Perputaran waktu rasanya tidak berarti untuk Luhan ketika selama 7 bulan lebih dilimpahi kasih sayang yang menurutnya begitu besar dari Sehun.
Ponselnya tidak lagi sepi, entah berupa panggilan ataupun beberapa pesan dari sang suami meskipun hanya berupa pengingat untuk selalu menjaga stamina dan tepat waktu mencukupi nutrisi.
Luhan memahami kasih sayang sang suami yang begitu tiba-tiba tidak lain adalah untuk sang buah hati semata. Jika dirinya sehat, maka sang bayi pun akan sehat. Karena apa yang dikonsumsinya akan menjadi makanan harian bagi sang bayi.
Baginya tidak masalah, selama mata elang Sehun menatapnya dengan binar teduh dan beraroma cinta segalanya akan baik-baik saja untuknya.
Luhan, memang secinta itu pada lelaki berparas sempurna tersebut.
Kepalanya menoleh pada jam berwarna broken white yang terduduk di atas perabot ruangan tengah.
Ini sudah jam dimana suaminya biasanya pulang. Namun, sudah dua jam berlalu belum ada tanda-tanda pintu utama rumah besar tersebut akan terbuka. Bahkan Luhan belum mendengar deru mobil sang suami melewati pekarangan.
Apa Sehun akan lembur?
Sepertinya tidak, karena tidak ada satu pemberitaan pun di ponselnya tentang lembur lelaki tersebut.
Ketiga kalinya, Luhan menempelkan ponsel pada daun telinga berharap panggilan udaranya diterima.
Menggigit bibir sembari mengelus perut besarnya karena terasa nyeri sesekali.
Ia ingin mengatakan pada Sehun bahwa ia menginginkan sekotak buah sirsak yang dilumuri susu kental manis.
Sebenarnya bisa saja ia menyuruh beberapa pekerja di rumah ini. Tapi mood Ibu hamil tidak sesederhana yang terangkai di kepala.
Luhan ingin suaminya yang membelikan. Ingin Sehun yang pergi ke minimarket atau pun restoran manapun yang bisa menyiapkan keinginannya.
Dan ia juga ingin tangan Sehun yang menyuapinya.
Tangan yang memegang ponsel menurun lemah dengan cebikan kecewa karena sang suami lagi-lagi tak menjawab panggilannya.
Luhan menyerah, dan memilih pergi sendiri ke luar rumah untuk memenuhi makanan ngidamnya. Tentunya dengan beribu alasan pada pekerja rumah yang bertugas menjaganya.
Menghembuskan nafas setelah pintu utama dibuka dan butiran salju sedikit menutupi pekarangan rumah.
Rasa bahagia berlebih terkadang membuatnya lupa bahwa bulan ini sudah memasuki musim dingin.
Dingin yang menerpa kulit putihnya tidak menyurutkan niatnya. Ia tetap pergi ke luar rumah dengan memilih mengendari taksi yang sudah dipesan.
Ia terlalu malas untuk menyetir sendiri. Apalagi perutnya sudah sangat besar. Mudah lelah dan letih membuatnya juga malas melalukan banyak hal yang dulu terlalu biasa ia lakukan.
***************
Menatap ponsel yang sudah tiga kali bergetar, lalu memutuskan memasukkannya ke dalam saku celana.
Pandangannya sudah biasa tersuguhi tatapan sinis Irene beberapa bulan belakangan ini.
Ini memang salahnya. Mengabaikan Irene selama masa kehamilan Luhan yang sebentar lagi memasuki bulan ke delapan.
“Isterimu..?”. Tanya sang wanita dengan nada yang tentu tidak ramah.
Sehun mengangguk karena memilih diam pun akan tetap dituntut menjawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Goodbye Free (HunHan GS)
Short Story"Luhan hanya memahami bahwa luka adalah bumbu, dan cinta adalah tiang utama yang harus tetap ia gugu meski hatinya berlumur darah yang nyaris membeku". Main Cast : Oh Sehun Xi Luhan