“Mengikuti kata hati membuat ketidakpastian antara nyata atau hanya dugaan.”
-Agaraya-
Gadis itu kini kembali ke kelasnya untuk mengikuti pembelajaran beriringan dengan Aga.
Niatnya untuk memberi tahu sahabatnya gagal karena dia harus belajar agar bisa memenangkan olimpiade.
"Ga, habis pulang sekolah entar kita belajar bareng di taman yang sering gue datengi ya," katanya membuka suara setelah beberapa kali hanya ada keheningan diantara mereka. Kalau bukan demi orangtuanya dia pasti akan menolak tawaran gurunya. Bukan karena dia tak bisa matematika, tapi karena dia tak ingin Rain kecewa kepadanya karena harus dekat dengan laki-laki itu.
Sampai sekarang, bayang-bayang masa lalu tentang sosok dia melekat dalam ingatan, sesekali membuatnya merasa seolah Aga adalah dia yang memberikan luka diatas kebahagiaan. Entah mengapa dalam feelingnya antara dia dan laki-laki itu memiliki persamaan yang kuat.
Apalagi saat dia halusinasi pasti dia menganggap laki-laki itu sebagai dia. Gadis itu juga tak mengerti sampai kapan dia harus mengingat sekilas kenangan tentangnya. Ternyata waktu setahun itu tak cukup untuk move on dari dia. Bahkan hatinya belum siap melepaskannya dengan ikhlas. Sekeras apapun dia menghapus tentangnya pasti dia akan terus mengingatnya.
Dirinya menyadari melupakan orang yang pernah menorehkan luka lebih sulit daripada melupakan orang yang disayanginya. Sebenarnya kalau waktu bisa diputar kembali, Raya akan berterima kasih kepada semesta telah mengirimkannya untuk memberikan pelajaran hidup. Tersenyum padanya dan menerima takdir yang tidak mengenakkan. Kalau diberikan kesempatan untuk bertemu kembali, dia akan merasa lega dan berdamai dengannya.
Namun, kenyataan menggerus semua angannya untuk bertemu dengannya lagi. Semenjak dia memutuskan meninggalkan Raya, dirinya tak pernah melihat keberadaannya. Seakan dia menghilang untuk selamanya.
"Yang ada danau di tengahnya itu, 'kan?" tanyanya membuat gadis berdecak sebal sudah diberi tahu masih saja tanya lagi.
"Hm yang itu." Dia masuk ke dalam kelasnya terlebih dahulu. Diikuti Aga di belakangnya.
"Ehmm." Dehaman dari gadis itu membuat Rain mengerjapkan matanya. "Gimana Ray?"
"Maaf gue ga jadi ngobrol sama Elo karena gue mau belajar sama Aga buat olimpiade."
"Wah jadi Elo dipanggil buat ikut olimpiade, ya?" tanyanya antusias.
"Iya olimpiade matematika, maaf jadi batal. Elo ga marah, 'kan Aga jadi sama gue?" tanyanya memastikan agar Rain tidak ada kesalahpahaman lagi membuat mereka terpisah.
Rain menyunggingkan senyumnya. "Gapapa lah lagipula ini karena keaadaan mendesak."
Rain tahu batasan untuk membuat sahabatnya menjauh dari Aga. Dia masih punya hati nurani membiarkan Raya belajar dengan Aga karena keadaan. Meskipun dia ingin lebih dekat dengannya melebihi Raya. Mendapatkan perhatian hangat dari laki-laki itu.
Rasanya sulit untuk mendapatkannya apalagi dia hanyalah gadis kutu buku yang tidak sepintar dan se populer dari sahabatnya. Lambat laun dia merasa menjangkau laki-laki tidak mudah. Bahkan setelah beberapa kejadian yang dialami dia dan Raya. Seakan membuktikan bahwa Aga bukan milik dia melainkan milik sahabatnya.
Disaat itu benar-benar menjadi kenyataan. Apakah dia bakal ikhlas merelakan sahabatnya mendapatkan seseorang yang berlabuh dalam hatinya?
Dia tahu hanya dirinyalah yang membuat ruang rasa sendiri. Mencintai tanpa sepengetahuan orang mengharapkan sosok itu bisa bersama dengannya.Semua itu menjadi dugaan baginya, tentang kepastian benar atau tidaknya biar takdir akan menjawab semuanya. Entah mengapa berada diantara dua sosok berharga itu sulit. Kisah diantara mereka bertiga rumit. Sahabatnya menjadi sahabat laki-laki itu. Otomatis jika dia gagal mendapatkannya karena lebih memilih yang lain bisa menghancurkan persahabatan diantara mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agaraya [END]
Teen Fiction"𝙺𝚒𝚝𝚊 𝚊𝚍𝚊𝚕𝚊𝚑 𝚜𝚎𝚙𝚊𝚜𝚊𝚗𝚐 𝚒𝚗𝚜𝚊𝚗 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚖𝚎𝚗𝚐𝚞𝚔𝚒𝚛 𝚕𝚞𝚔𝚊 𝚍𝚒 𝚊𝚝𝚊𝚜 𝚍𝚞𝚔𝚊." ㅡ𝙰𝚐𝚊𝚜𝚊 𝙷𝚊𝚛𝚢𝚖𝚞𝚛𝚝𝚒ㅡ Aga dan Raya tidak salah hanya ingin saling menjaga justru berujung kesalahfahaman karena yang salah adala...