I. Didn't expect.

23 2 0
                                    

Bara Marquiz, kerap dipanggil Bara. Seorang pemuda SMA yang senang sekali mengikuti balap motor dengan gengnya. Walaupun terkesan liar, Bara tidak pernah sekali pun tertangkap polisi. Bahkan, ia juga tidak pernah berpikir akan membuat masalah dengan perilakunya itu.

Namun siapa sangka, dirinya telah menabrak seseorang dengan motor besarnya itu.

Bara pun berjongkok untuk melihat seseorang yang ditabraknya itu. "Ck. Siapa suruh malem-malem begini jalan sendirian. Mana jalan kaki." Cibirnya.

"Woy, bantuin gue ayok" Suruhnya.

Teman-teman gengnya itu bukannya membantu Bara, tetapi hanya menatapnya dengan sinis dan berkata, "Hah? Lo aja kali, kita gak mau kena skandal."

Mendengar itu, Bara tidak terima. Ia langsung berdiri dan mencengkeram baju temannya yang berkata demikian. "Ap- Apa maksud lo?! Kita temen!"

Lelaki berambut gondrong pun maju di hadapan Bara. "Kita gak pernah anggep lo temen! Memang, kita setuju lo masuk geng kita. Itu pun karena lo jago balap motor. Well, makasih untuk semua kemenangan yang lo dapetin selama ini. Sekalinya lo masuk skandal, kita lempar."

Lalu semuanya memakai helm dan menyalakan kembali mesin motor mereka. Terkecuali Bara, yang terdiam penuh dengan amarah. Harga dirinya, kepercayaannya, minatnya untuk berteman, hilang sudah. Mereka yang disebut 'teman' meninggalkan Bara sendirian bersama orang yang ditabraknya.

Tidak ada jalan lain, Bara menggendong tubuh orang yang ditabraknya itu di punggungnya. Dan juga memeriksa napasnya, Bara mengucap syukur karena orang ini masih bisa diselamatkan.

Namun, ada satu barang yang sudah kotor. Setelah Bara melihatnya dari dekat, ternyata itu adalah kanvas berisi lukisan yang sangat indah. Bara pun mengambilnya beserta tas orang yang berada di punggungnya ini.

Bara mendudukkan orang itu di jok belakang motornya, dan mengikat tubuh tersebut dengan jaket yang sudah diikatkan ke tubuhnya agar tidak jatuh saat Bara mengendarai motornya.

Sudah berkali-kali Bara mengatur napas dan jantungnya agar tidak terlalu panik dan berpikir yang tidak-tidak. Bara merasakan napas yang teratur di bahunya. Serta merasakan detak jantung milik orang itu di punggungnya.

Bara mulai mengendarai motornya dan mencari-cari rumah sakit terdekat yang buka 24 jam. Setelah 10 menit mencari, akhirnya Bara menemukan rumah sakitnya.

Segera ia memarkirkan motornya dan menggendong korban kedalam rumah sakit.

"S.. Suster! Suster! Tolong o- orang ini!"

Para suster dan dokter pun datang dengan membawa kasur pasien. Bara melepaskan ikatan jaketnya dan menidurkan korban di kasur.

"Adik jangan khawatir, mohon tunggu diluar ya." Kata salah satu suster yang akan menutup pintu ruang ICU.

Bara pun mulai mengurus formulir registrasi masuk rumah sakit. Ia sempat kebingungan bagaimana cara mengisi formulir tersebut. Keringat mulai mengucur di dahinya. Untung ada resepsionis yang tidak segan-segan membantunya.

Makanya, jangan melakukan hal yang negatif jika tidak ingin diliputi rasa bersalah ya adik-adik.

Oh tunggu, Bara tidak mengetahui nama korban yang ditabraknya itu. Ia pun segera mengambil handphone milik korban, dan terdapat banyak sekali pesan yang masuk di bar notifikasi.

Bara langsung menelpon kontak yang baru saja mengirim pesan beberapa menit lalu.

Sebenarnya, Bara sedikit takut jika yang ia telepon ini adalah orangtua dari korban yang dia tabrak.

"H.. halo?"

"Di? Eh, ini siapa ya? Kok anda yang memegang handphone anak saya?" Terdengar suara wanita di seberang sana yang membuat jantung Bara semakin berdegup kencang.

"A.. Anak anda tertabrak m.. motor. Sekarang ada d.. di rumah sakit Cendana."

Bara mendengar seperti suara handphone yang dijatuhkan. Pasti wanita paruh baya itu menjatuhkan handphone nya karena syok.

"Ya Tuhan! Anakku.. Tunggu, ya. Kami akan segera kesana." Ucap wanita paruh baya itu selaku ibu dari korban.

Bara duduk di kursi tunggu sembari menunggu kedatangan keluarga dari orang yang ia tabrak.

Beberapa langkah kaki mulai terdengar mendekat ke arah Bara yang sedang duduk. Bara merasakan pelukan yang diberikan oleh seseorang yang memakai piyama tidur dengan suara detak jantungnya yang sangat berdebar-debar.

Ah, siapa lagi kalau bukan ibu dari korban?

Bara semakin merasa bersalah, tetapi ia juga tidak mau di investigasi oleh polisi.

"Terimakasih ya, Nak. Kamu sudah menolong anak saya dan membawanya ke rumah sakit. Bantuanmu gak akan kami lupakan." Ucap sang ibu.

Rasanya Bara ingin sekali menangis. Menangisi dirinya yang tidak mau bertanggung jawab atas kesalahannya yang sangat fatal.

Terlihat dokter dan suster keluar dari ruangan ICU tempat orang itu ditempatkan. Segeralah sang ibu buru-buru mendekati dokter dan bertanya bagaimana keadaan anaknya.

"Anak ibu cukup pintar untuk melindungi bagian tubuhnya saat kecelakaan. Hanya saja, pergelangan tangannya patah. Mungkin dia sedang melindungi sesuatu di tangannya?" Jelas sang dokter.

Wanita paruh baya itu menutup mulutnya, tidak percaya bahwa putranya akan mengorbankan nyawanya demi satu kanvas besar. Tidak hanya wanita paruh baya itu, Bara pun juga tidak menyangka bahwa seseorang akan sangat cinta dengan lukisannya.

Seorang suster menghampiri dokter dan keluarga korban. "Pasien sudah dipindahkan ke kamar inap, sudah bisa dijenguk."

Keluarga dari korban yang ditabraknya itu langsung bergegas menuju kamar yang telah ditunjukkan oleh suster. Ternyata tidak jauh dari ruang ICU.

***

Terlihat putranya tengah berbaring lemah diatas kasur pasien dengan tatapan kosong. Sebuah selang infus yang menancap di tangannya, dan tangan kanan yang dipakaikan alat penyangga tulang.

"Dipta.."

Mata Dipta yang tadinya kosong sekarang menjadi seperti ingin menangis saat mendengar suara ibunya.

"Ma.. maaf, tapi Dipta mau bicara sama orang yang bawa Dipta kesini, boleh?"

Arina, ibu Dipta sempat sedih karena putranya ingin bertemu orang lain terlebih dahulu daripada dirinya. Namun, Arina tidak pernah bisa menolak keinginan putranya yang satu ini.

"Yaudah, Mama panggilkan dulu. Kamu jangan terlalu banyak bicara, masih syok."

Lalu Arina memegang kenop pintu dan keluar dari kamar inap itu untuk memanggil pemuda yang telah membawa putranya ke rumah sakit.

***
TBC.

kajdksdbsndb aneh gk sie, klo bisa kasih sarannya yh msih agk tbl tbl gtu 😔

RepaintTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang