Pertemuan

100 54 24
                                    

Pliss tinggalkan jejak petualang kalian dengan; vote and komen disetiap paragraf, jngan sider yaa🌹

🌼

Menjadi anak sulung apa semenyakitkan ini? Selain kasih sayang yang harus terbagi dia juga harus banyak mengalah untuk kesenangan adiknya.

Satu lagi Liora bahkan harus mengalah demi orang tuanya, bukan mengalah, lebih tepatnya mengikuti setiap kata yang keluar dari mulut Tama dan Evi.

Kehidupan gadis cantik itu berjalan dibawah kuasa orangtua nya tanpa boleh bernegosiasi. Mungkin kasus ini sama seperti sekarang

Liora, gadis itu sedang menuruni anak tangga, lagi lagi ia menghela napas kasar, seberat ini kehidupannya, sebesar ini ujiannya dan sesayang ini Tuhan padanya.

Di ruang tamu sudah ada Tama, Evi Gressa, sahabat dari orangtuanya dan laki laki yang Liora yakini akan dijodohkan dengannya.

See! laki laki itu sangat menarik perhatiannya, sungguh, air wajahnya yang datar tidak bisa ditebak, apakah ia menyetujui perjodohan ini atau tidak Liora tidak tahu. First imperssion Liora; Aidan adalah laki laki cuek dan irit bicara.

Orangtua Aidan dan Liora sedang menentukan tanggal pernikahan anak mereka, tentu saja tanpa persetujuan dari Liora, cih apa guna nya dia hadir disini.

Vera tersenyum hangat ke arah Liora, gadis yang akan menjadi anaknya juga nanti.

"Seperti yang Bunda dan ayah bicarakan, perjodohan ini tidak bisa dibatalkan. Kalian akan tetap menikah," ucap Tama mengawali obrolan melirik Liora dan Aidan bergantian.

"Kita sepakat acara pernikahan Minggu depan." Putus Adam___ Papah Aidan membuat Aidan dan Liora kompak melotot

Awalnya mereka biasa saja tapi mendengar kata ' Minggu depan' membuat mereka resah, ini sangat mendadak.

Liora dengan susah payah mengontrol ekspresi wajahnya, "Apa gak ada waktu buat Aidan dan Liora saling mengenal?"

Sempat terjadi keheningan disana sebelum akhirnya Evi menggeleng tegas,

"Gak bisa, Liora! ini bukan lagi sesi jualan baju, gak ada tawar menawar, menurut kami saling mengenal satu sama lain diantara kalian kan bisa setelah menikah." tegas Evi dan tidak bisa dibantah

"Kami tidak bisa banyak menunda, karna kami ingin hidup tenang dengan memenuhi semua janji," ucap Adam meminta pengertian

Setelah memberikan wejangan kepada dua manusia, lebih tepatnya kepada Liora, Keluarga Adam berpamitan untuk pulang.

Aidan mengikuti kedua orangtua nya, menyalami Tama, Evi dan Calon istrinya mungkin,

Sebelum Aidan benar benar meninggalkan Liora ia  sempat berbisik, "Jangan merasa paling tertekan."

Benar, toh bukan Liora saja yang menderita disini, Aidan juga tapi Aidan tetaplah anak yang berbakti, ia akan berusaha memenuhi keinginan orangtuanya selagi itu baik.

🌼

Plakk

Panas menjalar di pipi Liora, sudah diduga jika membantah pasti berujung  seperti ini.

Matanya memanas, dia lelah, bukan hanya lelah dengan kehidupannya tapi lelah dengan orang orang disekelilingnya.

"Disini aku yang mau jalanin hubungan kan, yah? knpa kalian ga ngasih kesempatan buat aku milih?

"Kalian emang selalu begini, jadiin aku robot kalian, ini itu yang keluar dari mulut kalian harus aku lakuin tanpa ngerti kalo aku gak suka sama pilihan kalian!"

Hatinya mencelos mengingat bagaimana otoritas nya seorang Tama,  bagaimana ketidak Adilan kedua orangtuanya. air matanya luruh, untuk pertama kali nya Liora menangis dihadapan orangtuanya.

"Liora muak sama sikap kalian!" dengan tanpa sadar ia berteriak didepan orangtuanya.

"Hey! rendahkan oktaf suaramu!  tidak sopan"

"Bunda gak pernah ngajarin kamu kaya gitu."

Liora tertawa hambar, tangannya ikut bermain menjambak rambut, "sopan? Kalian bahkan gak pernah ajarin Liora sopan santun, iya, Bunda gak pernah ajarin aku. gak pernah, Bunda.

kalian terlalu sibuk ngurus gressa yang selalu sakit-sakitan, tanpa sadar ada kasih sayang yang semakin memudar, ada perhatian yang gak pernah aku dapetin lagi! apa aku harus penyakitan juga biar kalian perhatian sama aku?"

"Aku juga anak kalian tapi kenapa aku diperlakukan beda? Ini gak adil buat aku!" teriak Liora diakhir kalimatnya.

"hey! Semua yang kami lakukan itu yang terbaik buat kamu, Liora! mengerti dan tinggal ikuti apa yang kami perintah!" tanpa sadar Evi menjambak rambut Liora

Liora meringis. jambakan Evi Semakin kencang, ternyata air mata Liora tidak akan membuat hati Tama dan Evi tersentuh.

🌼

"Pipi Lo biar dikompres dulu kali, Ra," titah kiara.

Liora mengacak rambutnya prustasi, acara tidur terusik karna suara cempreng Kiara, "udah ke 999 lo ulangin kata kata yang sama, Ki. jangan dulu banyak ngiming deh, lo! puyeng pala gue"

"Liora," geram Kiara, "obatin atau lo pergi dari rumah gue?" ancam Kiara dengan smirk nya.

"Lo tega ngusir gue?"

"shiitt, Jangan sampe gua harus teriak teriak dong, Ra. Anak gue lagi tidur, plisslah,"

"iya iya, kompresin orang mah"

"Hidih, kompres sendiri sana!"

Ck! dengan hati yang dongkol gadis itu pergi menuju dapur menyiapkan peralatan untuk mengompres, dia sudah hapal dimana letak circle perwadahan,  jelaslah.

Walaupun ini rumah Kiara tapi ini adalah tempat ternyaman untuk Liora pulang.

Setelah selesai dengan urusannya didapur Liora kembali ke ruang tamu dengan membawa baskom berisi air hangat, ia duduk disebelah Kiara yang sedang menonton tv membuat Kiara menoleh,

"Jadi apa yang bikin om Tama nampar Lo?" intimidasi Kiara, pasalnya tadi ketika Liora datang gadis itu malah langsung tidur tanpa mau menceritakan apa yang terjadi.

"Minggu depan gue mau nikah," jelasnya begitu singkat

Kiara hampir saja tersedak popcorn yang sedang ia kunyah, "jangan ambigu dong Ra, masa cuma karna Lo mau nikah om Tama ngamuk."

Liora mendecak sebal dengan Kiara sudah mengganggu, banyak tanya lagi, "gue dijodohin terus mereka nentuin buat gue nikah Minggu depan dan__"

"Dan Lo ngebantah," potong Kiara melanjutkan lalu mereka tertawa, menertawai kehidupan Liora yang sangat mengenaskan ini.

🌼

Kurang panjang gak sih?
Kurang panjang ya?
.
.
.
.
.


Visual nyusul ya👉👈

Aidan's LioraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang