"Lepasin!" Riri berontak buat melepaskan cengkeraman tangan besar Jaemin di lengannya
Jaemin mengabulkan permintaaan Riri. Melepas pegangannya saat keduanya telah berada di dalam toko pastry.
"Gak usah kasar juga, anjing," geram Riri, sambil ngusap pergelangan tangannya yang memerah. Bahkan bisa dilihat cap tangan Jaemin disana.
"Mulut lo itu emang gak pernah disekolahin ya? Gue sobek lama-lama biar lo gak bisa bacot lagi! Mau lo?" Mata Jaemin melotot, marah.
"Sobek kalo berani! Lagian suka-suka gue, mulut-mulut gue. Kok lo ngatur! Lo tuh belum jadi apa-apa di hidup gue ya Na Jaemin. Jadi gak usah sok ceramahin gue!"
Dan mulai dari perdebatan sengit keduanya. Setelah tadi selesai dengan cewe mungil bernama Ina yang tiba-tiba datang tanpa Jaemin duga. Lebih tepatnya gak sengaja ketemu dan Ina benar-benar gak nyangka melihat Jaemin bersama cewe. Yang lebih parah cewe itu malah ngaku sebagai tunangannya Jaemin. Terus yang selama ini hubungan Ina sama Jaemin tuh apa? Sebatas TTM. Teman Tapi Mesra aja gitu?
Ina jelas gak terima dong! Dia udah terlanjur suka sama katingnya itu dan Jaemin juga ngasih respon. Pun Jaemin gak ada ngasih kejelasan sama Ina. Jaemin cuma minta Ina buat pergi dan janji bakal nemuin Ina setelah semua keperluannya selesai hari ini. Cewe itu awalnya gak mau, tapi dari tatapan memohon Jaemin, Ina akhirnya mengalah. Terpenting, Jaemin bisa pegang janjinya sama Ina. Ina, Ina janji cowo tuh mana bisa dipegang. Bisanya cuma di SS doang. Lo gak denger tadi kata Riri kalo lo tuh jangan percaya sama mulut buaya.
"Lo juga apa-apaan tadi bilang sama Ina gue buaya? Lo jangan buat cewe-cewe jadi illfeel sama gue!" Jaemin gak terima.
"Biarin! Emang kenyataannya kek gitu!"
"Denger ya," Jaemin maju selangkah, nunjuk Riri lagi tapi kali ini langsung di tepis kasar sama dia. "Kalo sampai Ina salah paham, lo bakal gue bales. Inget itu!" Ancam Jaemin.
Riri melotot kaget. Berani-beraninya Jaemin ngancem dia.
"Gue gak takut," Riri mengangkat dagunya tinggi-tinggi, keduanya saling bertatap tajam sampai Jaemin dulu yang memutus kontak.
"Gue cape sama lo. Sana pilih sendiri cakenya mau yang kayak gimana. Gua gak peduli," kata Jaemin acuh tak acuh dan berbalik buat ninggalin Riri.
"Brengsek lo ya," geram Riri.
Lalu tangannya meraih satu cake yang terpajang di etalase toko dan melemparnya tepat ke punggung Jaemin. Plok! Sampai bunyi kayak gitu.
Beberapa karyawan toko menahan napas melihat kejadian gak terjuga di siang hari terik gini. Dari tadi mereka melihat perdebatan pasangan muda mudi itu. Tapi gak mau ikut campur jadi mereka pura-pura sibuk aja sambil sesekali mencuri dengar. Kondisi toko emang lagi sepi. Cuma ada muda mudi itu doang yang gak lain Riri dan Jaemin.
"Lo apa-apaan?" Jaemin meraba bagian belakang punggungnya dan menatap horor cream cake yang kini mengotori tangannya. Lalu tatapannya beralih ke Riri.
"Yak! Riri Choi!"
"Apa?" Riri menyeringai senang.
"Lo,"
Tanpa Riri duga, Jaemin mencomot satu buah cake yang berada dalam jangkauannya dan melempar gumpalan cream itu ke Riri.
Plok!!
Tepat mengenai bagian depan dress Riri. Si cewe Choi melongo.
"Yaaak!!" Dress Dior barunya kini ternoda.
Riri kembali melempari Jaemin dan kali ini mengenai wajah tampan cowo Na itu. Jaemin menggeram.
Selanjutnya. . . Kalian bisa bayangkan apa yang terjadi setelahnya. Bagai bocah lima tahun, keduanya saling lempar cake. Berteriak, memaki, dan berakhir jambak-jambakan. Dua karyawan toko datang untuk melerai keduanya.
"Lepasin!! Biar gue jambak rambutnya sampai botak!!!" Riri meronta, kakinya menendang ke udara, dan tangannya berusaha meraih Jaemin.
"Sini lo! Gue ajarin lo tata krama ya!! Biar gue bales lo ya!!" Jaemin gak mau kalah.
"Gue aduin lo sama bunda lo! Kalo lo kasar sama gue! Biar batal sekalian pertunangan kita!!"
"Yaak!!"
"Yaaakkkkk!!!"
"Stooooooopppppp!!!!"
Riri dan Jaemin menghentikan aksi geludnya. Bersamaan menolehkan kepala pada sosok Haechan yang udah ada disana. Entah kapan, Riri dan Jaemin gak tau kenapa bisa ada Haechan.
Haechan menarik tangan Riri. "Ikut gue!" Dari rautnya Haechan keliatan marah. Lalu Haechan beralih ke Jaemin. "Lo juga!"
"Haec—"
"Diem!" Gertak Haechan. Riri langsung mingkem dan cuma nurut aja saat Haechan menariknya buat keluar dari toko pastry yang kini keadaannya kacau balau.
Jaemin mendecak kesal sembari membersihkan rambut juga bajunya yang terkena cream. Lalu menyusul Haechan dan Riri.
Tiba di parkiran, Haechan melepas genggaman tangannya. Gak lama Jaemin juga sampai disana. Rautnya masih keliatan kesal. Haechan mendengkus.
"Lo berdua apa-apaan sih? Malu-maluin! Berasa bocah sd tau gak!!"
Riri melirik Jaemin. "Dia yang mulai!" Tudingnya yang langsung di bantah oleh Jaemin.
"Eh, elo ya yang mulai!"
"Udah stop stop!" Haechan memejamkan mata. Stress!!
Keduanya bungkam. Tapi masih lirik-lirikan penuh permusuhan.
"Kenapa harus diselesaikan dengan cara gini sih? Gak ada cara yang lain? Di tempat umum lagi! Kalian itu bentar lagi mau tunangan. Sehari aja gak berantem gak bisa?!
"Gue kan udah bilang sama lo gue gak mau tunangan sama dia! Lo liat sendiri kan! Gue gak bakal bisa cocok sama dia!"
"Kalian yang gak pernah nyoba menyesuaikan keadaan," kata Haechan mencoba ngasih pengertian.
Riri natap Haechan gak percaya. "Menyesuaikan keadaan lo bilang?" Lalu mendecih. "Gimana gue bisa menyesuaikan keadaan kalo tunangan gue macem dia Lee Haechan!" Teriak Riri marah.
"Fine. Gue yang selalu salah di mata lo," sela Jaemin.
"Iya, lo emang salah! Lo selalu memaksakan kehendak lo atas nama bunda lo dan pertunangan sialan ini! Gue gak suka! Dan lo Lee Haechan! Lo minta gue buat nerima semua ini?!" Riri mengusap kasar pipinya yang masih belepotan cream.
"Maaf, gue gak bisa!" Lanjutnya sebelum pergi dari sana tanpa peduli sepupunya yang mendadak panik dan berusaha mengejarnya.
"Sialan!!" Jaemin menendang udara lalu mengacak kasar rambutnya yang lengket.
Next??
KAMU SEDANG MEMBACA
Jaemin | 7 Rings [COMPLETED]
Fanfiction[PG+16] | Completed "Gimana jadinya kalo dua makhluk yang selalu terlibat percekcokan sengit tiba-tiba di jodohin?" Present : Jaemin x Riri (OC) With Hyunjin and others :: Bahasa semi baku :: Chapter sudah lengkap :: Don't be silent readers