That Winter

244 41 19
                                    

TW: implied suicide. Don't continue if uncomfortable.

🖤

Menjadi anak dari keluarga berada yang diidam-idamkan hanya memberikan tekanan yang jauh lebih besar.

Sehun adalah salah satu mahasiswa di suatu universitas ternama. Kendati demikian, dia sama sekali tidak menikmati prosesnya; ia dipaksa oleh kedua orang tuanya untuk memasuki jurusan yang sama sekali tak menarik perhatiannya.

Dia mencoba, sangat keras. Namun, mencoba untuk menyukai sesuatu yang ia benci bukanlah hal yang mudah. Seiring dengan bergantinya hari, Sehun hanya dapat menemukan dirinya yang lambat laun tenggelam dalam kegelapan tak berujung. Tekanan-tekanan dari orang tuanya mungkin merupakan salah satu penyebab utamanya, tapi emosi-emosi yang tak pernah ia luapkan juga turut berkontribusi.

Hingga suatu hari, segalanya hancur berkeping-keping. Perasaannya hampa, dunia yang dilihatnya tak lagi berwarna. Dia merasa sangat lelah.

Setiap orang yang ditemuinya selalu berkata bahwa ia akan terbiasa dengan segalanya suatu hari nanti dan terus memintanya untuk mencoba menjalaninya. Tapi apa yang bisa diharapkan Sehun dari orang-orang yang bahkan tidak pernah berada dalam posisinya? Memahaminya begitu saja?

Sehun mendengus kasar seraya menatap sebuah kontainer putih dalam genggamannya. Tutup dari botol itu telah terbuka, memperlihatkan butiran-butiran kecil berwarna putih yang hampir memenuhi setiap ruang kosongnya. Obat tidur yang sering ia gunakan setiap kali masalah-masalah dan kegelapan itu memenuhi pikirannya.

Isi dari botol itu dituang secara kasar ke dalam telapak tangannya. Dengan kelopak mata yang tertutup dan tarikan napas kasar, Sehun baru saja hendak memasukkan semua pil-pil kecil itu ke dalam mulutnya tatkala bel apartemennya berbunyi.

Sekali, dua kali, ... tiga kali. Sehun mengembuskan napas kasar dan memasukkan kembali butir-butir obat itu sebelum beranjak untuk melihat siapa yang baru saja mengganggu waktunya.

Ia mengintip dari lubang kecil pada pintunya, tapi nihil. Yang dapat dilihatnya hanyalah dada bidang dari orang itu. Dengan was-was, Sehun menanyakan identitasnya. Bagaimana kalau ternyata ia adalah orang jahat? Bagaimana kalau orang itu adalah pria mabuk yang suka mengganggu orang-orang asing? Ditambah lagi, sang dewi bulan telah menduduki singgasananya.

"Delivery, Pak. Seseorang memesankan sekotak pizza dan bubble tea untukmu." Pria itu menjawab, memperbaiki topi hitamnya dan sedikit menunduk. Ia menatap tepat pada lubang intipannya, alisnya hampir menyatu kala ia memfokuskan pupilnya pada lingkaran kecil itu.

Usai mengonfirmasi identitas pemuda itu, ia tak dapat menghentikan dirinya dari menebak-nebak siapa yang mengirim makanan-makanan tersebut. Hell, dia tidak memiliki satu pun teman yang suka memberinya sesuatu tanpa pemberitahuan sebelumnya.

"Apa mungkin alamat pengirimannya salah?" Sehun bertanya, mengesampingkan perasaan menggelitik dalam perutnya; ia hanya ingin menyingkirkan segala kemungkinan buruk dalam kepalanya—bagaimana kalau ternyata ini adalah jenis penipuan terbaru?

Pemuda pengantar makanan itu menyipitkan matanya seraya membaca tulisan pada kertas yang tertempel di atas kotak pizza itu, memeriksanya satu per satu dengan detail alamat yang tertera pada apartemen di hadapannya. "Tidak, Pak. Saya yakin tidak ada yang salah dengan alamatnya. Oh Sehun, apartemen Ode unit 6194, benar?"

Setelah menimbang-nimbang untuk beberapa saat, Sehun memutuskan untuk membuka pintunya tanpa melepaskan rantainya. Ia mengintip dari celah yang diciptakannya hingga dirinya dipertemukan dengan sepasang mata almond berwarna coklat. Sepasang lesung terukir pada pipi pemuda itu beriringan dengan terciptanya sebuah senyuman lebar. Helaian anak rambutnya berjatuhan saat ia kembali memperbaiki topinya.

That Winter (Bahasa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang