[04] Get Number

16 4 0
                                    

Kamu gak perlu tahu, dari mana aku mendapatkannya.

🌻🌻

"Gue bantuin boleh?" Kalan mengambil sikat yang tergeletak di lantai. Menggosok lantai toilet dengan tak sabaran, sampai airnya menciprat ke mana-mana.

Sementara, Makaila--orang yang dihukumnya--masih diam. Gadis itu menyesali perbuatannya karena tidur di kelas. Alhasil, dia dihukum untuk membersihkan semua toilet di OHS.

"Kenapa lo dihukum?" Kalan bertanya. Berusaha mencairkan suasana yang dirasanya begitu tak nyaman. Saling diam.

"Ketiduran di kelas." Begitu jawab Makaila dengan nada malas. Sudah disuruh membersihkan toilet, ditambah kedatangan cowok bernama Kalan yang tidak diundang.

Walau sekarang bibirnya rapat. Namun, dalam hati terus berbicara. Mencoba mengusir Kalan lewat tatapan tidak suka, tapi justru Kalan semakin betah. Bahkan, pekerjaannya lebih cepat daripada dirinya.

Bisa dibilang untung juga, sih. Makaila pun menghela napas, sebelum akhirnya berdiri, mengambil air dari dalam bak dan menyiram lantai sehingga terlihat mengkilap.

Satu jam membersihkan seluruh toilet terbilang cukup cepat. Jam pun menunjukkan pukul setengah lima sore. Setelah menyerahkan seluruh kunci toilet kepada petugas sekolah, Makaila bergegas keluar gerbang dan berdiri di trotoar. Menunggu angkot yang biasa lewat di sini.

Cewek itu menoleh, tatkala mendengar deru motor dari sebelah kanan. Terlihat Kalan baru keluar dari gerbang. Cowok itu tampak celingukan, tapi tak berhasil melihat Makaila yang sengaja memundurkan langkah sehingga terhalang oleh pohon di sana.

"Ke mana sih tuh cewek?" Karena tak kunjung melihat Makaila, maka Kalan pun pergi dari sana. Meninggalkan Makaila yang mengembuskan napas lega.

Tak lama dari itu, angkot yang dia tunggu-tunggu akhirnya datang. Makaila naik, dan duduk dekat pintu keluar.

[.]

Pukul delapan malam, Kalan beserta teman-temannya berkumpul di tempat yang biasa mereka jadikan basecamp. Sebuah warung milik Bang Opik, selalu buka 24 jam.

Karena kebetulan sekarang malam minggu, maka mereka akan menghabiskan waktu di sini. Palingan biasanya pulang pukul enam pagi. Solat subuh berjamaah di masjid dekat warung Bang Opik. Tak heran jika warga sana sudah mengenal Kalan dan kawan-kawan. Bahkan, ada ibu-ibu yang ingin menjodohkan anak gadisnya dengan mereka.

"Dua detik gue nyedot ale-ale, kira-kira cewek yang gue suka sedang apa, ya?" Max mengajukan pertanyaan sembari meremas kap bekas minuman yang telah habis.

Haidar meluruskan kaki sembari menguap lebar. "Menurut wikipedia, kewarasan lo perlu dipertanyakan."

Max balas mendelik pada Haidar. Cowok itu lalu menatap Jauzan. "Zan..."

Jauzan yang namanya dipanggil pun mengangkat kepala setelah berhasil menyatukan warna-warna di rubik yang dia mainkan.

"Sedang berpikir gimana caranya biar lo gak nyukain dia lagi." Dengan tampang datarnya, Jauzan menjawab tanpa rasa beban.

Tatapan Max berubah horor. Ingin sekali dia menghajar wajah sahabatnya itu. Namun, sebisa mungkin dia tersenyum manis karena ingat kalau Jauzan; sabahat setrongkrongan yang harus disayangi sepenuh hati.


"Mukanya biasa aja." Kalan menampol wajah Max dengan kertas bekas bungkus cireng.

In FabulaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang