Ketemu Jodoh?

1.3K 228 154
                                    

Sotya Damara, perempuan tiga puluh tahun begitu lega kala kereta api yang membawanya dari Sidoarjo akhirnya berhenti di stasiun Tugu, Yogyakarta. Ia mengantre turun sambil dalam hati bersyukur liburan mendadaknya di tengah pandemi yang belum berakhir ini bisa terwujud.

Betul, mendadak alias kabur. Kabur dengan cantik.

Sotya sudah di titik jengah kala kanan kirinya menanyakan kapan menikah, perjodohan dan kerja layak. Dengan nekat berbekal tabungan mepet yang disayanginya ia memilih liburan.

Keluar dari gedung stasiun, ia segera memesan ojol untuk mengantarnya menuju penginapan yang sudah dipesannya dalam waktu singkat. Tentu saja dengan biaya yang bisa dijangkaunya. Ia sebetulnya suka satu tempat tapi keuangannya tidak memungkinkan jadi ia masih bersyukur tetap bisa mendapatkan tempat tinggal selama di Jogja.

Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya ojol pun datang. Segera Sotya naik dan mereka pun meninggalkan stasiun menuju penginapan di daerah Mergangsan.

Sekitar kurang dari lima belas menit, ojol berhenti di depan penginapan. Sotya yang memang kurang menyukai e-wallet, merogoh sakunya di mana uang pas sudah tersedia. Setelah mengucapkan terima kasih, ia memasuki penginapan dan langsung check in. Satu lagi, pemilihan waktunya memang ia sengaja agar bisa langsung check in karena ingin beristirahat dulu sepuasnya sebelum menjelajah Yogyakarta.

Begitu check in selesai dan masuk ke dalam kamarnya yang meski sederhana tapi bersih itu, Sotya langsung meletakkan mini ransel dan tas bepergiannya di lantai, membukanya untuk mengambil toiletries, handuk dan piyama.

Rasa hati ingin sekali Sotya langsung merebahkan diri dan tidur tapi ancaman Covid-19 masih merajalela sehingga prokes tetap harus dipatuhinya. Melelahkan tapi ini sudah suratan takdir, yang bisa dilakukan hanya melindungi diri sendiri dengan patuh aturan agar mata rantai segera terputus dan diharapkan virus segera hilang.

Usai mandi, Sotya betul-betul langsung berbaring dengan sedikit melompat.

"Haaah, leganya." Ia membuka ponselnya untuk mengabari Ummi dan Abinya bahwa dirinya sudah sampai Jogja dengan selamat. Menelusuri media sosial sebentar lalu tidur.

***

Sotya terbangun pukul empat sore lalu segera menunaikan ibadah salat asar. Setelahnya ia masih malas melakukan apapun. Ia menimbang-nimbang akan pergi ke mana atau justru tidak melakukan apapun sama sekali.

Akhirnya selama setengah jam ia hanya berbaring sambil memikirkan hal-hal yang membawanya hingga ke kota pelajar, Yogyakarta. Kota dengan budaya Jawa yang masih sangat kental.

Sebetulnya jauh di lubuk hatinya ia khawatir dengan kesehatan keuangannya. Pekerjaannya hanyalah penulis novel penuh waktu yang itupun bukan best seller hingga mendapatkan royalti berlebih. Bahkan bisa dibilang kurang. Tetapi gegara suasana rumah yang membuat hatinya tidak nyaman, dengan impulsif ia menggunakan tabungan yang susah payah dimilikinya untuk pergi. Sebab ia lelah. Sungguh lelah.

Ia merasa menjadi seorang parasit di keluarganya. Memang tak satu pun yang mengatakan seperti itu tetapi dengan membanding-bandingkan pemasukannya dengan para sepupu saja sudah cukup menunjukkan. Belum lagi soal jodoh yang tak kunjung datang. Kalau pun ada yang datang, tak ada satu pun yang membuatnya nyaman entah komunikasi, gaji atau pandangan mereka. Beberapa dari lelaki itu yang juga sama-sama jomlo tampak jelas meremehkan dirinya baik secara fisik maupun profesinya.

Apa menjadi penulis itu pekerjaan rendah dan hina? Bahkan saat ia berhasil mencetak buku pertamanya saja tak ada satu pun ucapan selamat berbalut kebanggaan dari hati dari sekitarnya. Tak ada satu pun yang antusias kecuali Umminya. Bahkan tanggapan dingin pun sempat diterimanya seolah isi novel yang ditulisnya penuh dosa. Sakit hatinya. Sepertinya ikut senang walau sedikit itu memang susah.

Ketemu Jodoh?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang