Agung: Guru Olahraga

16.6K 70 0
                                    

Namaku Dinda. Anak kelas 12 SMA di Jakarta. Hari ini adalah hari jumat dimana pelajaran olahraga bersama Pak Agung adalah pelajaran pertama. Pak Agung adalah guru yang masih tergolong baru mengajar di SMA-ku. Usianya pun masih relatif muda, 26 tahun. Tidak heran apabila Pak Agung menjadi salah satu guru favorit siswi-siswi di sekolahku ini, termasuk aku. Selain kepribadiannya yang baik, ramah, dan peduli, Pak Agung juga memiliki perawakan yang sangat menawan. Wajahnya tampan dengan bulu-bulu halus di sekitar rahang dan dagunya. Tubuhnya sangat tinggi, bahkan tinggiku hanya sedadanya saja. Otot tangannya terlihat sangat besar. Belum lagi dengan bahunya yang lebar dan juga dadanya yang sangat bidang. Semuanya membentuk dengan jelas dan padat di kaos sempitnya. Namun, yang paling menarik adalah tonjolan yang selalu dipamerkannya. Celana jogger abu-abu khas Pak Agung setiap mengajar selalu mencetak dengan jelas bagian senjatanya.

Awalnya hari ini kami satu kelas berolahraga dengan biasa, sampai akhirnya aku pingsan karena kelelahan. Pak Agung kemudian membawaku ke UKS dan dia menelpon orang tuaku untuk menjemputku pulang. Sesampainya dirumah, aku berniat mengucapkan terimakasih kepada Pak Agung. Aku mengirim pesan kepadanya melalui nomor yang aku dapatkan dari hp orang tuaku. Aku tidak menyangka bila Pak Agung akan membalas pesanku. Bahkan kami sedikit melanjutkan bertukar pesan hingga ke whatsapp. Dari pesan-pesan Pak Agung aku dapat menilai kalau dia adalah orang yang benar-benar sangat baik dan peduli, meskipun rasanya kebaikan tersebut bukan kebaikan yang seharusnya diberikan oleh seorang guru laki-laki kepada siswinya.

Selanjutnya saat malam tiba, aku dan seorang teman lamaku pergi ke sebuah bar di pusat kota. Betapa terkejutnya aku saat bertemu dengan Pak Agung di bar ini. Rasanya begitu aneh bertemu dengan seorang guru di tempat yang tidak seharusnya dikunjungi. Tapi karena aku melihat Pak Agung pun merasakan hal yang sama, Pak Agung akhirnya menawarkan aku dan temanku untuk bergabung dengannya dan juga teman-temannya. Jujur saja, Pak Agung tidak terlihat sama sekali seperti seorang guru saat ini. Apalagi teman-temannya juga memiliki perawakan yang beda tipis dengannya. Seolah-olah ini adalah tongkrongan anak kuliahan seperti biasanya. Bahkan Pak Agung saat ini memintaku untuk memanggilnya dengan sebutan nama saja dan mengenalkanku pada teman-temannya sebagai seorang teman. Meskipun usia kami terpaut jauh, teman-temannya tetap mempercayai hal tersebut mengingat wajah Pak Agung sendiri yang memang masih terlihat sangat muda.

Saat sedang menikmati musik dan minuman, temanku tiba-tiba harus kembali karena pacarnya menyuruh pulang. Aku bingung harus bagaimana karena aku memiliki rencana untuk menginap di rumahnya. Namun di sisi lain, aku tidak enak dengan Pak Agung apabila harus mendadak meninggalkan bar ini. Aku juga masih ingin menikmati momen yang tidak mungkin terjadi lagi ini. Akhirnya aku memutuskan untuk menetap dan temanku meninggalkan bar.

Setelah beberapa jam menikmati musik dan minum, aku merasa sangat pusing. Aku benar-benar sudah mabuk saat ini. Karena Pak Agung merasa aku adalah tanggung jawabnya, Pak Agung kemudian berpamitan kepada teman-temannya untuk mengantarku pulang. Namun, aku meminta Pak Agung untuk tidak mengantarkanku pulang saat dia menanyakan alamat rumahku. Bukan tanpa alasan aku melakukannya, tapi karena aku sudah memberitahu orang tuaku akan menginap di rumah temanku, ditambah lagi dengan kondisiku yang saat ini sedang mabuk berat, pulang ke rumah bukanlah hal yang bijak untuk dilakukan. Aku sudah tidak tau lagi apa respon Pak Agung saat ini ketika aku memintanya untuk tidak mengantarku pulang, aku sudah sangat mabuk hingga aku tertidur tidak sadarkan diri.

***

Aku terbangun dari tidurku. Aku rasa ini sudah pagi. Aku melihat sekelilingku dan aku sadar bahwa ini bukanlah kamar yang aku kenali. Sangat asing sekali. Aku mencoba mengingat. Astaga, betapa bodohnya aku saat ingat kejadian tadi malam. Dimana lagi aku saat ini kalau bukan di kamar Pak Agung. Jantungku rasanya berdebar sangat cepat dan tidak henti-hentinya aku memaki diriku sendiri.

Para Pejantan (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang