8. Painful

1.3K 190 4
                                    

Dor! Dor! Dor!

Aku menembaki tempat sasaranku dengan penuh emosi. Bukan sebuah kemarahan biasa melainkan rasa bersalah, rasa sedih dan kecewa pada diriku sendiri.

Tiba-tiba aku merasa tanganku kebas dan aku menjatuhkan pistolku itu. Aku merintih kesakitan.

"Akh... aku memang orang jahat." Cicitku. "Tangan ini memang aku gunakan untuk menghabisi nyawa banyak orang."

Aku lalu teringat dengan perkataan Inui tadi siang. Saat aku mampir ke bengkel tempatnya bekerja, kami mengalami cekcok yang sangat serius hingga bengkel itu di tutup sementara oleh sang pemiliknya, demi menghindari perhatian warga sekitar.

Saat aku melompat untuk menggapai kaleng minuman yang dilempar Inui, pistolku jatuh tepat di bawah kakiku. Dan hal itu tidak lepas dari perhatian Inui.

Aku panik, dan buru-buru mengambil pistol tersebut lalu ku sembunyikan lagi di saku belakang celanaku dan kututup dengan jaket yang kukenakan.

Inui menghampiriku dengan tatapan yang tak bisa kujelaskan. Ia bertanya dengan suaranya yang tiba-tiba sangat berat.

"Apa yang kau sembunyikan itu?"

Aku gugup untuk menjawabnya. "In-ini hanya pistol mainan biasa."

Aku melihat mata Inui yang menyipit. "Oh jadi benar yang kulihat itu adalah sebuah pistol. Tadinya aku ingin mengelak dengan apa yang kulihat, ternyata benar."

Aku membulatkan mata. Suaranya terdengar berbeda. Aku tau Inui seorang pria yang berhati dingin namun sejauh ini saat Inui berbicara denganku, nada bicaranya terdengar sangat lembut. Namun kini suaranya terdengar sangat penuh penekanan.

"Iya, tapi ini hanya mainan biasa. Lihat." Aku mengeluarkan pistol itu dan menodongkan keberbagai arah sambil ku tarik pelatuknya.

Dengan cepat Inui menarik pistol tersebut. "Kau gila ya? Bagaimana mungkin kau menarik pelatuknya dengan enteng sekali seperti tadi? Jika memang tidak ada pelurunya, bukannya kau akan gemetaran saat memegangnya saja?"

Aku rasanya berkeringat dingin tidak tahu harus berkata apa, aku mengalihkan pandanganku.

Pria yang bernama Draken itu paham dengan situasi, ia tidak mencampuri pembicaraan kami. Namun ia menutup bengkelnya, entah itu demi kami atau bukan.

"Lihat aku."

Aku merasakan tangan dingin Inui yang menempel di wajahku, ia membuatku menghadap padanya. Apa situasi ini, artinya aku sedang di tekan?

"Untuk apa senjata berbahaya ini ada ditangan seorang wanita sepertimu?" Tanyanya dengan suara yang rendah namun dapat mengintimidasiku. "Ini bukan barang yang legal di pergunakan sembarangan, bukan?"

Aku masih tetap bungkam meski Inui bertanya padaku.

"Kau bisa menjawabnya saat aku masih berbicara baik-baik." Lagi, dia berkata dengan suara yang rendah itu.

Inui mengacungkan pistolku tadi. "Apa kau pernah menggunakannya untuk melukai orang lain?"

Aku terus saja membisu seakan tidak mendengar apa yang dikatakan Inui.

"Jawab."

Inui mendekatkan wajahnya ke wajahku sampai aku merasa dahi kami yang hampir bersentuhan. Aku melihat mata Inui yang melihat kearah bibirku. Apa ia akan menciumku? Ini tidak bisa dibiarkan.

Aku langsung mendorongnya dengan kuat hingga ia jauh dariku.

Inui menatapku dengan nanar. "Kau bereaksi saat aku akan menciummu, sekarang kau tinggal jawab pertanyaanku."

Sial. Ternyata dia sengaja.

"Hah?! Memangnya apa urusannya denganmu? Aku menyimpan barang berbahaya atau semacamnya pun kau tidak perlu ikut campur. Kita hanya teman biasa, aku memiliki sesuatu yang tidak bisa aku beri tahu padamu itu hal yang wajar. Dan kau-"

"Iya!"

