End🍂

3K 420 193
                                    

Pasang lagu di mulmed👍

🍂🍂🍂

Aku bertemu seseorang yang sangat berarti dalam hidupku hanya untuk menyadari pada akhirnya aku harus melepaskannya. -Vita.

🍂🍂🍂


Air mata Vita bercucuran menantikan kedatangan Satya. Seluruh tubuhnya berguncang hebat. Ketakutan membayangkan apa yang akan Satya lakukan padanya dan Azka. Dia melakukan ini untuk Azka, untuk hidup bahagia bersamanya.

"Azka," gumamnya, terisak.

Baru sekali dia merasakan makna kenyamanan, Vita tidak ingin pergi lagi. Dia ingin bersama Azka. Bersama keluarganya. Bersama teman-temannya. Dia tidak ingin kemana-mana lagi.

Dia mengusap perutnya yang membesar. "Sabar ya, sayang. Kita bakal jemput Papa. Kita bakal pulang dengan perasaan bahagia."

Vita tersentak saat seseorang memeluknya dari belakangnya. Aroma itu, dia sangat mengenalinya.

"Lo bener, kita bakal pulang dengan bahagia."

Sontak saja Vita menghempas lengan itu, air matanya semakin deras. Dia melayangkan tatapan nyalang. "Azka, Azka dimana?"

Sosok yang tidak lain adalah Satya itu mengulas senyum manis. "Dia nggak penting. Yang terpenting gue ada di sini. Gue kangen banget sama lo." Satya mendekapnya erat.

Vita berusaha memberontak, air matanya berlinang lebih deras. Karena perutnya yang besar, dia tidak bisa bergerak banyak.

"Jangan sentuh aku!" Vita mendorongnya berulang kali. Namun tidak berpengaruh sama sekali, Satya masih memeluknya sambil mengusap rambut panjangnya dengan lembut.

"Lo pasti tersiksa banget ya selama ini? Tersiksa ngeliat gue bareng Meisya? Tersiksa gue manfaatin terus? Maafin gue. Maafin gue." Dia mengurai pelukan itu, mengecup kening Vita sejenak, kemudian memeluknya lagi.

Vita terisak kencang. Sangat benci dengan aroma dan sentuhan itu. Dia berusaha keras memberontak yang berujung sia-sia belaka.

"Gue nyesel, Vit. Gue nyesel inget semua perlakuan gue ke lo. Lo udah kenal gue sejak kecil, kan? Gue mudah bosen sama sesuatu, tapi soal lo, gue selalu dateng ke lo. Itu karena lo punya tempat tersendiri di hati gue. Gue nggak pernah lupa sama lo." Dia melerai pelukan itu lagi, mengusap kedua pipi Vita. "Walau gue kasar, lo tetep terima gue kapan aja. Itu yang ngebuat gue punya perasaan lebih ke lo."

"Lepas, jangan sentuh aku...," isaknya parau. Tenaganya mulai habis. Pikirannya hanya tertuju pada Azka.

"Gue ada di depan mata lo. Kenapa lo butuhin dia? Mulai sekarang gue di sini. Gue bakal ngejagain lo." Dia mengusap rambut Vita. "Gue yang dibutain sama obsesi. Nggak pernah sadar, kalau lo yang selalu ada buat gue. Tapi, tapi lo tahu, kan? Gue cuma main-main sama Meisya, gue nggak pernah serius sama dia. Dia itu cuma cewek manja yang taunya nyuruh-nyuruh gue. Dia itu titipan Mama gue, gue harus ngejaga dia baik-baik biar Mama nggak dipecat. Tapi gue udah janji ke lo, kan? Gue bakal balik. Gue bakal tanggung jawab. Karena lo tempat pulang gue. Sekarang udah waktunya gue balik pulang ke lo."

Vita menggeleng sambil menangis. Tidak. Dia tidak menginginkan Satya lagi. Dia tidak ingin. Dia hanya ingin hidup bersama Azka.

"Kita hidup sama-sama." Kali ini dia menyentuh perut Vita. "Ini punya gue. Bukan punya siapa pun apalagi si sialan itu."

Vita berusaha menenangkan dirinya. Dia mencari cara agar terlepas dari Satya. Tapi dia tidak kunjung menemukannya.

"Satya, aku mohon...," pinta Vita, memelas.

"Ayo kita pulang." Satya menggenggamnya erat, membawanya masuk ke dalam mobil.

Vita tidak bisa terlepas darinya. Dia berusaha membuka pintu yang sudah dikunci oleh Satya. Cowok itu menjalankan mobil, membelah jalan raya yang sepi. Dia tersenyum dan menjelaskan hal-hal yang dia alami saat tidak ada Vita.

Selagi dia bercerita, Vita mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Baru menyentuh, benda pipih itu terjatuh karena tangannya bergetar hebat. Satya meliriknya, merebut ponsel itu, kemudian melempar ke jok belakang.

"Lo nggak butuh siapa pun selain gue."

"Satya, aku mohon. Aku cuma mau ketemu Azka. Dia ada dimana?"

"Kenapa lo butuhin dia, Vit? Gue ada di sini. Gue bakal jagain lo. Lo nggak perlu takut lagi, gue di sini bareng lo."

Vita menggeleng kencang. Sudah cukup. Dia tidak mau lagi mendengar omong kosong Satya. Dia berusaha membuka pintu mobil itu dan menggedornya berulang kali.

'TOLONG! TOLONG!" teriak Vita, berharap seseorang mendengarnya.

"Gue di sini, Vit! Kenapa lo minta tolong!"

Gadis itu fokus menatap jendela, merapalkan doa agar ada seseorang yang berada di jalan raya itu. Meski benar-benar sunyi dan tidak ada kendaraan lain.

"Azka," isaknya. Dia ingin pulang. Dia ingin berada dalam dekapan Azka lagi.

"Lo kenapa, ha?! Yang lo cinta itu cuma gue!" Satya membentak selagi mengemudi.

Vita dengan air mata berlinang menatapnya penuh amarah. "Aku nggak pernah cinta ke kamu! Selama ini aku terjebak sama ketakutan aku sendiri! Kenyataannya aku cuma benci ke kamu!"

Rahang Satya mengeras, dia melempar barang-barang yang ada di dashboard ke kaca sampai pecah, termasuk ponselnya sendiri, membuat Vita tersentak dan menangis ketakutan.

"Lo nggak bisa ngelakuin ini ke gue!" bentaknya lagi. Membuat napas Vita naik-turun. Gadis itu melirik ponselnya yang ada di jok belakang. Saat Satya mengendarai mobil dengan ugal-ugalan, dengan cepat dia meraih ponselnya. Sebelum Satya selesai mengendalikan mobil yang melaju kencang, Vita berusaha memanggil Azka. Sebelah tangan Satya terjulur mencengkeram lengannya. Namun, dengan cepat Vita menghubungi Azka.

Hingga, nada sambung terdengar. Dan panggilan itu langsung diterima.

"H-halo, Vita?! Lo dimana?!" Terdengar nada kepanikan dari seberang.

"H-halo, Azka, aku-"

Tepat setelah Vita berbicara, sebuah truk besar melaju dari arah depan. Dalam sekejap mata, mobil yang mereka tumpangi hancur terhantam. Vita terlempar ke sisi trotoar dengan kondisi yang benar-benar mengenaskan.

Dia mencengkeram perutnya yang sangat sakit, kesadarannya sudah diambang batas dengan darah di sekujur tubuhnya, yang dia lihat hanya Satya yang terbujur penuh darah di aspal juga mobil yang hancur sepenuhnya. Pandangan Vita beralih pada ponselnya yang tergeletak di aspal, tenggorokannya tercekat dan seluruh tubuhnya tidak dapat digerakkan.

Sekelebat memori terlintas dalam benak Vita.

Azka meletakkan kepalanya di atas pangkuan Vita, senyumnya yang manis terukir sambil mengusap perut Vita. "Atala. Kita kasih nama Atala, ya?"

"Atala?" Vita juga mengusap perutnya.

"Iya. Atala, Azka Vita selamanya." Cowok itu menyengir.

Air mata Vita menetes. Dia menggumamkan satu kata dengan lirih sebelum akhirnya menghembuskan napas terakhirnya. "Azka...."

Kita dipertemukan antara aku dan dia. Kita dipertemukan antara rasa terfana. Kita dipertemukan antara angan-angan paling baka. Di kehidupan selanjutnya, mari bertemu dengan benar, antara aku, kamu, dan perasaan yang sama.

.
selesai
.

Satu kata untuk part terakhir?

So, ini beneran ending ya, bukan mimpi.

Jangan ada minta extra chap dan lainnya, ini bener sampe di sini. Maaf kalau endingnya mengecewakan.

Makasih udah temenin aku sampe kisah Azka-Vita selesai sampai di sini.

Sekali lagi, makasih💛

Tears of Hope✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang