Lelaki itu masih tetap dengan senyumannya, namun tak lama karena dia segera merubah ekspresi wajahnya menjadi datar.
Menggeleng sejenak, lalu membawa tungkainya kembali bergerak untuk menuju kelasnya. Tangannya dimasukkan ke dalam saku celana, berjalan santai sambil sesekali melirik para siswi yang melihat ke arahnya.
Anak pikirannya masih sepenuhnya dikuasai oleh seorang gadis yang beberapa saat lalu telah membantunya. Lagi. Entah apa yang ada dipikiran gadis itu sampai-sampai dia kembali melakukan hal yang sama untuk menyelamatkannya.
Apa mungkin dia suka sama gue ya? Tanyanya dalam hati yang kemudian segera di lenyapkan dalam sekejap.
Apaan sih Kennard. Batinnya ikut berperang dalam pemikirannya.
Tapi kenapa dia nolongin gue? Toh juga kalo gue di DO, ga ada hubungannya sama dia. Hatinya kembali menyuarakan pendapat baru. Kali ini, pertanyaannya sendiri lah yang membuatnya bingung dan terheran-heran.
Kennard lalu menghela napas panjang. Berusaha membuang segala pemikiran-pemikiran aneh yang lewat dalam benaknya. Pemuda itu sampai tak sadar bahwa langkahnya telah sampai di tempat tujuan.
Hingga wajahnya yang datar kembali berekspresi. Bukan senang atau sedih, tetapi emosi yang tersirat dalam pandangannya kepada sesosok gadis di hadapannya.
"Ken, muka lo kenapa?" Tanya Indry dengan raut wajah khawatir.
Kennard tak menjawab, bibirnya terkatup rapat dengan tatapan matanya tajam menusuk pandangan Indry.
"Gue obatin ya lukanya? Kalo di diemin nanti makin parah loh, bisa-bisa infeksi." Ucapnya seraya mengamit lengan Kennard.
Berusaha sekuat tenaga agar egonya tidak runtuh hanya dengan melihat mata nyalang lelaki itu.
"Minggir!" Ujarnya singkat, jelas dan tegas. Gadis di sampingnya merasa bergetar, takut dengan desisan tajam Kennard yang begitu mengerikan.
"Oy bro, gimana tadi? Aman?" Erzhan segera menghampiri tempat duduk Kennard begitu pemiliknya sampai. Tidak ketinggalan dengan Gentala.
"Hampir. Hampir gua di keputusan akhir kalo aja cewek itu ga nolongin gue." Katanya sambil menghela napas antara lega dan pasrah.
"Cewek siapa si yang nolongin lo? Mimi peri?" Kali ini giliran Gentala yang bersuara.
Erzhan segera menoyor kepala temannya dan mendapatkan balasan yang sama dari pemuda itu.
"Ayu Ayu gitu lah namanya. Gue juga ga kenal sama dia."
"Erzhan darah tinggi mulu kalo sama gue. Heran."
"Yang ada gue yang heran sama lo! Ga ada serius-seriusnya lo jadi manusia!" Saut Erzhan emosi.
"Yaelah, lagian juga kalo dia di DO ya tinggal keluar. Cari sekolah laen, gampang. Dikeluarin dari sekolah berasa dikeluarin dari KK anying, bikin gembel, bikin stress. Bawa enjoy aja, ga usah depresi gitu." Gentala membalas dengan santai, seolah di Drop Out dari sekolah bukanlah hal besar baginya.
"Tapi kalo lo yang di DO, udh pasti lo dikeluarin juga dari KK! Mikir dong!" Erzhan membalas dengan tangannya yang juga ikut menuding kepala Gentala.
Pemuda itu mengangguk-angguk setuju, lalu berkata "bikin keluarga kecil dulu berarti, biar bisa punya Kartu Keluarga sendiri," dan menekan kata 'keluarga' di akhir kalimatnya.
Baru saja Erzhan ingin membalas, tetapi bel masuk lebih dulu berbunyi mengintrupsikan para siswa-siswi untuk kembali ke kelas dan melanjutkan pembelajaran.
Sementara itu, tiga orang siswi masih berkumpul di meja temannya.
"Di tonjok siapa lo, sampe dower gini bibir lo? Kennard? Juan? Siape?" Tanya salah satu dari mereka bernama Gea.
Ayu menggeleng lalu berucap, "Santai, udah ga begitu sakit kok. Tinggal bengkaknya doang ini," guna meyakinkan kedua temannya agar tidak khawatir.
"Kennard? Fix dia. Siapa lagi cowok paling berandal di sini?" Aulia ikut memberi kompor untuk menjawab pertanyaan Gea.
"Wah wah, parah sih. Pengen gue kasih pelajaran, tapi pasti dia bisa belajar sendiri. Ga usah deh."
"Ih bangke. Ga gitu, goblok!! Harusnya gini, pengen gue kasih pelajaran ke dia, tapi guenya takut bermasalah sama dia-" belum sempat Aulia menyelesaikan kalimatnya, Gea terlanjur memotong dengan geramnya.
"Ga begitu juga Liaaa! Masa iya mau ngasih pelajaran tapi takut! Cemen banget lo." Gea berucap sambil menahan gemas.
"Daripada ngasih pelajaran ke orang lain, mending ngasih pelajaran ke otak sendiri. Ini otak masih pada kosong, hayuk lah belajar." Ayu akhirnya ikut antisipasi dalam debat keduanya.
Berujung pada mereka bertiga terduduk manis di tempat masing-masing. Menunggu sang ketua kelas memanggil guru untuk mata pelajaran selanjutnya.
Detik demi detik berlalu dengan begitu melelahkan. Berganti menjadi menit kemudian jam, hingga akhirnya tiba lah saatnya mereka untuk bersorak gembira.
Bel pulang sudah dikumandangkan, membuat rona bahagia segera tercipta dari wajah-wajah muram yang suntuk akan pelajaran selama berjam-jam lamanya.
Sahut menyahut salam dari berbagai kelas untuk guru mereka sebelum semua pintu terbuka lebar-lebar. Bagaikan sarang lebah yang terpecahkan, semua murid berhamburan keluar dari kelasnya masing-masing. Memadati lorong-lorong koridor yang menghubungkan setiap kelas menuju pintu gerbang utama.
Seperti biasanya, Ayu dan kawan-kawan baru akan keluar kelas ketika keadaan kelas dan koridor sudah mulai lengang. Ketiganya hanya malas berdempet-dempet seperti lautan manusia yang berdemo untuk keadilan negri ini. Percuma! Toh semua siswa juga akan tetap bisa sampai di rumah masing-masing.
"Gue duluan guys" Ayu melambaikan tangannya kepada mereka. Bersiap memasuki mobilnya.
"Oke. Babay!" Aulia balas melambaikan tangan begitu juga dengan Gea.
"Jangan lupa obatin lukanya ya mbak!" Peringat Gea pada temannya. Ayu pun mengangguk kecil tanda mengiyakan.
Kennard tiba di parkiran tepat setelah kepergian Ayu dan kedua temannya. Matanya menelisir di bagian motor. Hanya tersisa beberapa motor di sana dan seharusnya itu memudahkannya untuk menemukan motor miliknya. Namun berkali-kali dia meneliti, motornya masih tidak kunjung hadir dalam pandangan.
"Anjir! Motor gue kemana ini?! Kok ilang?!" Kennard lenyap dalam kepanikannya karena tak kunjung menemukan ujung knalpot motornya.
"Siapa yang ngambil motor gue asw!! Awas aja, ketemu abis sama gue tu orang!!" Kennard mencak-mencak sendiri di parkiran yang sepi.
"Mentang-mentang motor gue cakep, mahal, bodi kinclong, mesin mulus, knalpot bagus, maen ambil-ambil ae tu maling!!"
Iya tau, ini memang bukan tipe Kennard banget ngomel-ngomel begitu. Tapi masalah ini bersangkutan dengan motor kesayangannya. Jadi tolong maklumi Kennard yang sekarang.
"Telpon Gentala lah minta jemput. Erzhan aja, masih warasan dikit." Ucapnya sebelum mendial nomor seseorang di tangannya.
Telponnya terhubung dan Kennard pun berjalan menuju gerbang sekolah. Erzhan tidak menjawab panggilannya, mungkin karena memang lelaki itu sedang di jalan.
Kalut dalam kebingungan, tangannya kemudian di sandarkan pada gerbang yang setengah terbuka. Otaknya kembali memutar memori kejadian pagi tadi. Saat dirinya telat mengikuti upacara dan Bimo yang menjadi satpam sementara yang berjaga di sini.
"Lah, tadi pagi motor gue di parkir di warung. Ngapain gue nyariin di parkiran anjrit?" Kennard mengacak rambutnya sebentar.
Langkah kakinya menuju warung kecil tempatnya memarkir motor sembarangan.
Begitu sampai, seorang bapak-bapak pemilik warung sedang duduk sendirian di teras. Melihat itu, Kennard berinisiatif membeli sedikit dagangannya.
Pemuda itu tersenyum ke arah si bapak penjual kemudian membeli beberapa ciki murah. Beliau masuk ke dalam untuk mengambilkan plastik.
Saat selesai, Kennard segera memberikan uang besar kepada penjual tersebut.
"Kembaliannya buat bapak aja."
"Makasih banyak ya dek." Kennard tersenyum lalu mengangguk. Tak lupa berterimakasih karena sudah menjaga motornya selama dia sekolah.
Lalu, pemuda itu bergegas pergi dari sana untuk pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Kennard
Novela JuvenilDia Alana gadis cantik, imut dan menggemaskan, memiliki segudang prestasi di sekolah nya. Berbeda dengan seorang laki-laki bernama Kennard, selalu membuat onar dan bahkan sering membuat rusuh di sekolah. "Lo itu rumah bagi gue. Gue gamau kehilangan...