ーーーーーーーーーーーーーーーーー
"𝗜𝗳 𝘆𝗼𝘂 𝗻𝗲𝘃𝗲𝗿 𝗵𝗲𝗮𝗹 𝗳𝗿𝗼𝗺 𝘄𝗵𝗮𝘁 𝗵𝘂𝗿𝘁 𝘆𝗼𝘂, 𝘆𝗼𝘂'𝗹𝗹 𝗯𝗹𝗲𝗲𝗱 𝗼𝗻 𝗽𝗲𝗼𝗽𝗹𝗲 𝘄𝗵𝗼 𝗱𝗶𝗱𝗻'𝘁 𝗰𝘂𝘁 𝘆𝗼𝘂."⊹ฺ
・・・・・・・・
"[Name]-chan, nanti kalau sudah besar, apa yang mau [Name]-chan gapai?"
Manik berbinar berkedip lucu. Gadis manis itu berfikir sejenak. Sebelum senyum manis merekah di bibir kecil itu.
"[Name] mau keluarga yang sayang sama [Name]!"
Kaki kecil itu berayun gembira. Terlihat antusias karena setelah sekian lama, akhirnya ia bisa mendengar seseorang bertanya tentang apa yang ia impikan.
Rasa peduli, yang tak pernah ia dapat sebelumnya.
"Teman [Name] cerita, kalau Ayah dia selalu bawa hadiah setiap pulang kerja, Ibu nya juga selalu peluk dia setiap pulang sekolah,"
"[Name] juga mau keluarga yang seperti itu, Kak!"
☆
"Satoru, ayo pulang."
Aku bersusah payah menahan berat tubuh pria menjulang di sebelahku ini. Bau alkohol yang menyengat ini sungguh membuatku tak nyaman.
Ditemani kelap-kelip lampu ini sangat mampu membuatku pusing.
Terkadang aku merasa muak dengan bau alkohol yang terasa menyengat ini. Tapi, jika itu dapat membuat dia aman... Aku rela menahan perasaan muak yang semakin lama semakin menumpuk, hingga membuat diri ini ingin menangis.
"Sialan! Lepaskan aku, jalang!" Aku nyaris terjatuh kala tangan kekar itu mencoba untuk mendorongku.
Pertanda bahwa ia tak ingin aku sentuh.
Perkenalkan, dia Gojou Satoru. Dia suamiku. Dia pria yang menjadi suamiku karena perjodohan yang tujuannya sudah sangat jelas demi keuntungan semata. Meski begitu, dia tetap menjadi orang yang atensinya selalu aku cari.
Dia suamiku yang sangat aku cintai.
Sedikit fakta yang ku tau tentang pria ini. Mungkin salah satunya adalah fakta bahwa dia memiliki wanita yang ia cintai sebelum kami menikah.
Satoru sering mengutarakan tentang kecintaannya pada wanita yang dulu sangat ia harapkan menua bersamanya.
Wanita cantik yang sangat Satoru puja sebagai bidadari akhir hayatnya.
Katakan saja, bahwa kami berdua adalah korban dari keegoisan orang tua kami.
Dan, untukku? Tidak ada.
Aku hanya kepompong kosong yang diharuskan menurut tanpa boleh menyela atau menolak.
Aku memang mencintai Satoru, tapi hak mencintaiku sudah dicabut paksa oleh kehidupan gelap ini.
Tak apa.
・・・
"Satoru, hati-hati. Kau bisa terjatuh," cemasku.
Seperti hari-hari sebelumnya. Satoru yang meracau karena mabuknya, dan aku yang menjemput ke bar karena khawatir padanya.
Ya Tuhan, jika boleh jujur. Rasanya sakit sekali saat melihatnya seperti ini. Aku menyakiti relung hati terdalamnya. Aku menghancurkan semua angan-angan manisnya. Aku yang merengut cinta pertamanya.
"Berisik, Jalang! Pergi kau sana! Aku tidak butuh perusak sepertimu!!"
Bohong jika hatiku tidak sakit.
Sakit.
Hatiku sangat sakit.
Aku memegang dadaku perlahan. Menahan denyut perih yang merayap di dalam sana. Lalu, aku tersenyum getir.
Tak apa, aku sudah terbiasa dengan caci-maki yang terlontar ketika emosi yang seakan tak kunjung reda itu menghampiri dirinya.
Tak apa, aku sadar bahwa aku lah yang menyebabkan dirinya menjadi seperti ini.
Tak apa, aku tau bahwa sedari awal cinta itu memang bukan untukku.
Tak apa, itu sebuah kenyataan bahwa aku memanglah seorang perusak yang secara sembrono mengharapkan secercah cinta.
Tak apa, kedepannya aku akan lebih berjuang lagi untuk kita.
Demi keluarga kita, Satoru.
Maka dari itu, do'akan diriku agar terus kuat, ya?
☆
"It's okey, [Name]."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐇𝐎𝐌𝐄 ; g.satoru
FanfictionBagaimana denganku yang mengharapkan Rumah untukku pulang. Sementara, tidak ada kamu di dalamnya?