Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw.Thank you :)
🌟
Bangun tidur membuat nyut-nyutan di kepalanya jauh berkurang. Matanya tidak terasa nyeri hingga ia siap mengeluarkannya kapan saja kalau masih terus-terusan sakit. Atau tidka merasakan kepalanya dipukul godam setiap menunduk. Ini nyeri kepala terparahnya. Elan sempat membayangkan akan perlu memium obat nyeri ketika bangun jika rasa sakitnya masih sama setelah tidur, tapi sekarang tampaknya ia tidak memerlukan obat itu. Perutnya berbunyi kencang, Elan melihat jam di ponselnya yang sudah menunjukkan pukul dua siang. Pantas saja perutnya sudah berdemo dan meminta diisi sekarang juga.
"Lo ngapain masih di sini?" Pertanyaan pertama yang keluar dari mulutnya begitu membuka pintu kamar dan melihat rambut ikal berwarna pirang yang nangkring di sofa berwarna hitam miliknya.
"Nungguin lo. Siapa tau lo butuh bantuan karena sakit." Abigail menjawab dengan senyuman lebar dan wajah sok polosnya.
Elan mendengkus kencang. Tidak percaya pada satu pun kata yang keluar dari mulut Abigail. Elan tahu pasti kalau itu bukan alasan kenapa Abigail masih di sini. Cewek satu itu tidak pernah bersikap baik jika tidak memiliki motif tersembunyi."Gue bikin sop daging, ada wortel, buncis dan kentangnya juga." Abigail berbicara sambil terus mengetik di ponsel. "Isian kulkas lo juga habis, tadi gue ke supermarket bawah buat beli. Tumben banget kulkas lo kosong."
Kaki Elan otomatis berjalan menuju dapur, melihat panci yang masih ada di atas kompor induksinya. Untuk urusan dapur, Abigail dapat dikatakan lumayan dapat memasak. Meskipun lebih sering semerawut rasanya, tapi untuk sop biasanya aman. Elan mengambil mangkuk dan mengisinya dengan sop lalu nasi. Ia berjalan ke dekat sofa setelah mengambil segelas air mineral lalu memberikanny apada Abigail yang menatap gelas itu lalu dirinya bergantian.
"Tolong pegangin sebentar." Begitu Abigail memegang gelasnya, Elan menarik ujung lift top coffee table-nya sehingga kini lebih tinggi dan dapat digunakan untuk makan. Menambah alasannya untuk tidak memiliki meja makan yang hanya sesekali dipakai. "Thanks."
Abigail mengetikkan sesuatu di layar ponselnya lalu ponsel milik Elan yang berada di kantong berbunyi, "Gue kirim total belanjaan kulkas lo. Transfer, ya. Gue lagi bokek parah."
Elan tidak berhenti makan, tetapi menyahuti ucapan cewek itu. "Lo jadi beli apartemen memangnya?"
"Jadi, gue dua minggu lalu pindah."
"Udah jomlo, bokek pula."
Tangan Abigail lebih dulu bertindak dibandingkan mulutnya dan memukul belakang kepala Elan hingga cowok itu tersedak kuah sup dan nasi lalu menyemburkan isian mulutnya. Ia hampir mati kalau daging yang tersangkut di tenggorokannya itu segera meluncur turun. Matanya sudah berair karena terlalu banyak terbatuk.
"Lo emang bangke banget, Babi!" ucapnya geram, "Kalau gue mati gimana?" Elan menyambar tisu dan mengelap mulutnya dengan kasar. Kalau cewek itu adalah laki-laki sudah pasti Elan mencekiknya sekarang juga.
"Mulut lo juga nggak ada bagus-bagusnya kalau ngomong."
"Omongan gue nggak bikin lo mati, tapi apa yang lo lakuin barusan itu bisa bikin gue dijemput malaikat sekarang juga."
"Dijemput malaikat buat dibawa ke neraka," sindir Abigail. Tahu betul kalau Elan tidak akan mendapatkan tiket masuk surga jalur undangan. Dosanya terlalu banyak ketika memutuskan cewek seenak udelnya. Abigail yakin kalau kutukan yang diberikan oleh para mantan cowok itu sudah berbaris panjang untuk bekalnya selama berpuluh tahun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Every Nook And Cranny [FIN]
ChickLit[PART LENGKAP] May contain some mature convos and scenes Bagi Abigail Williams, El adalah tempatnya berkeluh kesah setelah diputus oleh para mantan pacarnya yang kurang ajar. Tempatnya meminjam kaos, sweater serta hoodie yang nyaman tanpa perlu di...