Ch 3-Bagas

1 0 0
                                    

Tok tok tok.

"Masuk."

Setelah mendapatkan izin dari sang pemilik Kamar tersebut, Aku memutar knop pintu lalu mendorongnya. Terlihat seorang Pria berumur 20 tahunan itu tengah asik berada di depan komputer yang menyala terang.

Aku menghembuskan nafas panjang, betapa beratnya melihat kamar yang sama persis denganku. Ternyata bukan cuman aku.

"Hahhh... Apa kau akan terus bermain dengan temanmu itu dan melupakan segarnya udara luar?" Tanyaku tenang sembari duduk di tempat tidur yang berserakan baju itu.

"Siapa?"

"Teman barumu. Anggap aku sebagai partner temanmu di game itu yang bertugas melindungimu."

Sontak jari-jarinya yang bergerak lincah di atas keyboard itu berhenti, dia menoleh menunjukkan wajah dengan mata pandanya, "Mau bergabung denganku?" Tanyanya.

"Boleh. Tapi aku tidak suka bermain dengan keyboard." Aku melepas jaket beserta tas selempang dan menaruhnya di atas kasurnya.

"Stik konsol huh? Di atas meja belajar, kau bisa pakai itu," Ucapnya.

"Oke."

***

"Langkah pertama, kalau kau ingin mengalahkan musuhmu, kenali dulu, baru kalahkan."

Aku menoleh menatap Pria itu, "Kau tahu siapa aku?"

"Tidak. Tapi kau berhasil mengalahkan ku dengan telak." Dia menatapku lalu bangkit meregangkan kedua otot-otot tangannya.

"Ahh... Sudah lama aku tidak dikalahkan," Ucapnya.

"Kau tidak penasaran denganku?"

"Buat apa?"

"Jaga-jaga. Aku bisa saja menyerangmu saat kau sedang lengah seperti di game tadi."

"Wahh keren, kau tahu aku sedang lengah."

"Itu sudah biasa. Jadi, kau tidak mau mendengar banyak tentangku?" Aku menaikkan sebelah alis.

"Ailyn. Putri bungsu dari 3 bersaudara yang gagal menjalankan rencana dari kedua orang tuanya, Mira dan Bagas. Lyn, orang biasanya memanggilnya dengan panggilan itu, lalu Ai panggilan hanya untuk orang terdekatnya. Bagas, pria tua itu telah membuatmu datang ke sini. Bukankah begitu, Ai?" Dia mengangkat sebelah alisnya, seolah ia telah menyerangku balik.

Aku terdiam. Bukan berarti aku kehabisan kata-kata, tapi aku terkejut dengan semua ucapannya. Terlebih lagi, informasi tentangku itu semuanya benar. Dan, nama terakhir yang ia sebut membuat bulu kuduk ku berdiri.

Aku yang sedang memainkan stik konsol nya lantas melemparkan ke arahnya yang langsung ia tangkap dengan sigap.

Aku bangkit, mengambil jaket dan tas selempang lalu memakainya.

Sebelum keluar dari kamarnya, aku menyentuh pundaknya dan berkata, "Hati-hati dengan nama yang kau sebutkan di akhir ucapanmu itu, aku bisa melempar apa saja yang ada di sekitarku. Konsol itu belum seberapa."

Aku memutar knop pintu dan membukanya.

Tapi sebelum benar-benar keluar dari kamarnya, dia menghentikan gerakan ku dengan perkataan yang membuatku ingin menghancurkan pintunya.

"Kenapa? Apa aku bukan termasuk 'orang terdekat' itu? Bagaimana dengan Bagas? Apa Papa tercintamu itu sudah bisa memanggil nama Aslimu? Atau, kau masih belum bisa menekan tombol 'Next' itu? Kau benar-benar sudah game over, Ailyn." Dia menyeringai membuat gigi atas dan bawah ku saling beradu.

Tak mau tersulut emosi, aku segera keluar dari kamarnya.

***

Selepas kepergian Ailyn dari kamarnya,
Pria itu menatap lekat stik konsol yang tadi di lempar Ailyn, "Tangkapan yang bagus kan, Ai?"

Dia memain-mainkan stik konsol tersebut, "Dia tidak berubah sama sekali. Aku suka. Tapi tatapannya, aku tidak menyukainya. Sialan. Bagas berhasil merubahnya jadi sosok 'baru Ailyn' selama 10 tahun, itu berarti aku juga harus mengambil sosok 'lama Ailyn'. Tapi bagaimana? Ai seperti sudah memasuki dunia Game nya, kalau itu benar-benar terjadi... Aku akan menjadi musuhnya, bukan partner yang ia sebutkan tadi. Apa yang harus aku lakukan sebelum itu terjadi?" Dia mengernyit membuat kedua alisnya hampir menyatu.

Tiba-tiba Pria itu tersenyum kecil, sebuah ide muncul begitu saja.

"Bagaimana kalau aku musnahkan saja Dalangnya? Dengan begitu kontrak Ailyn dengan Bagas terputus. Ha, mudah sekali."

LIFE IS A GAMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang