WAKTU BERDUAAN

19 8 1
                                    

Yorala menjatuhkan dirinya di kasur Yasada. “Huft!”

Yorala memasuki mobil Yasada, lalu menatap serius laki-laki di sebelahnya. “Bang, menurut lo ... kalo cewek di novel gue kayak bocah, bakal menarik, gak, Bang?”

“Dipasangin sama cowok dingin, gitu?” tanya Yasada.

Yorala mengangguk semangat.

“Menarik.” Yasada mangut-mangut. “Tapi, kayaknya tuh cewek bakal sering sakit, deh, Dek.”

Yorala berdehem.

“Gimana kalo lo sakit hati?”

“Ya, nggak apa-apa. Berarti gue bakal bisa ngerasain perasaan si ceweknya.”

“Emang lo siap merubah diri jadi childish?” tanya Yasada.

“Siap, donggg!” jawab semangat Yorala. “Itu ... mudah.”

Gue harap. lanjut gadis itu dalam hati.

“Kalo antara lo dan dia ada yang saling cinta, gimana?”

“Gue, sih, udah pasti gak akan,” tutur lembut Yorala. “Karena gue emang cuma cinta sama cowok gue.”

“Kalo dia yang cinta?”

“Kalo dia cinta dan ngehargain perjuangan gue, gue bakal tanggung jawab dengan ngasih dia cinta. Mmm ... cinta sebagai teman, sih.”

“Kalo dia gak ngehargain perjuangan lo, tapi mencintai lo?”

“Kalo dia nyia-nyiain perjuangan gue, ya udah. Setelah ceritanya beres, gue gak mau punya hubungan apa pun lagi sama dia.”

“Lo serius, Dek?” tanya Yasada, mendapat anggukan dari Yorala.
“Gue tinggalin meskipun dia udah cinta sama gue.”

Yasada mendelik. “Kenapa lo?” tanyanya membuyarkan lamunan Yorala.

“Bang, ternyata selama ini Ragafa selalu makan sandwich pemberian gue.”

“Bagus, tuh!” Yasada terperanjat duduk. “Berarti dia udah mulai luluh sama lo,”

Yorala ikut membenarkan posisinya menjadi duduk. “Halah, lo pikir jinakin harimau semudah itu apa? Gue yakin, ada yang lagi dia sembunyiin, Bang.”

“Jadi?”

“Gue bakal pura-pura gak tau kalo sandwich gue selalu dimakan dia.”

Yasada mengangguk-ngangguk. “Gue pikir, itu bakal bikin cerita lo makin menarik.”

“Hm.”

Walaupun aslinya, gue jadi makin penasaran sama tuh cowok. batin Yorala.

“Ngomong-ngomong, lo gak capek pura-pura kek bocah?”

“Capeklah! Lo bayangin aja, cewek dewasa kayak gue harus berubah jadi bocah demi seorang cowok?!” pekik Yorala menjeda ucapannya.

Yasada pun terus memusatkan pandanganya pada Yorala.

“Dan itu cowok kayak Ragafa?!” lanjut gadis itu membulatkan kedua matanya, lalu berdengus. “Kalo bukan demi novel, gue gak sudi deket-deket sama dia, Bang!”

“Ishhhh ....” Hanya itu yang keluar dari mulut Yasada.

“Udah kesiksa pake topeng, gak bisa apel sama pacar lagi.” gerutu Yorala.

“Ya, terima konsekuensi.”

“Beruntung banget gue dapetin Gizara.” Tanpa sadar, gadis itu mengukir senyuman. “Sabarnya bener-bener kebangetan.”

Dia dalam Karya (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang