CHAPTER 22
GOOD NIGHT, PRINCESS
Kara dan Emmy disambut suara isak tangis yang sangat kentara dari pintu masuk saat mereka kembali ke unit apartemen yang Kara tinggali. Sambil masih memapah Emmy, perempuan itu membawa langkah mereka masuk lebih dalam menuju pusat suara. Begitu mengetahui apa yang terjadi, kedua bola mata Kara seketika terbelalak lebar.Suara isakan itu berasal dari Delilah yang duduk di atas sofa seraya memeluk kedua lututnya sendiri. Naren yang berada di sisinya berusaha menenangkan gadis itu dengan mengusap-usap punggungnya. Sementara Ben berdiri di hadapan keduanya dengan ekspresi kebingungan. Sebelah telapak tangannya berada di balik tengkuknya.
Pupil Kara kian melebar kala dia menjatuhkan tatapannya pada permukaan coffee table. Di atas meja itu terdapat dua puluh seloki. Sepuluh buah berada di salah satu ujung meja yang ditata menjadi segitiga, sepuluh sisanya terletak pada ujung meja lainnya dan ditata dalam posisi serupa. Tujuh dari sepuluh seloki di sisi kiri tampak kosong, sedangkan sisanya berisi cairan bening. Sementara di sisi kanan, hanya dua seloki saja yang terlihat kosong. Di tengah meja berkaki rendah itu terdapat sebotol vodka yang sudah berkurang isinya, yang Kara yakin merupakan asal cairan dari seloki-seloki yang masih terisi. Sebuah bola pingpong berwarna oranye tergeletak di samping botol itu.
Kara menatap tajam Ben yang menunjukkan mimik bersalah di wajahnya begitu dia melihat perempuan berkacamata itu sudah kembali ke unit yang mereka tempati bersama Emmy.
"What the hell happened here? And Why is she crying like that?" tanya Kara setelah mendudukkan Emmy di atas salah satu armchair di ruangan itu. "You better have some good explanations, Benjamin."
"Gue akan jelasin. Lo tenang dulu, oke?" pinta Ben.
"Gimana gue bisa tenang sih? Gue cuma keluar sebentar. Dan waktu balik, dia jadi kayak gini? Ini juga." Kara menunjuk seloki-seloki yang berada di atas meja. "Yang kosong ini siapa yang minum?" tanya perempuan itu. "Jangan bilang kalau..."
"Hmm... Itu... Hmm..." Ben mengusap tengkuknya beberapa kali, gestur yang selalu muncul darinya tiap dia merasa bersalah.
Hal itu membuat Kara menatap tujuh seloki kosong pada ujung kiri meja dan Delilah secara bergantian sebelum menjatuhkan satu pukulan di tubuh Ben. Laki-laki itu meringis dibuatnya, namun tidak berusaha untuk membalas atau protes.
"Lo ngapain sih, Ben? Apa ini salah satu ulah iseng lo lagi? Your way to step in or whatever it is, huh? Lo ini..."
"I can explain, okay?" tukas Ben.
"Then explain!"
"Ya lo diam dan tenang dulu bisa nggak?"
Kara menatap Ben tajam. Dia lalu mengambil satu helaan napas panjang sebelum berujar, "Fine. Now explain."
Perempuan berkacamata itu sudah akan menghampiri Delilah. Namun Emmy menahan lengannya. Dengan satu tarikan singkat, dia membuat Kara terduduk di atas lengan armchair yang dia duduki.
"Tenang dulu, Ra. Tenang," ucap Emmy sembari menepuk-nepuk pelan bahu Kara.
Perempuan yang ditepuk-tepuk bahunya itu melipat kedua lengannya di depan dada. Ditatapnya Delilah yang masih larut dalam sedu sedannya. Gadis itu seolah tidak menyadari keberadaan orang lain di ruangan itu, termasuk Naren yang sejak tadi berada di sisinya untuk menenangkannya.
Mendadak Kara didera rasa sesal. Kalau saja tadi dirinya tidak mengikuti keinginan Emmy untuk pergi ke atap, mungkin gadis itu tidak akan menjadi seperti sekarang ini.
"Lila was sulking when you and Emmy left." Ben mulai menjelaskan. "Dia sudah mau pulang, tapi gue tahan. Gue tau lo akan ngomelin gue kalau gue sampai biarin dia pulang sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
WRAPPED AROUND YOUR FINGER
RomantiekDelilah pernah dipertemukan dengan seorang malaikat saat usianya sepuluh tahun. Pertemuan yang hanya berlangsung kurang dari tiga puluh menit itu terpatri erat dalam benaknya selama bertahun-tahun. Bagaimana bisa dia melupakan orang yang pernah meng...