"Kala."
Panggilan tanpa nada itu berhasil membuat tubuh Caraka menegang.
"Hm?" Caraka menyahut tanpa berbalik badan. Bisa gawat jika sahabatnya itu melihat kondisi wajahnya saat ini. Ia dipastikan akan diceramahi habis-habisan.
Elara tidak suka dirinya terluka.
"Berantem lagi?" Kini suaranya merendah. Elara menarik lengan Caraka agar menghadapnya, tetapi sia-sia karena laki-laki itu tetap tak bergerak sedikitpun.
"Kalaaa," Dengan berat hati Caraka berbalik.
Caraka mengusap tengkuknya, memamerkan senyuman dengan deretan gigi putih yang berbaris rapi saat Elara menatapnya sebal.
Elara menghela nafas lelah saat mendapati luka lebam dipipi kanan, darah kering di tulang hidung juga luka sobek disudut bibir Caraka.
"Gak sakit kok, sumpah." Caraka mengacungkan dua jari dengan ekspresi meyakinkan.
Dengan gerakan tak terduga, Elara menekan luka lebam dipipi Caraka membuat laki-laki itu meringis sakit.
"Gak sakit, huh?" Tanpa mendengar gerutuan laki-laki itu lebih lanjut, Elara menarik tangan Caraka menuju ruang kesehatan.
"Gak usah Ela, nanti juga sembuh sendiri."
"Diem gak? Mau aku sumpel mulutnya?" Ancaman yang berhasil membuat Caraka bungkam. Tapi setelah itu sebuah senyuman terukir manis dibibir Caraka. Membuat Ela kesal adalah salah satu kegiatan favoritnya, karena perempuan itu terlihat menggemaskan saat kesal.
Elara berusaha keras menyeret tubuh raksasa Caraka. Tinggi tubuhnya hanya sebatas leher laki-laki itu. Jadi, bisa dipastikan dirinya sangat kesusahan.
Elara berhenti sejenak, mengusap peluh yang mengucur di dahinya. Ia berbalik.
"Kalaaa, jangan diberat-beratin, ish!" Kesal Elara. Membuat Caraka tergelak.
"Iya, iya, nona Ela." Menepuk pucuk kepala Elara sesaat, lalu memimpin langkah sembari menggenggam tangan mungil Elara.
•
"Rak, lo dipanggil Bu Gani suruh ke ruang BK." Kelas yang tadinya gaduh seketika hening. Menatap laki-laki berkacamata yang berdiri diambang pintu.
"Oke, makasih infonya." Caraka beranjak dari duduknya.
"Gue pergi bentar," Pamitnya pada Elara, perempuan itu hanya mengangguk pelan.
Sepersekian detik, Elara melihat tangan Caraka mengepal sebelum benar-benar meninggalkan kelas.
Caraka sampai di sebuah ruangan yang melegenda bagi siswa-siswi bermasalah di SMA Nareswara.
"Caraka silahkan duduk." Caraka mengangguk.
Matanya sempat bersitatap dengan netra gelap sang rival, Caraka mendengus. Mereka duduk bersampingan.
Wanita paruh baya dengan rambut disanggul tinggi yang menjadi ciri khasnya itu berdehem. Menatap dua siswa yang berpenampilan sangat berbanding terbalik.
"Kalian ini sudah kelas dua belas. Apa ibu perlu mengulanginya? Kalian sudah kelas dua belas. Bukan waktunya lagi untuk main-main."
"Kalian seharusnya sibuk mempersiapkan diri menghadapi ujian, bukannya berlomba mengisi nama dibuku pelanggaran."
"Memberi contoh yang baik untuk adik-adik kelas kalian-----blablablabla"
Sekitar tiga puluh menit diberi wejangan, mereka akhirnya diizinkan untuk meninggalkan ruangan.
"Auriga, rapihkan seragam mu." Laki-laki dengan seragam polos tanpa logo sekolah itu berdecak, merapihkan seragamnya ke dalam celana secara asal. Kemudian meninggalkan ruangan tanpa sepatah kata pun.
Bu Gani menggeleng tak habis pikir.
•
Tuk tuk tuk
Elara menghentikan aktivitas membacanya saat mendengar jendela kamarnya diketuk dari luar.
Ia sedikit menyingkap tirai, mendapati Caraka yang tengah melambai memberi kode untuk menghampirinya.
Kamar Elara terletak di lantai dua, balkon kamarnya berseberangan dengan balkon kamar Caraka karena rumah mereka saling bersebelahan.
"Selamat malam, nona cantik." Elara tersenyum menanggapi.
Bagi Caraka, Elara dengan piyamanya terlihat berkali-kali lipat manisnya.
Mereka kini tengah berada di balkon rumah Elara. Sebuah kebiasaan yang tanpa disadari menjadi rutinitas malam mereka berdua.
Mereka akan menghabiskan waktu satu sampai dua jam hanya untuk berbaring menatap langit malam yang terkadang dihiasi kerlap kerlip bintang. Berbincang dan saling membagi cerita.
Sederhana, tapi begitu berarti karena dari situlah mereka saling mengerti dan memahami.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Universe
Teen FictionElara Andromeda adalah definisi sempurna bagi seorang Caraka Niskala. Semua hal tentang perempuan itu selalu berhasil membuatnya hanyut dalam pesona. Caraka selalu bertanya dalam benaknya. Bagaimana bisa hanya dengan melihat senyum kecil yang terb...