berubah dari kepribadiannya.

Seperti siang ini, Wei Wuxian tengah gemas karena Jiang Cheng belum juga mau menampakkan batang hidungnya setelah puas berkeliling benua Eropa, Canada, pergi ke Italia dan segala kegiatan yang sudah melewati budget dari yang Wei Wuxian tuliskan di selembar kertas. Padahal Jiang Cheng sudah berjanji tidak akan menghabiskan anggaran lebih dari 1Miliar, tetapi apa yang dia lakukan? Saudara tidak kandung Wei Wuxian itu bagai langsung hilang ingatan ketika dihasut oleh ibunya.

"Uang Lan Wangji tidak akan habis meski kau berputar dunia tiga kali seminggu. Jadi, manfaatkan gege Wei Ying mu itu!"

Setelah itu, Jiang Cheng kini memiliki kebiasaan baru. Pria garing di luar, tetapi lembut di dalam itu memanggil Wei Wuxian dengan sebutan gege, sesuatu yang dulu sangat sakral untuk dia ucapkan. Namun, terhitung dari detik Wei Wuxian menjadi bagian dari Lan, panggilan itu sudah Jiang Cheng berikan hak paten. Jiang Cheng bahkan sudah mendaftarkannya di kantor pusat pemerintahan Yunmeng, agar dirinya dan Wei Wuxian dicatat dalam satu akte keluarga dan mengakui dengan segenap hati dan seluruh jiwa raga bahwa Wei Wuxian adalah saudara laki-lakinya yang sah di mata negara.

Wei Wuxian sendiri sudah bolak-balik menendang bokong Jiang Cheng sebelum berangkat ke luar negeri, tetapi lihat? Jiang Cheng tidak melawan barang sedikit pun, pria garang itu pasrah karena mengingat sakit bokong yang dia derita tidaklah sebanding dengan uang yang akan dia dapatkan.

Satu bulan pernikahan Wei Wuxian dan Lan Wangji, maka satu bulan juga Jiang Cheng di luar negeri. Benar-benar hebat anak satu itu, tidak sedikit pun terlintas di benaknya berapa biaya yang habis. Maka habislah sudah kesabaran Wei Wuxian, napasnya sudah bengek.

"Baiklah, kau tidak mau pulang, ya? Maka tinggalah kau di sana tanpa kiriman uang dariku lagi!"

Wei Wuxian mengirim pesan suara karena Jiang Cheng mengabaikan panggilan telfon dan juga pesan yang sudah Wei Wuxian kirimkan berkali-kali. Jika sudah begini, Lan Wangji hanya mengelus bahu Wei Wuxian sembari tetap mengerjakan tugas kantor.

Merasa Lan Wangji tidak ambil pusing, Wei Wuxian segera meloncat turun dari kursi dan merajuk, "Lan Zhan! Lan Wangji!"

Pria tampan itu hanya menjawab seperti biasa, "mn."

Wei Wuxian langsung memutar mata jengah sembari berkacak pinggang. "Hei, suami. Bagaimana ini! Adikku itu tidak mau pulang. Bagaimana kalau dia berencana jadi orang luar negeri dan melupakanku serta keluarga!"

Pekerjaan kantor yang masih belum selesai pun Lan Wangji kesampingkan sebentar, mendengarkan keluhan si pendamping hidup dengan arif bijaksana. Kedua tangannya diarahkan ke depan, tujuannya sudah jelas, itu agar Wei Wuxian mau memeluknya dan tidak kembali meraung.

"Kemarilah."

Sikap Lan Wangji yang hangat dan romantis tidak pernah gagal dalam meluluhkan hati Wei Wuxian, atau siapa pun itu. Maka Wei Wuxian langsung bersikap lemah dan duduk di pangkuan suami satu-satunya. Kepalanya disandarkan di tempat ternyaman, buka bahu melainkan ketiak Lan Wangji.

Pria dengan tahi lalat di bibir itu mencium dengan kuat aroma ketiak Lan Wangji yang sudah menjadi candu, aromanya mint segar dengan sedikit bulu-bulu manja. Setelah puas menghirup ketiak kesayangan, Wei Wuxian segera menyerangnya dengan ciuman bertubi-tubi.

"Bicaralah dengan iparmu. Telfon dia, katakan agar segera pulang. Aku khawatir, dia di sana sendirian. Pasti dia mau mendengarmu," pinta Wei Wuxian dengan muka yang memang sangat terlihat cemas.

Cukup lama Lan Wangji mengamati wajah Wei Wuxian, ujung bibir pria tampan dengan ketampanan membius itu tertarik ke atas dengan sangat tulus, kemudian diusapnya poni Wei Wuxian dengan segala kasih sayang.

"Bagaimana aku tidak jatuh cinta dengan seseorang sepertimu?" tanya Lan Wangji. Sorot matanya sarat akan rasa kagum dan kebanggaan luar biasa karena sudah menjadi separuh napas dari Wei Wuxian.

Hati Wei Wuxian menghangat, pipinya sedikit panas karena dipuji oleh seorang Lan Wangji, lubang hidungnya sedikit kembang-kempis. "Aiyoyo, berhentilah menjadi gombal. Sejak kapan kau belajar ini, huh! Dari siapa," Wei Wuxian pura-pura merajuk.

Jadilah pasangan pasusu itu saling berpelukan, dalam hati keduanya sama-sama saling bersyukur karena sudah dipertemukan menjadi satu bagian keutuhan dalam bahtera rumah tangga. Lan Wangji sendiri tentu tidak mengabaikan apa yang Wei Wuxian pinta tadi, perlahan diambilnya benda persegi panjang tipis dari saku celananya dan mulai mencari nama Jiang Cheng di kontak telpon. Tidak menunggu berdering lama, dari seberang seseorang sudah mengangkat telpon.

"Ha-hallo?" sapa suara dari seberang samudra.

Seketika Wei Wuxian memberikan arahan agar Lan Wangji berbicara seperti yang sudah Wei Wuxian pinta. "Bilang suruh cepat pulang," bisik Wei Wuxian.

Lan Wangji mengangguk, mengerti apa yang akan dia katakan. Wei Wuxian pun seketika menempelkan telinganya ke telepon Lan Wangji dengan gusar.

"Apa kau mau di sana selamanya?" Lan Wangji bertanya dengan muka andalan.

Manik kembar kecokelatan milik Wei Wuxian membulat lebar, tetapi langsung terdiam ketika Lan Wangji memberinya isyarat tutup mulut. Wei Wuxian menurut, tetapi bibirnya mengerucut.

"Ti-tidak, aku pulang dua hari lagi," jawab Jiang Cheng.

Tentu saja Wei Wuxian menarik napas lega, sementara Lan Wangji hanya menarik ujung bibirnya sedikit.

"Mn, hati-hati."

Telepon ditutup. Wei Wuxian langsung mengecek ponsel miliknya, benar saja, Jiang Cheng mengirim pesan singkat.

"Sialan! Kau menggunakan Lan Wangji untuk mengancamku. Awas kau, ya! Tidak ada oleh-oleh untukmu!"

Pesan dari Jiang Cheng hanya dibaca, tidak dibalas oleh Wei Wuxian. Bagi Wei Wuxian, mendengar Jiang Cheng akan segera pulang sudah sangat membuat hatinya lega, dia sama sekali tidak peduli dengan cidera mata.

Lan Wangji memeluk Wei Wuxian, meletakkan kepalanya di ceruk leher sang terkasih. Rasa cintanya untuk pria bermarga Wei itu jelas tidak bisa dijelaskan lagi dengan logika, tetapi bukankah Lan Wangji sendiri yang mengatakan bahwa jangan pernah mencari pembenaran cinta dengan akal?

"Wei Ying,"

Wajah manis Wei Wuxian menatap Lan Wangji dengan cinta. "Apa?"

Kali ini netra elang Lan Wangji yang menatap dalam wajah Wei Wuxian. "Ayo mengangkat anak. Kita lakukan apa yang kau inginkan."

Wei Wuxian terkesiap, tidak menduga bahwa Lan Wangji akan benar-benar menuruti keinginan yang dia utarakan waktu itu.

"Ka-kau, serius?" Wei Wuxian tidak percaya yang dia dengar.

Lan Wangji mengangguk tulus. "Mn. Minggu depan setelah proyekku selesai."



CHILI AND COFFEE || Book 2 ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang