Pemandangan lampu-lampu yang menyebar ke penjuru kota, selalu menghiasi kala waktu ini. Meskipun langit berwarna hitam, dan tidak secerah di kala pagi, suasana ini justru menjadi waktu kebahagiaan untuk banyak orang tuk menikmati kebebasan.
Di malam hari ini, Satria pulang lebih awal dari biasanya. Di samping itu, ia sudah memiliki niat untuk memanfaatkan waktunya bersama sang putri. Hah, ia bahkan sampai lupa kapan dirinya memiliki waktu berdua bersama anaknya sendiri.
Di atas sana, Keisya menuruni anak tangga dengan membawa aura yang sungguh berbeda.
Satria sampai bangun dari sofa ruang tamu melihat sosok anak perempuannya.
Hah, dia ini mirip sekali dengan mamahnya.
Satria dibuat tersenyum olehnya."Pah," Keisya terheran ada apa Papahnya sampai begitu memperhatikan wajahnya sejak tadi.
"Oh! Iya, Nak. Ka-kamu udah siap pergi sekarang?" Satria malu sendiri seraya salah tingkah mencari kunci mobil di meja ruang tamu.
"Em, udah, Pah." Keisya sedikit merapihkan pakaian dress. Keisya menyukai pakaian ini, karena terlihat modis dan tetap santai, apalagi pemberian dari mediang Mamahnya.
"Yuk!" Satria berjalan menuju pintu luar.
Keisya mengikuti di belakangnya.
Malam yang ramai ini, Satria dan sang putri menuju restauran berbintang di kota ini. Dengan senang hati, ia pun menerima ajakan dari Papahnya. Kapan lagi coba ia seperti ini? Papahnya yang setia mengabdi pada negara, dan dirinya yang sibuk mempersikapkan ke lulusan sekolah, mempertipis waktu bersama antar keduanya.
Selama perjalanan, Keisya terus memandangi pemandangan yang terlintas di kaca mobil. Sesekali pun, ia menghembus nafas panjang dengan diakhiri senyuman kecil.
Di waktu seperti sekarang, Keisya hanya bisa bersyukur dengan apa yang telah terjadi pada hari ini.
Hah
Bagaimana ya mengungkapkannya. Ini terlalu bahagia untuknya. Hem, sudahlah. Biar dirinya sendiri yang mengerti kebahagiaan ini.
Keisya menolehkan kepalanya kepada Papahnya dengan senyuman.
Otomatis, Satria pun jadi terikut menoleh kepada putrinya.
Satria melihat senyuman tersirat itu. Meskipun ia tak tahu arti senyumannya, ia membalas dengan hal yang sama yaitu, senyuman.
Keisya tertawa kecil.
Mobil terus melaju di keramaian jalan kota Jakarta.
30 meter di depan sana, terpampang plang merah bertulisan Pertamina. Satria pun menyalakan sein kiri sebagai aba-abanya berbelok.
Mobil BMW hitam itu mulai memasuki area pom bensin dan mengantri di barisan golongan Pertamax Plus.
Mobil Satria berhenti menunggu mobil di depannya sedang mengisi bensin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Insya Allah Sholihah ✅
Fiksi Remaja"Mengejar cinta? Bukan saatnya membuang waktu percuma. Gw akan terus mengejar Dia, Dia dan Dia Sang Maha Cinta." -Keisya Maharani Audya Ini, cerita seorang remaja biasa. Ketika sebuah cobaan datang, membuatnya tersadar akan posisinya. Segala upaya...