Mengetahui sesuatu terjadi adalah satu hal, menyiapkan diri menghadapi yang terjadi adalah hal lain.
Setiap kali Yeorin menaikkan tatapan dan memergoki Jimin memperhatikannya sambil merenung, dia harus memalingkan wajah untuk menyembunyikan rasa sakit yang berpilin dalam dirinya. Yeorin tahu Jimin menyesali lamaran pernikahannya, tapi harga diri tidak mengizinkan Jimin menjilat ludah sendiri.
Mungkin Jimin takkan pernah meminta dibebaskan dari pertunangan mereka; Yeorin yang harus mengambil keputusan kejam itu. Firasatnya mengatakan Jimin belum siap mengakui selama ini dia keliru, jadi Yeorin tidak mencoba melakukan tindakan apa pun untuk memutuskan pertunangan mereka sekarang. Ketika waktu yang tepat tiba Yeorin akan tahu, dan dia berencana membebaskan Jimin.
Tahun Baru berlalu dan, seperti rencana Jimin, pria itu mulai bekerja penuh waktu. Yeorin tahu Jimin selalu ingin keluar rumah, dan pria itu mulai membawa pulang koper penuh berkas. Yeorin bertanya dalam hati apakah Jimin membawa pulang pekerjaannya supaya memiliki alasan mengurung diri di ruang kerja dan melarikan diri dari keharusan menemani Yeorin.
Setelah itu Jimin memberitahu bahwa Jongkuk menerima usulannya bersenang-senang menikmati liburan selama sebulan, dan Yeorin merasa bersalah. Jimin benar-benar tertimbun pekerjaan tanpa Jongkuk yang membantunya mengurangi beban pekerjaan.
Pada suatu malam Jimin masuk kamar setelah lewat tengah malam dan mengerang letih sambil merilekskan tubuh. Yeorin berbalik dan memegang pipi Jimin, jemarinya menyusuri kulit pria itu dan merasakan janggut Jimin menusuk dagingnya.
“Apakah kau butuh pijatan supaya rileks?” tanya Yeorin pelan.
“Apakah kau tidak keberatan?” Jimin mengembuskan napas. “Leher dan bahuku mengalami ketegangan permanen karena terus membungkuk di meja. Astaga, tidak heran rumah tangga Hyejin dan Jongkukie bermasalah. Jongkuk mengalami ini selama dua tahun dan itu sudah cukup membuat orang jadi sinting.”
Jimin berguling hingga telungkup. Yeorin menarik gaun tidurnya hingga paha, duduk di punggung Jimin dan membungkuk untuk melakukan keajaiban mengurai otot Jimin yang kaku. Ketika jemarinya menghunjam dan meremas daging Jimin, pria itu mengeluarkan suara kesakitan yang teredam, setelah itu mengembuskan napas nikmat saat ketegangannya berangsur berkurang.
“Apakah kau pernah bertemu Hyejin akhir-akhir ini?” tanya Jimin.
Gerakan jemari Yeorin terhenti sesaat, lalu kembali bekerja.
“Tidak,” sahutnya. “Hyejin bahkan tidak menelepon. Apakah kau sudah berbicara dengannya?”
“Belum, sejak terakhir dia makan malam di sini dan memberitahu kita bahwa dia dan Jongkuk akan berpisah. Kurasa aku akan meneleponnya besok. Ah, itu rasanya enak. Ya, di situ. Aku merasa seperti habis dipukuli.”
Yeorin menyusurkan buku jemarinya naik-turun di tulang punggung Jimin, mencurahkan perhatian lebih khusus ke titik yang menurut arahan Jimin membutuhkan pijatan ekstra. Jimin mengeluarkan gerutuan pelan tiap kali Yeorin menyentuh area yang lembut, dan Yeorin mulai tertawa.
“Suaramu seperti babi,” katanya bercanda.
“Siapa peduli? Aku menikmatinya. Aku merindukan pijatanmu. Beberapa kali aku sempat ingin meneleponmu dan memintamu datang ke kantor untuk memijatku, tapi sepertinya itu bukan tindakan cerdas pada hari sibuk.”
“Mengapa tidak?” tanya Yeorin masam, sedikit kesal karena Jimin menganggapnya tukang pijat keliling, dan lebih kesal lagi karena Jimin tidak mewujudkan gagasannya.
Jimin tertawa dan berguling, dengan terampil mempertahankan tubuhnya tetap di antara kaki Dione.
“Karena,” gumam Jimin, “ini selalu terjadi kepadaku selama kau memijatku. Kuberitahu kau, aku berusaha setengah mati agar kau tidak menyadari apa yang terjadi ketika kau berpikir aku impoten, dan dengan manisnya berusaha membangkitkan gairahku untuk membuktikan aku tidak impoten.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Lie To Me
Romance(Completed) Kecelakaan mengerikan membuat Han Jimin lumpuh, dan kehilangan semangat hidup. Ia pesimis akan pulih kembali dan menolak semua bentuk terapi yang disarankan. Sebagai terapis andal, Kim Yeorin yang ditawari pekerjaan untuk membantu memul...