"Ini paket buat siapa, Pak?" tanya ku begitu melihat setumpuk kardus besar di ruang tamu.
"Paket buat Pak Dewa, Bu. Di luar juga masih ada tiga lagi," jawab Pak Harto, tukang kebun rumah.
Aku menghela napas. Kapan sih Mas Dewa tobat belanja online lagi. Mending jika yang di beli itu di gunakan, bukan malah di jadikan penghuni gudang saja. Sikap Mas Dewa yang tergolong boros terkadang membuatku jengkel. Terakhir kali Mas Dewa membeli satu set alat pancing yang harganya membuat aku hipertensi mendadak.
Ingat baik-baik, alat pancing yang di beli Mas Dewa itu harganya mencapai 40 juta. Belum lagi satu setel outfit memancing dari kepala hingga ujung kaki.
Dan lihat apa yang Mas Dewa lakukan dengan pancing seharga 40 juta itu, yah, tergeletak mengenaskan dengan ujung pancing yang bengkok di gudang bekas habis di banting untuk mengusir ular yang masuk ke rumah dua hari yang lalu. Belum sampai situ, rompi memancing yang di beli juga di biarkan hangus begitu saja karena sikap spontan Mas Dewa yang kaget melihat api menyambar dari kompor saat aku memasak.
Yup, di gunakan untuk memadamkan api yang sayangnya tidak berhasil karena api justru semakin membesar.
Karena penasaran dengan paket-paket milik Mas Dewa yang isinya entah apa dan takutnya hanya benda-benda yang tidak perlu, Aku mengikuti Pak Harto ke depan. Tiga kardus yang di maksud Pak Harto ukurannya tergolong besar.
Kira-kira seukuran oven listrik. Apa jangan-jangan Mas Dewa langsung membelikan oven yang aku lihat kemarin di acara memasak?
"Bu, ini biar di sini apa langsung di pindahkan ke dalam saja?" Pak Harto menyadarkan ku.
"Oh, biar di sini saja dulu. Nanti biar Mas Dewa yang masukin ke dalam!"
Setelah Pak Harto undur diri. Aku mendengar suara deru mobil sport milik Mas Dewa. Mungkin dia takut jika aku melakukan sesuatu ke paket-paket miliknya, hingga Ia langsung pulang.
Dan benar saja, setelan jas kantor masih melekat sempurna karena ini masih jam operasional perusahaan. Aku menatapnya seraya menyilang kan kedua tangan.
"How's your day, Sayang?" Mas Dewa mengecup puncak kepala ku. Aku diam, sekali-kali Mas Dewa harus di diamkan agar tidak melunjak.
"Flora?" Mas Dewa memanggil ku dengan lembut.
Enam bulan menyandang status sebagai istri Mas Dewa aku tidak pernah mendengar nya berkata dengan meninggikan suara, karena jika marah dia akan diam saja dengan bibir cemberut. Persis seperti bocah yang minta di belikan es krim padahal sedang batuk.
"Kok diam? Enggak baik loh diam sama suami, enggak dapat pahala. Mas tanya kenapa?"
Aku tidak menjawab, ku angkat dagu untuk menunjuk tumpukan paket-paket jumlahnya ada tujuh kotak totalnya. Mas Dewa membalasnya dengan oh panjang.
"Kamu pasti suka sama yang aku beli kali ini, sayang. Sini deh kita unboxing bareng-bareng!"
Mas Dewa mengawalinya dengan membuka paket yang berukuran sedang, aku memicingkan mata berusaha mengintip apa isinya.
"Nih, aku belikan kamu kacamata anti minyak panas. Jadi, kamu aman deh kalau goreng ikan."
Gunanya apa Mas? Ingin aku menyemprot telinga Mas Dewa dengan pertanyaan itu, tapi aku masih mengirimkan sinyal diam kepadanya. Kacamata itu terlihat seperti kacamata pada umumnya hanya bentuknya saja yang mirip dengan kacamata laboratorium.
Dan untuk apa repot-repot membeli kacamata itu, toh, aku tidak pernah kesusahan saat menggoreng ikan ataupun daging. Bagi ku kecipratan minyak adalah hal yang lumrah saat memasak, di kasih salep juga sembuh. Berlebihan memang Mas Dewa ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Richie Hubby [Terbit Ebook]
Romance[Terbit Ebook] Ebook bisa dibeli di: https://play.google.com/store/books/details?id=_XmXEAAAQBAJ&PAffiliateID=1101l7N6J "when two humans are brought together in a bond called marriage"