Part 4

22 3 0
                                    

Disebuah rumah sakit terlihat Alex sedang menunggu di ruang tunggu dengan penuh kecemasan yang tak berujung, ia terlihat bergemetar, panik dan pikirannya sudah mulai kacau balau. Tak lama kemudian Joong datang dengan keadaan yang panik pula untuk melihat keadaan Tee. Melihat kedatangan pria tersebut, Alex lantas berdiri dan menghalangi jalan Joong.

"Untuk apa kau kemari?" Tanya Alex kepada Joong.

"Aku ingin melihat keadaan Tee." Balas Joong.

"Tak perlu." Sahut Alex sambil menjauhkan Joong dari pintu UGD tempat Tee sedang dirawat.

"Aku ingin melihatnya sebentar saja."

"Tapi dia tidak ingin melihatmu lagi."

"Menyingkirlah." Paksa Joong yang mulai mendorong Alex dari hadapannya.

Alex pun terpancing emosi dan ia pun langsung mendorong kembali Joong, adu dorong pun terjadi saling saling berdu kejantanan. Satu pukulan pun melayang dari Alex hingga membuat Joong tersungkur.

"Pergi kau!! Jangan pernah muncul di hadapannya lagi. Dia sudah benar-benar membencimu, dia sudah tidak menginginkan kehadiranmu di dalam hidupnya lagi. Sejak awal dia mulai membencimu dan dendam pada keluargamu."

Joong hanya melihatinya saja dan menahan emosi dengan bercak darah di tepi bibirnya.
"Pergi!!"

Keributan itu hingga mengundang para medis keluar dari IGD termasuk dokter yang menjadi mentor Tee yang bekerja di rumah sakit tersebut.

"Ada apa ini?" Tanya profesor.

"Kalian memgganggu konsentrasi para medis yang bekerja didalam sana. Jangan buat keributan disini." Ucap salah satu dokter yang ada disana.

Profesor terdiam ketika melihat Joong, tatapan mata pun tak terelakan diantara profesor dan juga Joong seolah mereka menyimpan suatu rahasia yang hanya mereka berdua ketahui saja.

"Maaf, profesor. Aku tidak bermaksud mengganggu, tapi dia yang memulai keributan." Ucap Alex.

"Joong. Pulanglah." Pinta profesor.

"Tapi aku ingin bertemu dengannya." Ungkap Joong

"Pulanglah, nak. Kau datang disaat yang kurang tepat."

"Maksudmu?" Tanya Joong.

"Tee mengalami kelumpuhan, tapi hanya bersifat sementara bukan permanen. Mungkin dibantu untuk terapi."

Profesor menjelaskan semua kondisi Tee kepada mereka berdua, tentu saja mereka shock atas apa yang telah mereka dengarkan ditambah lagi kondisi Tee yang saat ini masih kritis karena luka yang cukup parah.

.
.
.
.
.

Satu bulan kemudian ...

"Apa tidak ada cara lain untuk membuat dia tersadar?"

Terdengar samar-samar obrolan Alex dan profesor, mataku terbuka perlahan dan kupingku mulai meredam suara mereka sehingga membuatku tak mendengar apapun lagi karena ku kira mereka sudah berhenti bicara.

"Eegghhhmm .." Aku menggeram lemas dan tak lama kemudian mereka menghampiriku tapi aku tak bisa mendengar suara mereka padahal aku melihat dengan samar-samar mereka menggerakan bibir mereka.

"Kau bicara apa?" Tanyaku pada Alex.

Alex dan profesor saling melihat satu sama lain dengan tatapan yang bingung, profesor merasa bahwa ada yang salah. Beberapa saat kemudian saat mereka berdua tak ada di kamarku, aku pun berusaha untuk kabur, tubuhku masih agak lemas dan aku berjalan tertatih-tatih bahkan berpegangan pada dinding-dinding rumah sakit. Aku masuk kedalam lift dan menekan sesuka hatiku, sampailah aku diatas gedung paling tinggi di rumah sakit tersebut. Aku berjalan menuju ke tepian dan disana aku memandangi kota yang dapat ku lihat yakni menara Eiffel dan 7 tempat terindah lainnya yang mengelilingi negara Prancis ini. Aku sama sekali tidak bisa mendengar apapun bahkan suara anginpun tak ada melintas merasuk gendang telingaku.

It's Last TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang