"Apa?! Kau belom membunuh dianya?!"
"Maaf Pah, saat aku mau membunuhnya ada seorang gadis yang jago dalam bela diri dan juga aura-aura nya hampir sama dengan kita, Pah..."
"Apa? Kamu dikalahkan sama seorang gadis dan kamu bilang aura nya sama seperti kita??"
"Iya Pah, benar."
"WAH MANTAP, bertambah lagi nih kawanan pekerja buat permainan ini." ucap nya tertawa menyeringai. "Kalo begitu, lebih baik kau stalking gadis itu supaya bisa cari tau siapakah dia. Oyah kau harus sering-sering kasih kabar tentang dia ya, nak!"
"Baik Pah, saya akan melakukannya dengan baik."
"Dan juga, kau harus segera membunuh gadis yang telah kau lepaskan, jangan sampai gagal lagi!"
"Siap Pah..."
-----
Pagi hari yang cerah, matahari bersinar pula, suasana rumah pun ceria.
Jarang-jarang nya merasakan hawa seperti ini.
Biasanya pagi-pagi sudah diperhadapkan dengan hawa gelap tidak ada keterangan yang ia rasakan.Tetapi bersyukur bisa merasakan seperti ini, walau tidak sering dapat merasakannya.
"Eh halo nak, sudah bagun ya? Bagaimana tidurnya? Apakah enak?" tanya Kim Jong In dengan senyuman manisnya.
"Iya Yah enak kok hehe" ucap Ellvana. Iya bohong, itu tidak benar. Pasalnya gue setiap tidurnya selalu memimpikan hari kematian Ibu. Gue sangat terpukul atas kehilangan seorang Ibu yang selalu ada buat gue, hingga rasanya gue sudah menyerah saja untuk menghadapi hidup kedepannya. Bersyukurnya saja Ayah gue masih ada, jadi Ayah lah yang mengurus gue dan adik gue sendirian, dan juga Ayah gue sebagai pengganti Ibu gue. Hebat ya Ayah gue bisa menjalankan kedua perannya dengan baik.
Sebenarnya sih yang gue mimpikan sangatlah buruk, selain kematian Ibu gue adalah kematian Ayah. Sangat menyedihkan bukan kalau itu sampai terjadi? Sudah kehilangan Ibu, kehilangan Ayah pula.
Lebih parahnya sih gue sendiri yang membunuh Ayah sendiri. ANEH BUKAN??? Gue saja sampai ternganga memimpikannya. Untung saja gue cuma menangis diam tidak berteriak. Kalau sampai berteriak takut gue membangunkan Ayah.
"Bagaimana hari-hari mu nak, Ell? Apakah baik?"
"Baik kok Yah." ucap Ellvana, bohong lagi yang ia katakan. Pastinya kalian tau bukan? Kalau hidup gue tidak akan pernah baik-baik saja setelah kehilangan seorang Ibu. Dan kalian tau kalau gue juga dijadiin bahan pembullyan oleh teman-teman. Tapi bagusnya semenjak gue sudah dewasa, gue sudah bisa melawan orang-orang yang membully gue. Jadi tidak bisa lagi yang membully gue.
"Bagus deh kalo baik. Kalo kamu nak, Oliv? Pastinya baik bukan?" senyuman hangat dari sang Ayah.
"Baik dong pastinya Yah. Ayah tau? Kemarin aku menang kuis lho..." ucap Olliv.
"Wah hebatnya anak Ayah bisa menang kuis nih ya..."
"Hehe iya Yah, tapi sayang yang aku rasakan malahan biasa saja."
"Lah kenapa biasa? Harusnya senang dong kalo menang. Apa lagi dapat hadiah bukan?"
"Nah itu dia Yah, harusnya mah kalo menang dikasih hadiah, ini malahan nggak dikasih apa-apa. Masa iya cuma dikasih ucapan selamat doang?" omel Ollivia.
"Astagah nak... Kalo nggak dikasih hadiah mah tidak apa-apa. Yang penting menang saja sudah bersyukur lho."
"Heum iyasih. Tetap saja aku merasa biasa saja, nggak ada spesial-spesialnya."
-----
Seperti biasanya, dimana setiap hari akan tampak biasa saja tidak ada luar biasa. Entah kenapa hidup merasa bosan dan itu-itu saja yang harus dihadapinnya. Penderitaan, tangisan, lelah, dan lainnya. Huh capek lama-lama begini.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐖𝐞𝐥𝐜𝐨𝐦𝐞 𝐓𝐨 𝐌𝐲 𝐏𝐥𝐚𝐲𝐠𝐫𝐨𝐮𝐧𝐝 |•Winwin•|
Fanfic|•ON GOING•| Menciptakan suatu permainan yang bernama "Angel Asked", menghasilkan perang bersaudara. Permainan ini begitu menyakitkan, mampu membuat tangisan kepedihan yang membahara. Setiap orang yang mengikuti permainan tersebut tidak akan selamat...