Ragafa berdecak sebal saat jendela kamarnya dilempari sesuatu dari luar. Laki-laki itu melangkah dan membuka jendela. Ia menatap datar Yorala yang tengah nyengir padanya.
“Gak malem, gak siang, lo kenapa, sih, muncul mulu di depan gue?!” runtuk Ragafa.
“Yora, ‘kan, khawatir sama Raga,” Yorala memasang wajah sedihnya. “Raga kenapa gak sekolah?”
“Gue males liat lo.”
“Jangan gitu, Raga ....” gumam Yorala. “Kalo nanti Raga tiba-tiba kangen sama Yora, terus Yora udah gak peduli sama Raga, gimana?”
“Gak perlu mikirin itu.” ujar Ragafa. “Gue bisa pastiin kalo gue gak bakal kangen sama lo.”
Yorala berusaha tersenyum. Ia menaikkan kepalanya, menatap langit malam yang terlihat indah di sana.
“Raga,” panggil Yorala. Ragafa pun melipat tangan di dada. “Di sana ada bintang Tuhan.” Ia menunjuk langit dengan tatapan berbinarnya.Ragafa mendelik. “Terus ..?!”
Yorala menatap Ragafa dengan penuh senyuman. Ia meletakkan jari telunjuknya di dada, membuat Ragafa menatap dengan kedua sudut matanya.
“Di sini ....” Yorala tidak memalingkan wajahnya dari laki-laki itu. “Ada bintang Raga.”
“Gue lebih suka jadi bintang di langit daripada jadi bintang di hati lo.”
Brak!
Ragafa menutup jendelanya. Yorala pun berdengus, lalu mengangkat sudut bibir kanannya.
Gue doain, semoga lo cepet jadi bintang di langit, Ragafa!
Yorala langsung memasang wajah semringahnya. “RAGAAAA!”
Mendengar teriakan Yorala, Ragafa pun menutup telinganya. “Berisik banget, sih!”
“YORA BAKAL TERUS TERIAK KALO RAGA GAK BUKA JENDELANYAAA!”
Ragafa bangkit dan kembali membuka jendel. “Lo bisa ngotak, gak, sih?!” kecamnya. “Ini tuh malem! Lo teriak-teriak kayak gitu, ganggu orang yang lagi tidur tau, gak?!”
“Salah Raga sendiri malah nutup jendelanya!” Ia menjulurkan lidahnya.
“Masuk, gak, lo!” titah Ragafa.“Raga, besok sekolah, ya! Yora jadi gak mau sekolah kalo gak ada Raga ....” Yorala menghiraukan perintah Ragafa.
Melihat Ragafa yang hendak berbalik lagi, Yorala pun langsung bersuara. “Raga!” teriaknya. Laki-laki itu pun mendongak. “Tangkap ini!” Ia melempar secarik kertas, lalu menutup jendelanya.
Ragafa menggeleng pelan sambil tersenyum. Ia menutup jendela, lalu duduk di kasur. Tangannya bergerak untuk membaca surat dari Yorala.
Yora sayang Raga ♡ Yora cinta Raga ♡ Raga selalu di hati ♡ Raga segalanya ♡ Dunia Yora adalah Raga ♡ Selalu bahagia, ya, Raga♡
Selamat tidur ♡“Lo lebih segalanya, Ra.”
***
“Sayang?” panggil Fidya, Ragafa pun menolehkan pandangannya pada wanita yang tengah menjemur pakaian itu. “Kamu udah sarapan, ‘kan?”
Ragafa menggeleng. “Raga sarapan di sekolah aja, Ma.” Ia berjalan mendekati Fidya untuk menyalaminya. “Udah siang soalnya.”
“Ya udah, tapi pilih-pilih, ya, makanannya ... jangan sampai kamu sakit.”
“Iya, Ma.” Ragafa tersenyum. “Raga berangkat, Ma,”
Fidya mengelus rambut laki-laki itu. “Iya, Sayang.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia dalam Karya (Terbit)
Teen FictionAntara pura-pura dicintai dan pura-pura dibenci, manakah yang lebih menyakitkan?