Eps 1
Hay, nama ku Tara. Aku adalah seorang anak yang katanya ditemukan di tengah hutan, oleh kedua orang tua Rafel. Kami sudah seperti keluarga. Aku memang masih sangat kecil saat itu, tapi aku masih bisa merasakan dan mengingat kehangatan mereka sampai sekarang. Walau saat ini, aku tidak tau mereka pergi kemana. Sekarang, aku tinggal bersama Kak Rafel yang sudah menjadi panglima, di kerajaan Vermilion. Hidup ku cukup terjamin disini. Bahkan aku termasuk ke salah satu anak kesayangan Raja Vermilion terdahu. Dan inilah kisah ku.
___________________________________
DI HARI PERINGATAN 1 TAHUN MENINGGALNYA RAJA VERMILION TERDAHULU
___________________________________"
Hey, Tara! Bangun, ayo. Sekarang hari peringatannya. Kau harus bersiap bukan?" Aku membuka mata ku perlahan. Mencoba mencerna apa yang terjadi. Begitu aku menyadarinya, aku langsung berlari ke kamar mandi. Tidak, memedulikan Kak Refel yang dari tadi mencoba membangunkan ku. Kak Rafel yang melihat tingkah ku hanya menggeleng, sambil terkekeh. Dengan cepat aku keluar dari kamar mandi. Sudah siap, dan rapi.
Tapi saat aku keluar dari sana, wajahku bukannya senang malah masam. Kak Refel yang juga sudah selesai bersiap, melihat ke arah ku.
"Hey, kenapa masam begitu?" Tanya nya. Aku menghela nafas panjang. Lantas mengangkat sebelah alis ku dan bertanya.
"Kau serius bertanya itu kak?" Kak Refel mendekat, lalu berkata dengan nada sedikit mengejek.
"Bukannya bagus? Sekali sekali kamu memang harus pakai dress Tara." Lalu membuka pintu kamar. Keluar dari kamar kami berdua. Aku menyusulnya, sambil terus mengomel. Kak Refel bukannya diam dan mendengarkan, malah ikut beradu argument dengan ku. Jadinya, sepanjang perjalanan ke ruang kerja raja. Kami hanya beradu argument. Tanpa sadar kami sudah sampai di depan pintu. Tapi masih saja berargumen. Aku terus menerus menyatakan ketidak suka an ku dengan dress. Dan Kak Refel selalu membandingkannya dengan armor perang."Itu jelas beda! Kalo mau membandingkan, bandingkan lah dengan yang senilai." Kata ku dalam hati. Tampa sadar ada seseorang yang keluar, dari ruangan itu. Tapi sayangnya aku dan kak Refel masih berdebat.
"Sed-" baru saja orang itu mau berkata. Aku langsung menunjuk ke arahnya tanpa menoleh, tanda menyuruhnya diam dan melanjutkan debat ku dengan Kak Refel. Setelah 10 menit kami lanjut berdebat di depan orang itu, dia pun angkat suara.
"Kalian berani ya? Ribut masalah GAUN di depan ruang kerja RAJA?" Tanya Malik yang baru bisa meluapkan kekesalannya. Karena dari tadi dia hanya mendengar ocehan kami berdua, dengan sabar dan seksama. Aku dan Kak Refel menoleh menatap Malik berbarengan sambil menunjuk satu sama lain.
"Tapi, KAK MALIK KU yang tersayang.... Aku hanya mengutarakan perasaan ku. Kalau aku TIDAK suka pakai dress." Kataku dengan nada yang naik turun. Tapi Malik hanya menggeleng.
"Tapi dress itu bagus bukan? Ringan, tapi tidak tembus. Padahal warnanya putih." Jawab Malik cepat. Aku mempertimbangkan perkataannya, iya, itu lumayan bener. Aku suka gaun ini, desain nya bagus, ringan, ga tembus.
"Iya, tapi aku emang ga suka pake beginian. Kecuali kalo ayah yang ngerancang." Jawabku tak kalah cepatnya. Sambil memalingkan wajah ku ke arah jendela di seberang. Tapi Malik bukannya menyerah seperti, kak Refel. Malah mengangkat bahunya lalu berkata sambil balik kanan masuk ke ruang kerjanya lagi.
"Yah, itu ide ayah sih membuatkan mu gaun. Walau desainnya aku yang bikin. Tapi tidak apa jika kau tidak suka." Aku yang mendengar kata 'ayah' di sebut langsung berbalik, dan menahan tangan Malik.
"Beneran ayah yang punya ide?" Tanya ku antusias. Malik hanya menyeringai."Heh, desain nya aku yang bikin ya. Kenapa kamu cuma nyari ayah. Lagi pula dia ayah ku, bukan ayah mu, bocah." Jawabnya menyombongkan diri. Aku yang tak terima langsung membalas.
"Ih, kayak lupa aja Raja kita yang satu ini. Aku anak kesayangan nya tau. Aku yang paling banyak ayah bela." Jawabku. Malik kembali menjawab.
"Itu karena kamu manja."
"No, I'm NOT!" Jawabku singkat, tapi Malik kembali menjawab tak kalah singkat.
"Yeah, you ARE!" Sekarang mata kami sudah saling mengunci target, saling mengirim petir. Saling menyipitkan mata. tapi di tengah tengah itu Kak Refel kembali berbicara.
"Yang mulia, Tara, tolong hentikan. Ini masih subuh." Aku dan kak Malik, perlahan menutup acara adu tatap kami. Lalu menoleh ke arah Refel. Refel tidak panik, karena dia tau. Dalam situasi begini, Kak Malik tidak akan mencampurkan jabatan. Jika hanya kami bertiga, dia hanya akan menganggap jabatan itu bercandaan.
Setelah kami bertiga selesai bermain, kami memutuskan melanjutkan tugas masing masing sembari menunggu jam acara. Aku yang tak ada kerjaan memutuskan diam di ruang kerja Kak Malik. Kebetulan pemilik ruangan nya juga menurut. Jika dia bekerja di ruang kerjanga. Maka aku tidak, aku hanya numpang membaca. Sembari menunggu waktunya tiba. Ditengah keasikan ku membaca buku. Kak Malik membuka obrolan.
"Kau suka gaun nya Tara?" Tanyanya, dengan mata dan tangan yang masih fokus memeriksa tumpukan kertas. Aku pun beranjak dari sofa baca. Duduk di kursi di hadapannya, mengambil tumpukan kertas satunya lalu mulai membantunya.
"Lumayan.." Jawab ku singkat. Kak Malik hanya meng hem kan ucapan ku. Dan kami lanjut mengerjakan tumpukan kertas itu. 1 jam berlalu aku dan Kak Malik, sudah selesai mengerjakan. Waktu tinggal lagi satu jam. Aku kembali membuka buku yang tadi kubaca. Kak malik mengambil selempir laporan yang ku tulis tadi. Dia mengangkat sebelah alisnya tak percaya, menatapku lalu bertanya.
"Apa kau emang bekerja seperti ini?" Aku melirik ke arah nya, lalu menjawab "iya, ada apa?" Tanya ku menutup buku. Malik memegang dagunya, lalu kembali berkata.
"Seharusnya ku angkat saja kamu sebagai pencatat laporan ya? Hasil tulisan mu bagus juga. Tidak bertele-tele seperti pekerja sekarang." Aku yang mendengar pujian itu langsung menghempas hempaskan tangan ku seperti mengusir lalat, lalu berkata.
"Ah, tidak tidak. Yang Mulia, itu terlalu berlebihan. Lagi pula aku hanya belajar dari ahlinya." Jawab ku, sambil balas meliriknya.
Tapi kak Malik hanya terkekeh.
"Hahahaha, sepertinya makin lama kamu makin berani ya? Tapi tidak apa aku suka itu, lanjutkan lanjutkan." Obrolan kami pun ditutup dengan kekehan, dan ketokan pintu. Ada seorang disana, pintu terbuka perlahan. Menampakkan anak kecil dengan pakaian rapinya. Tanpa basa basi aku langsung menyapanya."Liko!!! Hai!!! Sini sini!!" Sapa ku Liko yang menyadari ada aku, langsung berlari dan memeluk ku. Aku juga balas memeluknya, lalu dia duduk di sebelah ku.
"Hai Ayah, hai Kak Tara." Sapa Liko, kami balas meng-hai kepada Liko.
"Aku tidak tau, Kak Tara bisa pakai Dress?" Katanya. Aku langsung berbinar binar.
"Benarkan? Ini kakek mu yang punya ide loh." Jelas ku.
"Iya Liko, idenya memang Kakek mu yang berikan. Tapi desainnya ayah yang bikin. Bagus kan?" Liko mengangguk nganggung setuju. Aku memplototi Malik sekarang, dan kak Malik dengan sombongnya tersenyum jahil. Menandakan dia menang. Baru saja kami akan adu argumen. Kak Rafel datang, lalu berkata.
"Yang mulia, Tara. Ada pangeran disini. Jangan lah bersikap kekanak-kanakan begitu. Dan juga acara akan dimulai sekitar 20 menit lagi." Aku dan Kak Malik yang merasa terganggu. Melirik Kak Rafel dari sudut mata. Membuatnya merinding sesaat. Tapi tetap saja kami pun tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
<[ Vermilion × Malik × Reader ]> [ Viva Fantasy ] >< [Tara Svanendri]
FantasyJust note: Ini hanya untuk bahan haluan ku. Aku mengambil beberapa adegan di Viva Fantasy yang asli. Tapi ini, 40% sampai 65% (mengubah cerita).