Naya segera turun setelah Raka memarkir mantap mobilnya. Mengikuti langkah lelaki itu masuk kedalam rumahnya. Terlihat Atha sedang duduk berpangku tangan, pandangan matanya kosong. Sampai-sampai kakak Raka itu tak sadar jika adiknya tengah berdiri didepannya.
"Kak. Maaf." Atha menoleh, lantas tersenyum kearah Raka yang kini menunduk. Naya dibelakangnya tersenyum.
"Maafin Kakak juga, datengnya telat." Atha sudah berdiri menggampiri adiknya. Lantas memeluk Raka. Raka balas pelukan dari saudaranya itu.
"Kakak nggak salah. Kakak nggak telat, tapi ayah yang pulangnya kecepetan. Jadi ayo kita hadapi sama-sama ya Kak." Naya dibelakang punggung Raka tersentuh kala kata barusan terucap dari bibir lelaki itu.
Atha mengangguk dipundak Raka. Ia bertekat untuk selalu ada disamping adik satu-satunya itu. Ia tak akan membiarkan siapapun menyakiti adiknya. Atha melepaskan rengkuhannya. Ia ganti menatap Naya yang masih setia menyunggingkan senyum meneduhkan itu.
"Rak, mandi abis itu makan. Kata El lo belum makan dari kemarin." Naya sudah mendorong pelan punggung Raka.
Raka mengusak pelan rambut Naya sebelum ia melangkahkan kakinya menuju kamar. Tinggal Naya dan Atha diruang tamu itu.
"Kak Atha, sini peluk adek." Naya sudah merentangkan tangannya. Atha langsung menghambur kedalam pelukan itu.
Atha sungguh menyayangi adik dari sahabatnya itu. Adik yang sangat disayangi sahabatnya dulu, dan sudah ia anggap adik sendiri. Yang dari 7 tahun lalu menghilang entah kemana. Setelah kejadian itu, ia tak pernah melihat lagi wajah wanita di dekapannya ini.
"Kakak beneran kangen banget sama kamu, Dek." Naya menepuk pelan punggung lelaki itu.
"Maafin adek ya Kak. Adek pergi nggak bilang-bilang Kakak dulu. Waktu itu adek bener-bener putus asa kak. Papa putusin buat kirim adek ke Kanada, bareng Oma sama Opa. Ternyata luka adek terlalu dalam Kak, Kanada belum bisa menutupnya dengan sempurna. "
Atha mengangguk pelan, ia tahu apa yang dirasakan Naya. Tapi yang lalu biarlah berlalu, kini yang terpenting adalah janjinya dulu kepada sahabatnya. Janji untuk selalu melindungi bidadari kecil itu. Janji untuk tidak akan pernah membiarkan wanita di dekapannya ini menangis. Kecuali menangis bahagia.
Tanpa kedua orang sadari, ada lelaki yang mendengar semua itu. Ia belum sempurna masuk kamar kala Naya menawarkan pelukan kepada Kakaknya.
🐭🐭🐭
Raka sudah makan, kini ia merebah disofa ruang tengah dengan paha Naya sebagai bantalannya. Naya fokus menonton kartun favoritnya. Apalagi kalau bukan si botak Upin Ipin.
"Nay." Panggil Raka pelan. Dan hanya dibalas deheman singkat Naya, tangan wanita itu mengelus pelan surai hitam Raka.
"Gue pengen cerita ke lo. Walaupun kita nggak terlalu deket, tapi gue beneran nyaman sama lo. Ucapan gue pas nganter lo pulang dulu, itu bukan bualan, Nay. Gue beneran butuh lo." Ucap Raka mengundang perhatian Naya.
Naya sudah memusatkan pandangannya pada Raka. Tatapan mereka bertemu. Ada ketulusan yang terpancar dimata lelaki yang kini masih merebah dipahanya itu.
"Terus kalo dimasa depan lo udah nggak butuh gue lagi, lo bakal pergi gitu aja Rak? Lo bakal pergi ninggalin gue yang udah jatuh ke elo?" Pelan ia balas ucapan Raka.
Raka tersenyum mendengarnya. Ia bahkan sama sekali tak ada fikiran akan hal itu.
"Gue nggak akan ninggalin lo Nay. Gue bisa janji akan hal itu. Lo itu ibarat charger dan gue ponselnya. Gue nggak bakalan bisa hidup tanpa lo. Dan gue udah yakinin itu." Jantung Naya berdegup cepat saat kata Raka masuk indra pendengaran nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUKA
Teen Fiction"Maaf Ayah, aku masih membenci mereka__" Sebuah luka masa kecilnya, menjadikan dirinya seseorang yang membeci lawan jenisnya. Benci. Kecewa. Dan dendam. Mengaduk menjadi satu dalam hatinya. Apakah ia akan berdamai dengan mereka? Atau malah membeci...