BAB 1

24 6 0
                                    

"Tidak semua orang bisa terlihat baik-baik saja "

Dengan santai Putri berjalan menuju resepsionis. Dia tersenyum tipis pada wanita yang sedang menatapnya keheranan itu.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya wanita itu sopan.

"Apa pak Jimie Irawan ada di sini mbak?" tanya Putri setelah mengangguk.

"Jimie Irawan?" ulang resepsionis itu bingung.

"Katanya kakek ada rapat di sini," terang Putri.

"Ohh kalau begitu silakan ditunggu dulu," ucap resepsionis itu mempersilakan.

"Terima kasih," sahut Putri sebelum dia duduk di ruang tunggu yang ada dipojok ruangan.

Aroma karbol cemara lembut masih tercium di hidung Putri. Lantai marmer berukuran besar dan minimnya perabotan membuat suasana di lobi lantai dasar perusahaan milik Dion Wijaya itu terlihat luas. Cuma ada dua buah sofa tunggu dipojok ruangan, sementara di bagian tengah depan ada meja resepsionis berbentuk setengah lingkaran. Tak lupa nama perusahaan yang terbuat dari akrilik timbul berwarna hitam ikut menghiasi dinding di belakang meja resepsionis. Sederhana memang, tapi terkesan elegan.

Beberapa menit kemudian Jimie dan Rudi mulai terlihat dari balik pintu masuk kantor yang terbuat dari kaca yang langsung tembus pandang ke dalamnya. Refleks Putri segera beranjak setelah Rudi dan Jimie masuk ke dalam perusahaan.

"Kakek!" panggil Putri sambil berlari menghampiri Jimie.

"Putri, kenapa kamu bisa ada disini?" tanya Rudi kaget ketika dia melihat Putri sudah ada di lobi.

"Putri lagi nungguin kakek," sahut Putri dengan senyumnya yang terlihat sumringah.

"Putri," panggil Rudi setelah dia berlutut tepat di samping Putri, "Hari ini kakek ada acara dan jadwalnya sudah ditentukan. Gimana kalau Putri sama om Rudi dulu?"

"Tapi-" ucapan Putri terpotong ketika Jimie sama sekali tak menatap wajah Putri dan seolah mengabaikan tatapannya.

"Putri bisa ketemu kakek kalau sudah selesai rapat," ucap Rudi yang masih berusaha meyakinkan.

Tanpa menjawab Putri mengangguk sambil menggandeng tangan Rudi dan mengajaknya ke luar. Sedangkan Jimie sudah melangkahkan kakinya menuju lift tanpa berbicara sedikit pun kepada Putri.

~ A P O S T R O F ~

Langkah Revan tiba-tiba terhenti ketika melihat Radit sedang bersembunyi di balik tembok. Sesekali Radit menarik kepalanya agak ke dalam seperti takut ketahuan.

"Lo ngapain?" tanya Revan setelah dia menepuk pundak Radit.

Refleks Radit membalikkan badannya cepat sambil mengusap-usap dadanya.

"Jangan berisik," bisik Radit setelah menempelkan jari telunjuknya didepan mulut.

"Lo ngintipin siapa?"

Lagi-lagi Radit menempelkan jarinya di depan mulut karena suara Revan masih cukup keras.

"Ngintipin cewe yang kemaren bikin pesta lo rusak," sahut Radit.

Sebelum Revan berhasil mengintip orang yang Radit maksud, Radit lebih dulu menariknya menjauh.

"Gue belum sempet liat , Dit," keluh Revan.

"Kakek Jimie mau jalan ke sini," ungkap Radit panik.

"Buruan ngumpet," usul Revan yang mendadak juga ikut panik sambil menarik tangan Radit dan mengajaknya berlari untuk bersembunyi.

APOSTROF (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang