Satu bulan yang lalu ...
Saat itu kejadian Tee yang nahas tertabrak mobil di tengah jalan, semua orang berkerumun untuk membantunya dan Joong hanya bisa berdiam diri saja memandangi keramaian tersebut. Joong lantas pergi dari sana sembari menggunakan tudung jaketnya untuk menyembunyikan wajahnya itu.
Sesampainya di sebuah kediman tepat malam hari, Joong membuka pintu dan masuk ke dalam serta tak luput menutupnya kembali dan mengunci. Berjalan sempoyongan dengan shock di dadanya yang terus bergejolak serasa ia tak dapat lagi berjalan hingga membuatnya hendak terjatuh namun sang ayah keluar dari kamar dan terkejut memegangi putranya itu.
"Hei, ada apa denganmu?" Tanya sang ayah.
Ketika melihat ayahnya, ia berusaha menjauhkan diri dan tak lama kemudian seorang wanita sebaya dengan ayahnya itu keluar dari kamar yang sama ketika ayahnya keluar juga namun itu bukan ibunya melainkan calon istrinya.
"Hallo." Ucap wanita tersebut.
"Siapa kau?" Tanya Joong.
"Namaku .." ucap wanita tersebut mengulurkan tangan namun di tolak oleh Joong ketika wanita tersebut menyebutkan namanya.
Joong seperti berusah mengingat suatu kejadian yang dimana ia pernah menemukan surat perceraian kedua orang tuanya di tempat sampah kamar ayahnya beberapa bulan silam.
"Oh, jadi surat yang ku temui 8 bulan lalu ternyata ini." Ucap Joong yang benar-benar tak menyangka. "Kau dan ibu bercerai tapi kau tidak ingin meninggalkan ibuku?" Sambungnya.
"Mengapa kau tak jawab pertanyaan ayah?" Tanya sang ayah.
"Dan kau tak tahu hal itu?" Tanya Joong kepada wanita tersebut.
"Aku tahu, aku sudah memberitahunya berkali-kali." Jawab wanita tersebut yang tersinggung.
"Lantas mengapa kau tak pergi dan meninggalkan ayahku?" Tanya Joong.
"Kita sudah menikah." Tegas sang ayah. "Secara sirih." Lanjutnya
"Dan ibu tahu hal ini?" Tanya Joong kepada ayahnya.
"Ibumu tahu, tapi ibumu tidak datang." Jawab sang ayah.
"Hei, ada apa denganmu? Kenapa kau pulang dalam keadaan seperti ini?"
Masih sempat-sempatnya sang ayah menanyakan hal ini disaat yang sudah benar-benar emosional, rumit, campur aduk segala hal. Tak salah jikalau Joong saat ini menahan emosionalnya yang sudah memuncak dan berkata,,
"Kau ingin tahu apa yang terjadi padaku hari ini?" Tanya Joong yang sudah mulai terbatah-batah karena terasa menyedihkan.
Lalu Joong mengambil ponsel di sakunya dan mencoba menghubungi ponsel ibunya yang kini berada di Thailand, tak lama kemudian dijawab oleh sang ibu.
"Halo, anakku. Bagaimana kabarmu? Kau baik-baik saja, kan? Ibu sangat merindukanmu, kapan kau akan kembali ke Thailand, nak?" Ucap sang ibu via telefon dan di perbesar suaranya.
"Ha-halo." Ucap Joong yang terbatah-batah.
"I-ibu ingin tahu .." Ucap Joong yang terpotong lagi, "I-ibu dan ayah ingin tahu apa yang terjadi padaku hari ini?" Tanya Joong."Apa maksudmu, nak? Kenapa kamu?" Tanya sang ibu.
"Aku sudah tanpa sengaja mencelakai Tee. Dia tertabrak oleh sebuah mobil." Ucap Joong.
"Lalu? Itu bukan salahmu, kan? Yasudah, kau bisa tenang."
"BAGAIMANA BISA ITU BUKAN SALAHKU!!!!!" Teriak Joong sampai-sampai ia tak kuat membendung air matanya.
Semuanya bergemetar dan kaget melihat Joong mulai tak terkendalikan emosionalnya, dan ini sudah diluar batas pengawasan orang tuanya.
"Jelas-jelas itu salahku. Kalau saja kalian tidak menyuruhku untuk menjauh dari Tee, ini tidak akan pernah terjadi." Sambung Joong.
"Bukankah impas?" Balas ayahnya. "Dulu dia juga meninggalkanmu dan kau mengejarnya sampai-sampai kau hampir kehilangan kakimu untuk selamanya karena tertabrak oleh sebuah mobil?" lanjutnya beliau.
"ENGGAK!!" Joong kembali berteriak.
"Joong, tenangkan dirimu dulu." Pinta wanita itu sambil berjalan mendekatiku.
"Jangan dekat-dekat padaku." Pinta Joong pada wanita tersebut dan si wanita itu kembali di samping ayahnya Joong.
"...."
"Dia tak benar-benar meninggalkanku, kau yang meminta padanya untuk meninggalkanku. Kalian yang meminta kepadanya untuk meninggalkanku. Benar, bukan?" Lanjut Joong.
"Nak, cinta yang kau jalani ini salah. Ayah tidak ingin kau berada di jalan yang salah." Ujr sang ayah.
"Ini bukan masalah jalan yang benar atau jalan yang salah. Saat perasaan ini menemukan kenyamanan pada seseorang, itu disebut cinta. Tak peduli siapapun dia, karena cinta tak memandang laki-laki atau perempuan yang terpenting bagi Joong ... Jika seseorang tersebut membuat Joong bahagia, maka Joong akan memperjuangkannya." Ujar Joong.
"Nak, dengarkan ibu." Pinta sang ibu.
"Bukankah ayah juga seperti itu? Kau sudah beristri dan beranak tunggal selama 22 tahun tapi kau justru malah jatuh hati kepada orang lain? Itu juga disebut cinta kan?" Ujar Joong.
"Tapi cinta yang ayah jalani dalah cinta yang normal, bukan seperti yang kau lakukan.",
"Apa bedanya? Sama-sama buta, sama-sama tak menilai seseorang, maupun dia janda, perawan, perempuan, laki-laki, cacat, tuli, buta jika orang tersebut membuat kita nyaman dan kita merasa dicintai .. bukankah itu masih disebut cinta?"
Semuanya terdiam tanpa berkutik lagi, terutama wanita tersebut merasa tersingung dan disalahkan oleh ucapan pedas Joong.
"Ini bukan salahmu, bibi. Bukan. Aku tidak menyalahkan mu, aku hanya tidak habis pikir dengan cara pikirmu. Kau tidak masalah jatuh cinta pada ayahku dan menjadi ibu tiriku, tidak masalah. Silahkan. Asal kau harus tahu dia sudah memutuskan hal yang benar ataukah tidak." Sambung Joong.
Joong lantas menjatuhkan ponselnya di lantai disaat panggilan telefon masih tersambung oleh ibunya lalu pergi keluar dari sana untuk menenangkan diri.
"Joong." Panggil wanita tersebut yang hendak menyusul pergi namun ditahan oleh ayahnya Joong.
"Sudah tidak perlu dikejar." Pinta ayahnya Joong.
"Aku akan mencoba menenangkannya." Pinta wanita tersebut.
Terpaksa ayahnya Joong melepaskan wanita tersebut untuk mengejar Joong, diambilah ponselnya Joong oleh wanita tersebut dan kemudian berlari mengejar Joong yang sepertinya sudah terlebih dahulu keluar menuju ke mobilnya yang terparkir tak jauh dari kediamannya.
Joong sudah berada di dalam mobilnya dan hendak menyetir mobilnya, tak lama wanita tersebut tiba dan mengetuk kaca samping membuat Joong menengok. Joong membuka kaca, lalu wanita itu memberikan ponselnya yang dibuang ke lantai.
"Ponselmu, kau akan membutuhkan ini untuk menguhubungi Tee." Ujar wanita paruh baya tersebut.
"Letakan disitu." Pinta Joong.
Wanita tersebut lantas menjatuhkannya di kursi dan setelah itu ia berusaha untuk mengajak Joong makan malam berdua saja,, "Ayo kita makan malam nanti malam berdua saja untuk melupakan kejadian tadi. Anggap saja ini sebagai permintaan maafku .."
"Dan setelah itu kau pergi meninggalkan ayahku dan membiarkan kelurgaku hidup selayaknya?" Sahut Joong.
"...." Wanita tersebut terdiam.
"Kalau itu alasannya .. aku tidak masalah. Kirim saja alamatnya ke ponselku , nanti aku akan menemuimu."
"Hati-hati dijalan." Jawab wanita tersebut sembari menunjukan senyum hangatnya.
Wanita tersebut berdiri sedikit jauh dari body mobilnya dan Joong pun pergi entah kemana dengan mobilnya tersebut.
Dan ketika pukul 16.00 Joong berada di dalam bandara menunggu kedatangan seseorang, ia amati satu persatu orang untuk mencari seseorang yang ada di foto yang sedang ia lihati saat ini, dan tak lama kemudian orang yang persis di foto tersebut baru saja keluar sambil menarik kopernya.
"Raffa!!" Ucap Joong sambil melambaikan tangannya.
Dan saat itu juga Joong memberitahukan kejadian yang dialami oleh Tee yang membuat Raffa kaget dan meminta untuk segera diantarkan menemuinya.
Pukul 20.00
***