Berkas cahaya yang tiba-tiba melintasi galeri membuat jantung Yeorin seperti melompat ke tenggorokan. Dia memalingkan kepala ke kiri, dengan letih menatap pintu geser kamar Jimin, ke arah asal cahaya.
Apa yang membuat Jimin terbangun?
Saat melihat pintu kaca tetap tertutup, Yeorin kembali menggeser tatapan ke kegelapan kebun. Dia berharap Jimin tidak keluar mencarinya, rasanya Yeorin tak sanggup berhadapan dengan Jimin saat ini. Mungkin besok pagi, saat Yeorin memakai seragam terapi yang familier — celana pendek dan blus — dan mereka terlibat latihan rutin. Mungkin saat itu Yeorin sudah bisa mengendalikan diri dan bisa bersikap seolah tidak terjadi sesuatu. Sekarang dia merasa rentan dan berdarah, semua sarafnya seakan tersingkap lebar.
Dengan letih Yeorin menyandarkan kepala ke susuran, tidak merasakan betapa dia kedinginan sekarang.
Telinganya menangkap dengungan, dan dia mengangkat kepala sambil mengernyit. Bunyi itu berasal dari kamarnya lalu berhenti tepat di belakangnya, dan dia pun tahu. Jimin memakai kursi roda karena bisa berpindah tempat lebih cepat daripada jika menggunakan tongkat bantu berjalan. Sekujur tubuh Yeorin tegang ketika menyimak Jimin turun dari kursi, berkutat menjaga keseimbangan, tapi dia tidak berani menoleh ke belakang. Yeorin terus menekan dahi ke logam susuran yang dingin.
Meski tak yakin, Yeorin berharap Jimin sadar, dia tak ingin diganggu dan meninggalkannya.
Awalnya Yeorin merasakan tangan Jimin mencengkeram bahunya, lalu merasakan tubuh keras yang hangat menekan punggungnya, dan embusan napas Jimin di rambutnya.
“Kau kedinginan, Rin.” gumam Jimin. “Masuklah. Kita bicara di dalam, aku akan menghangatkanmu.”
Yeorin menelan ludah. “Tidak ada yang perlu dibicarakan.”
“Ada banyak hal yang perlu dibicarakan,” balas Jimin.
Ketegasan yang belum pernah Yeorin dengar dalam suara Jimin membuat wanita itu menggigil. Jimin merasakan otot Yeorin bergerak di bawah jemarinya, dan makin merapatkan jarak pada Yeorin.
“Kulitmu sedingin es, jadi kau harus ikut aku masuk sekarang. Kau shock, Sayang, dan harus diurus. Kukira aku mengerti, tapi malam ini kau membuatku kebingungan. Aku tidak tahu apa yang kau sembunyikan, apa yang kau takutkan, tapi aku bertekad mencari tahu sebelum malam ini berakhir.”
“Malam ini sudah berakhir,” Yeorin memberitahu dengan lirih. “Sekarang sudah pagi.”
“Jangan berdebat denganku. Siapa tahu kau tidak memperhatikannya, aku hanya memakai celana pendek dan aku hampir membeku, tapi aku tetap di sini bersamamu. Kalau kau tidak masuk, mungkin aku akan terkena radang paru-paru hingga semua kemajuan yang kau usahakan untukku sia-sia. Ayo,” ajak Jimin, suaranya berubah riang. “Kau tidak perlu takut. Kita hanya akan berbincang.”
Yeorin menggeleng, rambut panjangnya berkelebat liar dan menyabet wajah Jimin.
“Kau tidak mengerti. Aku tidak takut kepadamu. Tidak pernah.”
“Ya, pasti ada sesuatu,” gumam Jimin sambil menurunkan tangan ke pinggang Yeorin dan memaksanya berbalik.
Yeorin menyerah dan patuh saat Jimin menggiringnya masuk sambil menggunakan Yeorin sebagai keseimbangan. Langkah Jimin lambat tapi sangat mantap, dan pria itu tidak menumpukan bobotnya seratus persen pada Yeorin. Jimin berhenti untuk menutup pintu geser, lalu menggiring Yeorin ke ranjang.
“Kemari, masuk kembali ke dalam selimut,” perintah Jimin sambil membungkuk untuk menyalakan lampu. “Sudah berapa lama kau di luar? Bahkan kamar ini terasa dingin.”
Yeorin mengedikkan bahu; tidak terlalu penting sudah berapa lama dia di luar, bukan? Dia menuruti perintah Jimin dan merangkak ke ranjang, menarik selimut tebal hingga leher. Jimin mengamati wajah Yeorin yang pucat dan tegang beberapa saat. Dia merapatkan bibir dengan muram, mengangkat selimut, dan menyelinap ke sebelah Yeorin, membuat wanita itu menatapnya shock.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lie To Me
Romance(Completed) Kecelakaan mengerikan membuat Han Jimin lumpuh, dan kehilangan semangat hidup. Ia pesimis akan pulih kembali dan menolak semua bentuk terapi yang disarankan. Sebagai terapis andal, Kim Yeorin yang ditawari pekerjaan untuk membantu memul...