Kalimatku terhenti kendengar bentakannya.

"Kita hanya teman biasa." Inui melempar pistol itu kesembarang arah. "Tapi hanya menurutmu."

Aku langsung membeku ditempat.

"Selama ini, kau pikir aku tidak penasaran padamu? Siapa kau? Kau berasal dari mana? Sebenarnya itu hal yang wajar untuk aku tanykan padamu. Tapi aku ingat saat pertama aku bertanya hal tersebut, kau bertingkah seolah tidak ingin memberitahukannya padaku. Aku cukup mengerti dan menghargainya." Inui menjeda kalimatnya. "Meski begitu aku tetap selalu ada untukmu, hari-hari kita lalui tanpa saling mengenal satu sama lain tidak membuatku urung untuk berteman denganmu."

Inui membuang wajahnya.

"Aku lalukan itu hanya demi membuatmu nyaman berada disampingku."

Kami sama-sama diam. Inui masih tetap berdiri di tempatnya, begitu pun juga aku. Namun tidak ingin kuakui, sebenarnya kakiku sangat lemas setelah mendengar kata-katanya.

Aku melihat kearah pistolku dilempar oleh Inui, dan berjalan kearah pistol tersebut. Lalu kuacungkan sambil menghadap Inui.

"Kau penasarankan siapa aku?" Tanyaku.

Inui melihat kearahku.

"Aku, seorang penjahat. Aku kabur dari negara tempatku berasal karena telah menghabisi nyawa orang lain. Bukan hanya satu orang, tapi satu keluarga."

Aku melihat Inui yang membulatkan mata karena syok mendengar penuturanku. Meski saat ini pandanganku agak kabur.

"Sudah 6 tahun berlalu sejak kejadian itu. Tapi aku tidak pernah menyesali tindakanku itu." Aku menghela nafas untuk melanjutkan kalimatku. "Kau ketahai, aku seorang wanita berhati dingin yang sepertinya tidak memiliki perasaan. Kau salah memilih teman, Inui."

Kenapa pandanganku tiba-tiba kabur, sampai aku tak sadar Inui telah berdiri di hadapanku.

"Lalu, kenapa kau menangis?" Aku merasakan tangan yang tadinya dingin, tiba-tiba terasa hangat, menyentuh pipiku.

Aku terdiam dan pikiranku tidak dapat berada disatu tempat saja.

Apa benar aku menangis? Sudah berapa lama sejak aku terakhir menangis?

Aku mendonga, melihat wajah pria yang berdiri tepat didepan mataku itu dengan lekat. Ia tersenyum hangat sambil mengusap pipiku dengan lembut.

Aku kembali berpikir, kapan terakhir seseorang berperilaku lembut seperti ini padaku?

Plak

Aku menepis tangan Inui agar menjauh dariku. Aku lalu menghapus sisa air mataku tadi.

"Ja, kau sudah tahu siapa aku sekarang kan? Aku sudah tidak punya hutang apapun lagi padamu. Setelah ini kita sepertinya tidak bisa bertemu kembali seperti sebelumnya. Tidak kuduga, rencanaku untuk mengunjungimu adalah kesempatan terakhirku untuk bisa melihatmu."

Dan setelah itu aku kembali ketempat latihanku. Disini ruangan ini aku sendiri, sambil menangis meraung-raung. Entah karena berpisah dengan Inui, atau karena tanganku yang terasa sangat sakit.

Dan bagian lain yang kurasa lebih terasa sakit adalah dadaku. Aku merasa sesak dan hatiku merasa tercabik-cabik. Sejauh ini aku cukup kuat menjalani hidupku, namun seseorang yang tidak kusangka akan mempengaruhiku seperti ini membuatku merasa berat untuk menjalani hari-hari berikutnya seperti biasa.

Aku mohon, tidak ada yang mengalami hal serupa sepertiku ini, karena itu memang sangat menyesakan.

________________________________
Bersambung...

Yow minna, author jahat ini merasa senang saat pemeran utamanya melow melow kayak gitu.

Sebenarnya saya sudah menunggu hari dimana pemeran utama menyadari perasaannya. Dan akhirnya hari itu telah terlaksanakan.

Arigatou:*

Bad Crew | BONTEN | [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang