Chapter 5

578 102 34
                                    


 
 
Kelopak mata rusa yang mengedip perlahan tatkala sinar matahari menyelinap lancang menuju celah-celah korneanya. Luhan merengangkan perlahan sendi-sendi tubuhnya.
 

Selalu mensugesti peringatan terlalu hati-hati untuk melakukan segala hal pada tubuhnya mengingat di dalamnya sudah hidup satu nyawa yang begitu berharga. Makhluk yang rasanya begitu ia cintai meskipun masih berupa segumpal darah. Malaikat kecil yang juga bisa menenggelamkan bahtera rumah tangganya apabila ia gagal merawat dan melahirkannya ke dunia.
 

Keras pada dirinya sendiri seolah tidak pernah masalah selama hidup darah daginya selalu baik-baik saja. Itu yang diinginkannya sebagai seorang Ibu, dan tentu yang selalu ditegaskan oleh sang kepala keluarga yang cenderung diktator itu.
 

“Selamat pagi..”.
 

Kelereng mata Luhan berpindah dari sinar matahari yang dapat ia nikmati di balik jendela kamar pada sosok sang suami yang proporsi tingginya cukup menjulang dengan nampan berisi susu beserta sebuah piring yang entah Luhan tidak tahu apa isinya.
 

Luhan berusaha bangun, dan tentu begitu perlahan karena suaminya juga terlalu sering mengingatkannya untuk berhati-hati dalam memfungsikan seluruh tubuhnya.
 

“Maafkan aku karena bangun pada jam terlalu siang dan tidak membuatkanmu sarapan..”. Sesalnya dengan tatap agak redup karena di hari-hari kehamilannya tubuhnya selalu tampak terasa lelah.
 

Ulasan senyum dari kedua belah bibir Sehun menyegarkan keresahan awal Luhan di pagi ini. Menandakan bahwa kelalaiannya sebagai seorang isteri yang harusnya melayani sang suami di awal hari bukanlah sebuah masalah yang perlu disesali.
 

“Mulai saat ini kau juga dilarang untuk menyentuh dapur, mengerti..?”. Titah Sehun dengan nada dan intonasi suara yang jauh berbeda dari hari-hari biasa.
 

Saat ini lelaki berparas sangat tampan tersebut menjelma menjadi sosok suami yang selama ini berada di khayalan Luhan. Begitu penyayang, penuh cinta dan seolah dirinya adalah satu-satunya wanita yang dipuja.
 

Baiklah. Selama masa kehamilan saja, Luhan ingin berpura-pura bahwa Sehun mencintainya. Bahwa dalam hati lelaki tersebut tidak hadir wanita masa lalu yang menjadi duri dalam rumah tangganya.
 

Selama kehamilan saja. Setelah itu, Luhan akan memilih opsi tidak peduli pada lelaki yang begitu ia cintai tersebut.
 

Setelah melahirkan sang permata ke dunia, Luhan akan melepas Sehun. Tidak akan mengekang lelaki tersebut dalam ikatan pernikahan lagi meski tentu saja hatinya akan hancur menjadi kepingan kaca berduri.
 

Masalah hak asuh sang putera, Luhan akan dengan sukarela menyerahkannya pada lelaki yang dicinta. Bukannya ia tidak mencintai darah daging yang juga kerap ia damba, namun hatinya sudah terlalu lelah untuk kembali berselisih dengan sang kepala rumah tangga.

Dan lagi, ia cukup malu memperkenalkan diri sebagai seorang diri kepada sang putera mengingat ia hanya wanita biasa. Wanita yang tidak jelas asal-usulnya. Wanita yang mungkin tidak diharapkan lahir ke dunia sehingga ketika ia mengenal dunia tidak ada yang bisa ia panggil Ayah dan Ibu sebagai orang tua.
 

Luhan merasa ia dilahirkan seorang diri dan ditakdirkan hidup sendiri tanpa cinta. Karenanya ia memaklumi Sehun yang tidak menghadirkan cinta dalam pernikahan mereka.
 

Hidupnya menyedihkan, bukan?
 

Memang.
 

Tapi Luhan tetap selalu membasahi bibirnya dengan menghela syukur kepada Tuhan karena ia diizinkan menjadi pendamping hidup dari lelaki yang sangat ia cintai. Meski setelah ini, ia bertekad untuk melepas ikatan dari Sehun.
 

Goodbye Free (HunHan GS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang