04- That night

75 5 0
                                    

[L] Aku tidak ingin menerka-nerka. Menebak sesuatu yang tidak pasti, lantas marah-marah pada diri sendiri. Membuang waktu, memuakkan.

Hari itu, malamnya, aku segera menemui mama dan papa di kamar mereka.

“Pa, aku tadi mendengar pembicaraan papa dengan seseorang di telepon.” Aku membuka pembicaraan dengan kalimat itu. Di tempat duduknya, aku melihat ekspresi papa berubah. Sementara mama hanya menyimak.

“Papa bicara dengan Paman Heejun. Aku mendengar hampir semuanya, sampai Paman Heejun berterima kasih pada Papa karena telah merawat anak bungsunya dengan baik.”

Papa terdiam di tempatnya. Untuk pertama kalinya, aku melihatnya menangis. Mama juga menangis. Bibirnya bergerak-gerak tanpa suara, seolah mencari jawaban terbaik untuk kalimat yang baru saja ku- lontarkan.

“Mungkin Papa membesarkan anak lain bernama Lalisa selain aku? Atau anak yang kalian bicarakan adalah aku?” tanyaku. Aku menghabiskan dua jam untuk melatih kalimat ini di depan cermin. Berusaha melatih ekspresi, berusaha melatih intonasi suara.

Aku tidak ingin menangis saat menanyakan sesuatu seperti ini.

Mama menggeleng kuat. Tapi malam itu, papa melakukan sebaliknya. Mengangguk lemah, berkata:

“Papa minta maaf, Nak. Kamu sudah cukup besar untuk tahu. Papa akan menceritakan semuanya.”

(almost) RUINEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang