Bagian Empat. (Telah Direvisi)

1.2K 71 2
                                    

Leon yang berumur 6 tahun sedang asyik menggambar di kertas menggunakan pensil yang telah disediakan oleh doktor tadi. Tangan kirinya telah diinfus, membuat Leon hanya bisa menggunakan tangan kanannya. Leon juga menghirup udara melalui ventilator masker wajah, Leon awalnya tak suka karena baunya yang tidak enak.

Avier membuka gorden berwarna biru, Leon menoleh, menyapa dengan tangan kirinya. Meski tak terlihat tapi Leon tersenyum lebar melihat Mamanya datang.

Avier memeluk Leon,"Kamu gapapa, sayang?" tanya Avier dengan nada gemetar. Leon mengangguk dan balas memeluknya, Leon tidak diperbolehkan untuk berbicara terlebih dahulu oleh doktor.

Setelah Avier melepaskan pelukannya, Avier menutup gorden dan duduk di kursi yang berada di dekatnya. Leon membalikkan kertas dan sibuk menulis sesuatu.

Selang beberapa menit, Leon memberikannya kepada Avier. Avier menerima kertas tersebut dan mengelus kepala Leon,"Mama liat dulu, ya, sayang." ucap Avier. Meski tulisan Leon yang berumur 6 tahun acak-acakan, tapi masih bisa dibaca oleh Avier.

Ma, Papa dimana? Mama nggak telpon Papa buat bilang kalo Leon ada di rumah sakit? Oh iya Ma, kenapa ya Leon dikasih masker? Baunya nggak enak. Tadi juga tangan Leon disuntik, sakit banget tapi kata Mama Leon harus kuat. Kata Mama Leon anak kuat. Leon masih laper, tapi sama dokter nya Leon nggak boleh makan. Tapi yaudahlah, Leon habis ini mau tidur.

Setelah selesai membaca, Avier menatap Leon. Matanya hampir meneteskan air mata, sedih akan Leon yang baru berumur 6 tahun sudah mengalami berada di IGD.

Avier mengelus kepala Leon, "Leon tidur sambil Mama ceritain Si Kancil, mau nggak?" tanya Avier dengan nada pelan, berusaha menahan tangisnya. Leon mengangguk, menidurkan tubuhnya ke kasur. Siap untuk menutup matanya.

"Pada suatu hari, si Kancil.." Avier mulai bercerita, Leon mendengarkan dengan saksama.

5 menit kemudian, setelah selesai bercerita dan Leon sudah tertidur lelap. Avier menarik selimut agar Leon tidak kedinginan, tak lupa dengan kecupan selamat malam.

Avier kembali duduk, menunduk. Hendak menangis melihat anak semata wayangnya kini berada di rumah sakit. Meskipun Leon terlihat baik-baik saja, Avier tetap khawatir apakah Leon akan selamat, Leon masih terlalu dini untuk meninggalkan dunia.

Suara gorden dibuka terdengar, muncul seorang Suster membawa nampan dengan sesuatu di atasnya. Avier langsung berdiri.

"Ada apa, suster?" tanya Avier.

"Ini obat dan inhaler untuk pasiennya, Nyonya." balasnya. Avier mengangguk mempersilahkan suster tersebut meletakkannya di atas meja.

"Terimakasih banyak." ucap Avier, membungkukkan badannya. Suster tersebut mengangguk dan menutup gorden, pergi.

Avier kembali duduk, menatap Leon yang berumur 6 tahun tertidur lelap.

•••••

"Leon, ganti baju ya Nak. Jangan nangis terus, Leon kan kuat. Habis ini, Mama tidur di kamar." ucap Avier sambil mengecup kepala Leon, Leon mengangguk pelan dan lari ke lantai 2. Avier menatap punggung Leon dan menghela nafas, pergi ke kamarnya.


Selesai mengganti baju, Leon membuka pintu. Leon sedikit terkejut, didepan kamarnya terdapat Aron-Papanya memegang sabuk berwarna hitam pekat. Di tangan kanan Aron terdapat kertas yang Leon tebak adalah kertas ujiannya. Leon menelan ludah, jantungnga menciut

"Ke, kenapa Pa?" tanya Leon sedikit terbata-bata. Aron melihatnya dengan tatapan tajam.

"Kenapa kamu dapet 90 hm? Bukannya kamu janji bakal dapet nilai 100?" tanyanya sinis.

Leon dapat merasakan tangannya yang lemas,"Ta- tapi Pa. Nilainya lebih baik." jawab Leon pelan.

Plak!

"Berani-beraninya kamu balas perkataan Papa, hah!? Papa ga pernah ngajarin kamu buat bantah kata-kata Papa!" teriak Aron, Aron membalikkan bada Leon dan mendorongnya ke dalam kamar lagi. Leon terhantam ke lantai, dadanya kesakitan, membuatnya sesak napas lagi.

"Berdiri! Kamu pantas mendapat hukuman." seru Aron, Leon meringis

"BERDIRI!" teriak Aron. Leon kesusahan berdiri karena dadanya yang sesak, dia meremas baju bagian dadanya. Leon menunduk, matanya ia tutup rapat-rapat. Tangannya masih meremas dadanya meskipun tubuhnya gemetar hebat.

Wham!
Wham!
Wham!
Wham!
Wham!
Wham!
Wham!

Suara sabuk memukul punggung Leon terdengar sangat keras, Leon menggigit bibir bawahnya menahan rasa sakit. Air matanya mengalir, mulutnya mengeluarkan darah.

Aron memutar badan Leon dan mencekik lehernya dengan kedua tangan Aron.

"ARGH!" teriak Leon, matanya terbelalak. Dia mengeluarkan lebih banyak darah dari mulut, punggungnya juga sangat sakit, bekas pukulan sabuk dan cekikan kemarin membuatnya semakin menderita, belum lagi perlakuan yang sekarang Aron lakukan kepadanya.

Aron mencekik leher Leon lebih kuat, membuat Leon semakin kesusahan untuk bernapas. Leon berusaha melepaskan diri dari cekikan Aron dengan mencakarnya, tapi bekas cakarannya pun tak ada. Dia lemah jika dibandingkan dengan kekuatan yang dimilik Papanya.

"Anak buangan! Kamu nggak pantes jadi anak saya! Kamu nggak bakal PERNAH dapet kasih sayang dari saya!" teriak Aron, Leon batuk berdarah.

"Pa, le- pas- ugh!!" pinta Leon, cekikan Aron semakin kuat. Air mata Leon mengalir deras, orangtua mana yang tega melakukan hal ini ke anaknya?

"ANAK BUANGAN MATI AJA!!" teriak Aron lebih keras dan tangannya yang mencekik Leon telah membuat Leon menutup matanya. Melihat Leon seperti itu, Aron melepas cekikannya dan pergi

Leon terkapar di atas lantai yang dingin,"Ugh.. Ghhk...," lirih Leon.

Leon kesusahan bernafas. Setelah disiksa Aron, dia juga disiksa oleh paru-parunya yang sakit lagi. Dia tidak bisa berteriak, dia bahkan tidak punya tenaga untuk mengeluarkan air mata. Mungkin ini akhir dari semuanya. Leon menutup matanya, dia sudah tidak kuat bernapas. Cekikan Aron dan sesak napas yang kembali kambuh membuat Leon rasanya ingin menyerah.

Leon kehabisan tenaga untuk hidup, kehabisan tenaga untuk menguatkan mentalnya. Ma, maaf. Leon capek.

•••••

Halo, Author disini! Ini adalah chapter 4 yang telah direvisi. Seperti yang ada di awal, Mama Leon-Avier mau tidur. Makanya nggak sadar Leon menderita(⁠'⁠;⁠︵⁠;⁠'⁠)

Terimakasih untuk para readers yang telah membaca "Leon Sayang Papa" bagian 4♡!

CahyaArindi
<( ̄︶ ̄)>

Leon Sayang Papa (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang