Bab 1

5 2 1
                                    

Penyesalan selalu datang terlambat.

Pepatah yang sudah tidak asing lagi terdengar, namun hampir selalu gagal menjadi pembelajaran, khususnya untukku.

Bermula dari keluhan Mama yang sering merasakan dadanya terasa sesak setiap kali baru mulai makan hingga nafsu makannya sering kali hilang.

Akhirnya kami (aku dan Papa) memutuskan untuk membawa Mama berobat ke dokter spesialis penyakit dalam yang cukup terkenal di Pekanbaru. Kita sebut saja dr. D.

dr. D melakukan USG, kemudian menyuruh Mama untuk memeriksakan diri ke labor, mulai dari pemeriksaan darah hingga urin. Begitu hasil pemeriksaan labor keluar, Mama kembali ke dokter tersebut membawa hasilnya.

dr. D menyatakan kalau Mama dalam kondisi sehat melihat dari hasil labor dan hanya meresepkan Mama dengan obat-obatan untuk penyakit asam lambung yang sudah beberapa tahun diderita Mama.

Aku sempat bertanya dengan keluhan Mama mengenai perutnya yang sedikit keras, namun respon dokter tersebut hanya mengatakan kalau limfa Mama bengkak, namun tidak berbahaya.

dr. D Pun mengatakan "Ibu udah sembuh, ngga perlu berobat lagi."

Pada saat itu kami pulang dengan perasaan lega.

Tapi, ternyata tidak sampai di situ.

Gejala perut terasa penuh yang dialami Mama tidak kunjung sembuh, dan kami  kembali ke dr. D. Malah ketika melihat kedatangan Mama, dokter tersebut berceletuk, "Lho, masih berobat juga, Bu?" 

(Rentang waktu dari kami berobat ke dr. D yaitu dari Mei 2021 - Oktober 2021).

Melihat tidak ada perubahan, aku dan Papa sepakat untuk membawa Mama ke dokter penyakit dalam lainnya yang ada di Pekanbaru, yaitu dr. Andi.

Berbeda dengan dr. D yang selalu tampak buru-buru tiap kali memeriksa Mama, dengan dr. Andi kami menghabiskan sekitar 30 menit berkonsultasi.

Saat itu lah dr. Andi menyuruh Mama melakukan pemeriksaan darah, urin, USG, hingga CT Scan. Baru lah ketahuan kalau di perut Mama sudah ada tumor yang berukuran cukup besar telah bercokol di sana.

Namun, kami sekeluarga saat itu masih mencoba untuk berpikir positif dan menganggap kalau Mama dapat sembuh dengan mudah.

dr. Andi memberikan rujukan agar Mama berobat ke dokter ahli bedah digestive, yang ada di Rumah Sakit Awal Bros.

Ketika bertemu dengan dokter ahli bedah bernama dr. Suindra, beliau menyarankan agar Mama menjalani operasi biopsi, karena tumor di perut Mama sudah terlalu besar dan menempel dengan organ dalam perut lainnya hingga sulit untuk diangkat.

Beberapa minggu berlalu dan jadwal biopsi Mama pun tiba.

Jujur aku merasa cukup takut dan kasihan, karena aku tahu Mama sangat ketakutan dengan yang namanya operasi bedah.

Mama memintaku untuk menemaninya diantar hingga ke kamar operasi.

Di sana aku bertemu dengan dokter anastesi yang menjelaskan tindakan operasi yang akan dijalani Mama dan, dokter tersebut memintaku untuk menandatangani beberapa berkas.

Mama pun didorong masuk, lalu seorang perawat menghampiriku dan mengatakan kalau aku dan keluarga dapat menunggu di kamar rawat.

Tiga jam berselang, seorang perawat datang ke kamar dan mengabari kalau operasi Mama telah selesai dilakukan dan salah satu anggota keluarga diperbolehkan untuk menjemput Mama ke ruang operasi.

Tentu saja aku sebagai anak sulung langsung mengajukan diri, Papa dan adik perempuanku, Inara, menunggu di dekat lorong ruang operasi.

Sesampai di ruang operasi, Mama didorong keluar dari ruang tersebut. Wajah Mama saat itu tampak pucat dan tanpa ekspresi, dan ketika aku mencoba mengajak berbicara, Mama tidak merespon sama sekali. Beberapa saat kemudian baru aku sadari kalau itu adalah efek dari operasi.

Mama dirawat inap selama 3 hari hingga akhirnya diizinkan pulang.

TBC...


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 22, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Fighting MamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang