22. Bukan Perempuan yang paling dicintai? [Revisi]

137 17 2
                                    

22. Bukan Perempuan yang paling dicintai


***

Dinda menghela nafas panjang usai  menceritakan permasalahan yang Tara alami  pada Charles. Laki-laki yang baru ia tahu adalah mantan pacar Nisa itu sudah kedua kalinya berkunjung di kediaman baru Tara.

"Ck, jangan terlalu dipercaya. Dinda suka melebih-lebih kan!" Ketus Tara yang tiba-tiba keluar dari kamar.

"Tenang saja, Dinda. Aku mempercayaimu. Kau adalah gadis yang jujur."

Dinda tidak bisa menahan senyum malunya dihadapan Charles. Selain baik, Duda satu itu sangat pandai membuat nyaman kaum perempuan. "Kakak setuju kan, kalau Mbak Tara tidak boleh terbang ke Indonesia?"

"Semua pilihan ada pada Tara, tetapi saranku  sama. Kau disini saja!" Ucap Charles serius.

Setelah mengetahui kisah Tara dari cerita Dinda, sikap Charles semakin jauh dari kata  acuh. Ia yang telah lama mengabaikan banyak perasaan orang lain tiba-tiba berubah simpatik. Mungkin ini kali pertama ini benar-benar merepotkan diri untuk seorang perempuan setelah Nisa pergi.

Mungkin karena Tara adalah sahabat Nisa, atau mungkin karena menurutnya Tara adalah perempuan yang terlalu naif.

"Tapi bagaimana kalau dia benar-benar mati jika mencoba bunuh diri lagi, Charles?"

"Kau masih sangat menyukainya, ya?" Kekeh Charles geli. "Hidupnya bukan lagi urusanmu, Tara."

Tara membuang pandangan dari Charles. Apa yang lelaki itu katakan adalah benar, ia masih mencintai Tama, meski hidup dan mati Tama bukanlah tanggung jawabnya.

"Kecuali terbang ke Indonesia, aku bisa membantumu jika kau memiliki rencana lain. Ada banyak cara lain, babe."

Tara memberengut kesal. "Kalau berniat membantu jangan setengah-setengah, Charles! Berilah aku solusi yang benar!"

"Kau galak sekali. Jangan sampai anakmu juga galak seperti mu." Goda Charles lagi. Namun melihat Tara yang malah hendak menangis, Charles menghentikan candaannya. "Baiklah, baiklah.. Aku akan membantumu. Tidak perlu memikirkan apa rencananya, aku memiliki rencana brilianku sendiri."

Tara menatap Charles tak yakin dengan matanya yang masih berlinang.

"Serius, aku akan membantumu. Kau akan bertemu dengannya tanpa kau harus terbang ke indonesia." Ujar Charles menenangkan.

"Pikirkan juga Raka, dia tidak akan melepaskanmu jika sampai menemukanmu. Laki-laki manapun tidak suka jika wanitanya berniat kabur."

Tara mendengus. "Kau bicara seolah kau sangat mengenal Raka!"

"Tentu saja aku mengenalnya, kita bahkan pernah adu otot. Kalau kau lupa?"

"Tapi ini berbeda Charles, aku bukan Nisa! Aku bukan perempuan yang paling dia sukai! Kami bahkan hanya saling membantu, dan aku pergi bukan hanya untuk membuatnya  kesal, tetapi juga menyelamat anakku dari Mama!"

Charles tersenyum lebar. "Kau telah menemukan jawabanmu. Tetaplah disini agar semuanya baik-baik saja." Kata Charles, sebelum bangkit dan pamit pergi kepada Dinda.

"Bye Dinda cantik.."

"Bye Kak Charles...." Balas Dinda semangat.

"Kak Charles asik ya, Mbak?"

"Jangan tertipu dengan tampang manisnya!" Ketus Tara yang sudah terlanjur kesal.

"Loh? Dinda kan bilangnya asik mbak? Bukan manis?"

"Sama saja! Aku tahu sebenarnya kau mau mengatakan dia manis kan? Bola matamu terus saja menatapnya dengan penuh pemujaan begitu!" Seru Tara jengah.

Ia telah mendengarkan pujian dari banyak orang tentang Charles.

Malu-malu, Dinda mengangguk. "Kak Charles manis banget Mbak, aaahhhhh" Rengek Dinda manja.

Tara bergidik ditempatnya. Dasar Dinda, sana sini suka!

***

Raka menunggu dengan gelisah di meja kantornya. Ia telah menyewa tiga orang untuk mengawasi orang yang lalu lalang masuk ke dalam rumah sakit dimana Tama dirawat.

Jika Tara masih seperti dulu, ia yakin wanita itu pasti akan datang. Apalagi  sudah tiga hari berlalu dan Tama belum keluar dari rumah sakit. Tapi tak satupun anak buahnya menemukan tanda-tanda kehadiran Tara.

Kesal, ia menyugar kasar rambut lurusnya. Yang kian hari kian berantakan karena tidak lagi ia perhatikan.

Raka marah. Raka kesal. Ia ingin meledak tapi tidak tahu kepada siapa. Dalam kepalanya terus dibayangi anaknya yang sedang dalam kandungan Tara, tapi sering kali Tara lah yang mengusik dalam kepalanya dan menghancurkan mood sepanjang hari.

Harusnya Raka bisa tenang, karena diam-diam isterinya masih berkomunikasi dengan Tara, memantau keadaan Tara dari kejauhan. Tapi ternyata bukan itu yang Raka butuhkan, ia butuh melihat Tara dengan mata kepalanya tanpa perantara apapun.

Saat mendengar kabar dari Nisa, bahwa Tama hampir mati bunuh diri, Raka tidak tahu malah merasa senang atau kasihan. Empatinya terjun bebas begitu membayangkan Tara pasti akan kembali, meski di lain itu ia juga akan  kesal  andai Tara memang masih menginginkan si kacau Tama.

Drrtt.. drtt...

Salah satu anak buah nya kembali menelfon, lagi-lagi berita yang diberikan bukan seperti apa yang Raka harapkan.

"Kau yakin? Tidak ada Tara berkunjung kesana? Huh? Aku akan menghajarmu kalau kau sampai lalai!" Bentaknya pada Tano, orang suruhannya.

"Kami sudah memasang kamera tersembunyi didalam dan diluar ruangan Pak. Bu Tara pasti tertangkap kamera jika memang datang, tapi kami tidak menemukan apapun. Bandara juga belum mendaratkan penumpang atas nama Tara."

Raka kehabisan kata. Kepalanya semakin ingin pecah. "Lanjutkan tugas kalian!" Tekannya lalu mematikan sambungan.

"Sudah hampir satu bulan, Ra." Gumamnya lelah. "Kamu dimana?"

Lalu ekspresi Raka berubah pedih. "Aku kangen.. Ra. Kamu jahat..."

"Aku.. pengen marah, Ra. Tapi nggak bisa, seharipun aku nggak bisa lupa.." Perlahan, Raka membuka laptopnya. Membuka sebuah file yang telah ia kunci. File rahasianya, hanya ia yang bisa melihat apa isi didalamnya.

Ia memasukkan beberapa kode yang ia jadikan kata sandi. Lalu, keluarlah puluhan foto Tara. Saat tanpa ekspresi, saat tidur, saat marah, saat tertawa, bahkan saat tanpa sehelai benang pun ada. Ada juga beberapa video kegiatan mereka yang ia rekam, tanpa sepengetahuan wanita itu tentunya.

"Kamu lebih cantik kalau nggak pakai baju, aku suka. Aku akan hukum kamu kalau sampai kutemukan kamu nanti." Ucapnya penuh arti. Disertai seringai dingin.

Foto-foto itu terus bergulir hingga berhenti pada gambar terakhir. Dimana seorang gadis belia dan menggunakan seragam smp tengah menjilat permen lolipop.

"My sexy sweety ... Jangan pernah berharap bisa bebas dariku. Istirahatlah sementara."

***

SALAH RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang