.
.
.
.
🔞🔞
.
"Tolong... Lep-as.. Lepasskan ini.. Aakhh!!" gadis berambut sebahu itu hanya bisa menjerit kecil, lalu menggigit bibir bawahnya, sekuat tenaga mencoba untuk meredam lenguhan ataupun desahan yang bisa saja lolos dari mulutnya.
Gadis itu terlihat sedang memutar matanya, mengerjap-ngerjap kelopak matanya dengan cepat, pandangannya mengabur begitu saja. Seluruh isi ruang kamar yang hampir setengahnya didominasi kaca berukuran 10×10 meter ini serasa berputar mengelilinginya. Tak ada satu objek pun yang terlihat jelas tertangkap matanya yang tak dapat membuka seluruhnya, bengkak akibat terlalu sering mengeluarkan air mata. Ia mencoba lepas dari penderitaan ini, tapi ia tak bisa melakukannya. Untuk sekedar berbaring dengan nyaman pun ia tak bisa.
Winter mengepalkan kedua telapak tangannya dengan begitu kuat dan kencang, tangan dan kakinya terikat begitu kencang di setiap ujung ranjang putih berukuran besar itu. Kedua tangan kecilnya dibentangkan ke kiri dan kanan terikat kuat dengan simpul mati yang susah untuk dilepaskan. Lalu kedua kakinya pun ikut terikat dengan posisi keatas, memang sengaja diikat seperti itu, tubuh Winter terikat dengan keadaan seperti huruf x.
Winter yang malang tidak mengenakan sehelai benang pun yang melekat pada tubuhnya, tubuhnya penuh lebam kebiruan dan ada beberapa bekas luka goresan di beberapa bagiannya. Winter terus saja meronta memohon untuk dilepaskan. Kedua Kakinya menjejak tak beraturan, berharap sebuah vibrator berukuran cukup besar yang menancap dalam vagina nya bisa terlepas. Tapi semua usahanya sia-sia. Vibrator itu bukannya terlepas, tapi berbanding terbalik benda itu semakin jauh melesak masuk ke dalam inti tubuhnya.
Sejak tadi seorang perempuan berambut biru tua tengah mengawasi gerak-gerik Winter. Wanita yang hanya memakai sebuah tank top putih itu hanya melihat penderitaan yang Winter alami sambil merebahkan tubuhnya di sofa beludru besar berwarna cokelat. wanita berambut biru itu tidak beraksi sedikitpun, wajah datarnya sangat mendominasi begitu tenang meskipun kedua telinganya tidak pernah absen mendengar teriakan dari Winter yang memohon ingin di lepaskan.
Wanita ini bernama Karina. menghembuskan nafas berat lalu beranjak dari tempat duduknya, berdiri sebentar selang beberapa menit kemudian Karina mulai melangkah kan kedua kakinya kearah depan, lebih tepatnya kearah ranjang berukuran besar yang diatasnya terdapat tubuh Winter yang sudah terlihat lemas tidak berdaya. Karina mengarahkan telapak tangannya untuk mengusap wajahnya sendiri dengan kasar, lalu mengarahkan kedua matanya pada Winter yang sejak tadi menggeliat seperti cacing kepanasan.
" berhentilah bergerak sayang, perbuatan yang kamu lakukan hanya akan memperburuk kondisimu sendiri" ujar Karina dengan lembut, nada suaranya terdengar berat dan serak. Sekarang Karina sudah mengambil posisi duduk disebelah tubuh Winter.
Winter menangis tanpa suara. Sudah tidak terhitung banyaknya air mata yang mengalir membasahi wajah pucat nya, Karina mengangkat sebelah tangannya lalu menempatkan telapak tangannya itu tepat di puncak kepala Winter, membelai lembut kepala Winter dengan penuh kasih dan sayang.
"Ssttt... Jangan nangis lagi " Karina mengusap rambut sebahu yang berantakan itu dengan lembut, kemudian beralih menyeka air mata Winter sambil berkata " kamu tidak akan semenderita ini jika kamu mau menuruti semua keinginanku sayang"
Winter menolehkan kepala kearah Karina berada "Tolong.. Kumohon.. Lepaskan.." pintanya seperti berbisik di telinga Karina.
Karina menyeringai puas. Ia menarik napas kuat-kuat sebelum menjawab permohonan gadis yang dicintainya. Karina mendekatkan wajahnya tepat di samping wajah Winter sembari membisikkan sesuatu. "Winter... Winter.... Apakah kamu pikir tunangan mu itu akan kemari untuk menyelamatkanmu, huh?" tanyanya seraya mengusap lembut bongkahan pipi gadis cantik itu yang mulai menirus dengan ibu jarinya.