BAB 2

6 2 0
                                    

Ephraim Kratava menjamu Arthur dengan baik di meja makan sederhananya. Setelah Aric menjelaskan situasi yang terjadi pada Ephraim, lelaki tua itu tidak jadi menyalahkan Arthur sebaliknya mengusahakan segala yang terbaik pada tamu penting itu. Nama belakang Arthur tentu saja menjadi alasan semua perlakuan baik tersebut.

Adriana hanya merasa bagai pion kecil ditengah-tengah permainan besar yang sedang terjadi dalam hidupnya. Awalnya cibiran terhadap dirinya berubah drastis menjadi pujian besar. Ephraim berjanji akan segera mengusahakan komunikasi untuk membantu memulangkan Arthur dan mengenai rencana bantuan dari pihak keluarga Arthur tentu akan disambut baik oleh pihak desa.

"Aku benar-benar tidak tahu Pak, keadaan cuaca sangat buruk. Aku tidak yakin masih ada yang selamat. Pesawat kami mungkin saja tenggelam disuatu tempat. Mencari kru atau petugas akan sangat sulit mengingat medan disini."

Ephraim mengangguk maklum. "Keadaan alam di desa kami memang sedang tidak baik tuan. Tak jarang utusan pemerintah memilih mundur ke kota."

Arthur menggeleng. "Tenang saja, Pak. Aku berjanji akan melakukan yang terbaik untuk membantu desa."

"Terima kasih, tuan. Awalnya kami pikir akan melakukan pernikahan pada putri terbaik di desa hanya saja kedatangan tuan menjawab sedikit persoalan didesa kami." Kata-kata itu membuat Arthur tertarik menyaksikan reaksi Adriana diujung meja. Benar saja, wanita itu langsung melengos tak suka.

"Apakah desa kekurangan bantuan untuk pestanya? Mungkin aku bisa sedikit membantu." Tambah Arthur membuat Adriana langsung tersedak makanannya. Aric cepat-cepat menyodorkan gelas minuman ke arah wanita itu.

"Tidak perlu tuan. Pernikahan selalu memiliki bagian tersendiri. Sebaiknya fokus saja pada membantu warga desa disini." Jelas Ephraim. Wewenangnya sebagai kepala desa bisa dipertanyakan bila dia harus meminta bantuan dana untuk pesta pernikahan puterinya sendiri. Memang situasi mereka sedang susah tetapi tidak berarti dia akan berakhir mengemis.

"Baiklah. Kalau begitu bisa bantu aku secepatnya untuk menghubungi keluargaku?" tanya Arthur dan Aric mengangguk. "Besok pagi, anda bisa ikut dengan saya tuan. Ada titik tertentu dalam desa yang menangkap sinyal cukup baik."

Arthur mengangguk setuju. Acara makan malam itu pun berakhir. Aric sudah pulang ke tempat istirahatnya. Sementara Arthur dibiarkan menempati kamar Adriana dan wanita itu malah diminta berbagi kamar dengan adiknya. Adriana tentu saja protes berat. Dia memaksa ayahnya untuk mencarikan tempat tinggal lain pada Arthur. Apalagi mengingat semua yang berusaha lelaki itu lakukan saat makan malam tadi, takkan semudah itu Adriana lupakan.

Wanita itu pikir, Arthur bisa membantunya. Sebagai balas budi karena sudah menyelamatkannya dari kematian. Kenyataannya semua berbalik padanya. Arthur dan kata-katanya tidak dapat dipercayai sama sekali.

Waktu tengah malam, Adriana segera bangun dari posisi tidurnya yang tak nyaman dan bergerak menuju kamarnya sendiri. Tak peduli bila cuaca masih hujan deras diluar sana dan lampu dalam rumah mereka yang mendadak padam. Karena tepat ketika kakinya melangkah diatas karpet kamarnya keadaan langsung gelap.

"Sial." Pekik Adriana. Namun itu tidak berlangsung lama karena ketika dia mencoba berbalik dalam keadaan gelap, kakinya tanpa sengaja terjengkang oleh lipatan ujung karpet dan tubuhnya langsung terjatuh. Hanya dasar tempatnya terjatuh bukanlah lantai yang keras dan datar melainkan tubuh seseorang.

"Apa yang sedang kau lakukan padaku?" pertanyaan itu membuat Adriana menghela napas. Ditengah kegelapan dia mencoba duduk namun ada tangan yang membantu tubuhnya agar tegap dan Adriana tidak menyangka lelaki itu memiliki keseimbangan bagus meski dalam gelap. Padahal mengingat tiga hari belakangan lelaki itu masih tidak berdaya membuat Adriana merasa sungguh bodoh.

DEALINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang