Dahi Jerry mengernyit kala melihat banyak notifikasi di hp nya yang tadi dia tinggal saat ke minimarket. Puluhan panggilan tak terjawab dari adik kembarnya, Merry membuat dirinya penasaran plus khawatir. Apalagi semenjak terakhir kali dia menelvon mom. Ibunya bertanya sembari menangis. Menangisi kepergian salah satu putrinya yang sebenarnya ada sama Jerry.
Cowok itu memilih menelvon balik sembari meletakkan belanjaan nya ke meja dapur.
"Dekk, susun belanjaan nya dulu."
"Ya."
"Halo? Siapa adek mu? Luna? Apa dia bersama mu?"
Deg! Mampus!
Jerry mengalihkan tatapannya ke hp yang menyala. Ternyata yang angkat telvon nya dad. Tapi, bukannya yang dia telvon itu Merry?
"Halo?? Hey"
"Eh dad eee - anuu itu dad, itu teman, yahh itu teman Jerry. Kebetulan dia junior Jerry dikampus. Jadi manggilnya adek." jawab Jerry bohong. Dalam hati berharap semoga dad tidak curiga.
"Ooh. Kalau sudah nemu Luna kabari dad. Ada apa nelvon?"
"Tadi Merry nelvon Jerry. Tapi Jerry tidak bisa angkat karena lagi dijalan,dad." lagi-lagi dia berbohong. Eh tidak sepenuhnya berbohong, kan hp nya tertinggal dirumah.
"mom masuk rumah sakit."
Ya Tuhan apalagi ini.
Ada apa dengan mom? Mom baik-baik saja kan? Ya Tuhan, lindungi kedua orangtuanya.
"Mom sakit apa, dad?" sengaja Jerry mengeraskan suaranya saat Luna mendekat ke arahnya. Mendengar kata mom, Luna mempercepat langkahnya dan ikut mendengar. Seolah mengerti, Jerry me loudspeaker kan telvonnya. Agar Luna bisa mendengar juga.
"Kelelahan dan stres serta magh nya kumat." ucap Dad. Mengulang perkataan dokter tadi.
Jerry terdiam. Merasa bersalah karena sudah berbohong. Tapi posisinya sekarang serba salah. Mau tak mau dia harus berbohong.
Hati Luna serasa mencelos kala mendengar fakta yang mengejutkan ini. Sakit. Ingin rasanya dia pulang, berteriak memanggil mom dan memeluk erat. Melampiaskan rasa rindunya ke wanita tua itu. Tapi dia tidak bisa. Dia terlalu takut untuk melakukan itu.
"Hmm.. Yauda dad. Titip salam sama mom. Cepat sembuh, maaf Jerry gak bisa datang jenguk. Dad juga. Jaga kesehatan."
"Ya. Jangan lupa caritau Luna."
Jerry hanya berdehem lalu memutuskan panggilan.
"Lebih baik lo temui mereka. Kasian, gue tau Merry gak akan bisa urus mom. Secara kan dia manja."
Jerry mengangguk pelan. Dia juga tahu kalau adiknya yang satu itu kelewat manja. Bahkan sekedar bersihkan kamar nya sendiri pun yang bersihkan pembantu dirumah. Apalagi waktu dulu, saat Luna masih SMP dan ada kegiatan kemah, saat itu juga mom sakit, Merry malah enak-enakan dugem sama teman. Dan berujung Jerry sendiri yang urus mom nya.
"Tapi mom sakit karena lo. Gue bukannya nyalahin lo, tapi mom kangen sama lo. Apa lo ga kangen sama dia?"
"Tanpa gue jawab pun, lo pasti tau."
"Terus apalagi? Lo gak kasihan liat mom sakit? Ayolah, sedikit aja kurangi ego lo! Setelah itu mau lo pergi atau ga, itu urusan lo Lun. Yang terpenting sekarang mom!"
Apa? Ego? Luna tak habis pikir sama abangnya ini. Apakah dia lupa? Bahwa merekalah yang buat dirinya seperti ini? Termasuk dia juga ikut andil dalam menyakiti nya?
Dan sekarang dia bilang dirinya egois?
Luna tertawa pelan. Ternyata benar, abangnya pura-pura baik hanya demi mom. Bukan karena menyesal udah nyakitin dirinya. Seharusnya dia sadar. Bukan percaya begitu aja.
"Gue juga gamau seperti ini."
"Kalau lo lupa, gue ingatin balik. Gue gakan mau seperti ini, kalau kalian tidak nyakiti gue. Lo, dan mereka sama aja! Sama-sama nyakitin! Lo bilang gue egois? Sekarang balik lagi, siapa yang paling egois?"
Jerry terdiam. Dia tak mampu menjawab pertanyaan adiknya itu.
"JAWAB! SIAPA YANG EGOIS?! LO SEMUA YANG BUAT GUE, DAN SEKARANG LO NGATAIN GUE EGOIS? BRENGSEK LO! GUE BENCI LO! GUE SANGAT BENCI SAMA LO! LO EGOIS! LO GAK AKAN NGERTI PERASAAN GUE KARENA LO GAPERNAH BERADA DIPOSISI GUE!" setelah puas mengeluarkan unek-uneknya, gadis itu memilih pergi ke kamar.
"Luna! Gue belum selesai ngomong!"
Brak.
TBC
Sejauh ini gimana? Masi stay?
Yok spam next, biar makin semangat update nyaa.
Semoga fell nya dapat ya, xixixi
KAMU SEDANG MEMBACA
Luna
Teen Fiction(FOLLOW DULU BARU BACA. JANGAN LUPA VOTE SAIANG) Bukan anak broken home. Punya keluarga, serasa gak punya keluarga. Keluarga utuh, tapi kurang kasih sayang. Semenyedihkan ini gue sekarang. Dan itu yang buat gue mati rasa. Maaf, bukannya gue kurang...