2. Dan Seperti Itu Kamu Ada

902 93 42
                                    

Pagi itu seharusnya kelas dimulai pukul tujuh, namun hingga jarum jam hampir menunjuk angka delapan tak ada tanda-tanda kedatangan dari guru yang mengisi jam pertama. Seisi kelas mulai gaduh dan berencana untuk meninggalkan kelas, tak terkecuali Hanan yang duduk di bangku nomor dua dari belakang. Ia menyandarkan punggungnya pada dinding kelas tepat di sebelahnya sambil mengirimkan isyarat tangan pada temannya yang duduk di ujung lain.

“Kantin? Ayo, sekarang?” Hanan berseru pada temannya yang langsung menyetujui. Akhirnya ia dan tiga temannya yang lain bangkit dari kursi untuk keluar kelas.

“Hanan, nggak boleh cabut!” tegur ketua kelas begitu dilihatnya Hanan mulai berulah.

“Kantin doang, elah,” balas Hanan sambil tetap berjalan menuju pintu kelas.

Rupanya wali kelas sudah berada di depan pintu saat Hanan mendorongnya terbuka. Tatapan tajam dari wali kelasnya membuat Hanan seketika meringis lalu membungkukkan badannya.

“Pagi, Buuu!” Teman-teman Hanan mengikuti Hanan yang menyapa wali kelas mereka dengan manis.

“Pada mau bolos kelas, kan? Balik ke tempatnya masing-masing!”

Dengan kecewa akhirnya dituruti juga perintah wanita berumur hampir kepala lima itu sebelum kena geplak. Saat Hanan menyingkir untuk memberi jalan pada wali kelasnya, keningnya seketika berkerut heran melihat seseorang yang familiar mengikuti langkah wanita itu dari belakang. Yang diamati Hanan rupanya juga sama bingungnya melihat Hanan di situ.

“Maaf, anak-anak. Pagi ini jam pertama terpaksa saya ambil alih sebentar,” ucap wali kelas pada seisi ruangan yang mendadak tenang. Bukan karena gurunya datang, tapi seorang siswa laki-laki yang berdiri di depan kelas dengan tas di punggung yang menyedot perhatian seluruh kelas.

“Hari ini kelas kita kedatangan siswa baru,” lanjut wali kelas kemudian menyuruh anak baru itu untuk memperkenalkan diri.

“Pagi, semuanya. Nama saya Arka, Arkhafa Rayandra.”

Mata Hanan masih tak lepas dari Arka sejak ia masuk ke kelas hingga kini menempatkan diri di bangku tepat di depan Hanan. Berhubung jumlah siswa di kelas itu genap maka Arka terpaksa harus duduk tanpa teman semeja. Setelah perkenalan singkat itu, kelas dimulai.

“Ssst! Sssttt!” Hanan mencolek punggung Arka dengan pensilnya. Arka menoleh ke belakang ragu-ragu. “Ka, lo nggak bilang mau ke sekolah sini?”

“Lo nggak tanya,” jawab Arka seadanya.

“Iya juga, sih… Hehe, ya udah, deh. Ntar ngobrol lagi!”

Teman sebangku Hanan yang mulai penasaran akhirnya menanyakan bagaimana Hanan bisa kenal dengan Arka, yang dijawab Hanan dengan enteng bahwa keluarga Arka baru saja pindah ke sebelah rumahnya beberapa hari yang lalu. Setelah pertemuan pertamanya dengan Arka saat itu sebenarnya Hanan tidak pernah berpapasan dengan Arka lagi. Sepertinya cowok itu masih belum berani untuk main keluar rumah. Atau mungkin anaknya memang lebih suka menghabiskan waktu di rumah saja.

Bel istirahat berbunyi. Hanan dan teman-temannya yang tadi gagal kabur ke kantin langsung bersemangat untuk menyerbu kantin kali ini. Hanan melewati Arka yang masih duduk di bangkunya.

“Kantin, Ka?”

Arka mendongakkan kepalanya lalu menggeleng pelan. Diangkatnya kotak bekal makanannya sejenak pada Hanan yang membuat cowok itu mengangguk paham lalu melanjutkan langkahnya untuk keluar kelas.

Tinggal beberapa anak yang bertahan di dalam kelas termasuk Arka. Cowok itu mulai membuka bekalnya dan menyuapkan satu sendok ke dalam mulutnya. Belum selesai ia mengunyah, seseorang sudah menjatuhkan diri di bangku sebelahnya.

ÉVADERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang