11. Genggaman tangan

980 142 12
                                    

Shaka mengetuk-ngetuk jari tanganya di meja. Dengan earphone yang menyumbat kedua telinganya, serta tudung hoodie yang menutupi kepalanya. Sudah sekitar 15 menit ia duduk di kafe itu. Menunggu kedatangan teman satu kelompoknya yang tak kunjung menunjukkan diri.

Cowok itu menghela napasnya, berusaha mengabaikan pandangan dari orang-orang yang memperhatikannya. Kebanyakan adalah mahasiswi yang satu universitas dengannya.

Tentu saja Shaka sedikit risih dengan tatapan-tatapan itu. Sungguh, menjadi pusat perhatian adalah hal yang paling tidak menyenangkan baginya.

Shaka memainkan ponselnya hanya untuk sekedar mengisi kebosanan selagi menunggu yang lainnya datang. Seharusnya ia tidak perlu datang terlalu awal dari perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.

Menunggu itu membosankan.

Sepuluh menit telah berlalu sampai tiga orang yang sejak tadi Shaka tunggu akhirnya datang. Shaka melepaskan earphone dari kedua telinganya, lalu melirik dingin tiga orang itu yang terlihat tidak enak hati.

"Maaf ya telat, tadi ada urusan dulu," ucap Mahen. Cowok itu duduk di depan Shaka, diikuti oleh Nia yang merupakan pacarnya.

Sedangkan Cindy memilih duduk di samping Shaka.

Shaka bergumam pelan. Suasana di antara mereka tampak canggung karena tatapan Shaka yang kelewat tak bersahabat.

"Mulai aja," ucap Shaka ketika tak ada dari mereka yang mulai angkat suara.

"Ah .... oke." Nia mulai menjelaskan tentang poin-poin tugas yang akan mereka kerjakan bersama. Cewek itu memang termasuk dalam deretan mahasiswi pintar di fakultasnya, sama seperti Shaka yang juga tak kalah pintarnya. 

Selagi Nia menjelaskan, Shaka berusaha tidak mempedulikan Cindy yang sedang memperhatikannya. Ia tetap terfokus pada inti-inti pembahasan yang Nia sampaikan dan mengabaikan Cindy yang berusaha menarik perhatiannya.

Shaka memandang jalanan di luar sana melalui kaca pembatas kafe selagi mendengarkan. Keningnya berkerut saat melihat sosok yang ia kenali hendak berjalan menuju kafe tempatnya berada. Namun, langkah cewek itu terhenti saat matanya bertemu tatap dengan netra hitam milik Shaka.

Fokus Shaka hilang sepenuhnya. Apa yang diucapkan Nia tak dapat ia dengar sepenuhnya. Fokusnya hanya pada Natha yang juga menatapnya dalam diam.

Tampak ekspresi panik cewek itu yang tercetak jelas di wajahnya. Lalu, Natha cengengesan sambil masih menatap Shaka. Ia tampak kikuk untuk beberapa saat, kemudian berbalik arah, membatalkan niatnya untuk masuk ke dalam kafe itu.

Shaka heran. Semakin bertambah heran saat melihat seorang cowok yang berdiri di depan Natha. Tampak keduanya mengobrol sebentar sampai kemudian sama-sama memasuki mobil milik Arga.

Shaka mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. Selama seminggu ini ia sudah berusaha membatasi temu antara Arga dan Natha, namun, bagaimana bisa Natha selalu memiliki cara untuk bertemu dengan cowok itu?

•••

"Kenapa sih, Nat? Kok gak jadi ke sana?" tanya Arga heran. Cowok itu sudah melajukan mobilnya menjauh dari tujuan awal mereka.

"Gapapa, mendadak jadi gak pengen ke sana aja," jawab Natha asal.

Padahal, cewek itu baru saja melihat Shaka di kafe yang ingin mereka singgahi tadi. Bukan apa-apa, ia hanya tidak ingin melihat Shaka dan Arga perang dingin untuk yang ke sekian kalinya. Karena akan sangat melelahkan jika berada di antara dua orang yang saling membenci.

"Aneh, gak biasanya kaya gitu," celetuk Arga.

Natha mengendikkan bahunya, "Ya .... gitu."

"Jadi, mau ke mana?" Arga bertanya sambil melirik Natha yang kini tengah memainkan ponselnya.

Mistake✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang