01 ; bisa gila

820 123 7
                                    

    Pagi itu Marissa masuk telat, dia sih enggak mendapat hukuman sebab pakai jalur orang dalam. Siapa lagi kalau bukan Desta—cowok yang hobi sekali marah-marah, seakan cowok itu stok kesabarannya selalu sold out karena acara flash sale shop*ee 12.12, Marissa pun mulai berjalan pelan mengekori langkah kaki lebar milik Desta.

"Santai kali jalannya, cepet-cepet amat kayak mau minang anak orang." Ujar Marissa sedikit bersungut.

"Santai?" Desta berhenti sejenak, menoleh dan menatap tajam teman perempuannya itu. Bersidekap depan dada, "siapa yang bikin gue ikutan telat masuk kelas?"

Marissa cemberut, "bapak gue," Desta memutar bola matanya, merasa tidak ada gunanya mendebat temannya ini. Yang ada capek sendiri. Kemudian matanya tanpa sengaja menangkap seorang perempuan paruh baya dari arah jauh sana, sedang berjalan pelan sambil mengamati sekeliling nya. Di tangannya ada sebuah kayu rotan tipis panjang, Desta yang melihat itu meringis sendiri.

"Ayo buruan, Nur udah keliling!"

"Hah? Nur yang film itu bukan sih? Yang spin-off nya The Conjuring ?" Kata Marissa, masih dengan cengengesan. Sumpah sih, kalau Desta tidak ingat jenis kelamin perempuan itu, ia sudah kasih bogem ke mulutnya. Bikin kesel aja, udah tahu kalau Desta ini anti sabar-sabar club.

"Itu Nun, anjeng! Lo jangan bikin gue jorokin lo dari atas sini ya!"

Marissa cemberut lagi, lalu ia hanya pasrah saat Desta menariknya sembari berlari cepat, tidak lupa keahlian cowok itu dalam jurusan mengendap-endap. Bahkan Nur—guru Bk killer—yang terkenal dengan mata setajam elang bisa cowok itu kelabuhi.

Hm, Marissa yakin pasti kalau Desta nanti udah gede bakalan jadi maling. Soalnya kan jago tuh mengendap-endap.

"Desta ... psst ..."

"Apaan?"

"Lo kalau udah gede jadi maling ya?"

Marissa kan bermaksut menyuarakan isi hatinya, kok ini Desta malahan menatapnya berang? Huh, emang salah ya kalau Marissa mengatakan jujur isi hatinya yang terus berdengung. Desta memposisikan tangan disamping kepala Marissa, belum sempat menyentuh tapi tangan-tangan Desta seakan ingin mencakar dan mencabik-cabik Marissa yang nyengir. Yang diberi cengiran malahan menahan sumpah serapahnya dari mulut.

"Diem lo! Gue teriak ke Nur kalau lo telat, lo mau?!"

"Kan ada lo, kalau gue dihukum ya pasti barengan sama lo, hehehe."

Desta menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya pelan, ia kembali meneruskan jalannya dan meyakinkan diri agar tidak menghimbau ocehan tidak berfaedah Marissa. Perlahan tapi pasti, mereka sampai kelas dan Marissa yang menyadari telah menginjak kaki dalam kelas menghirup udara banyak-banyak, dengan senyum lebar dan tangan terlentang. Udah macam bintang iklan Adem sa*ri.

"Oh my kelas ... I am welcome kembali," Kontan Marissa langsung dapat tatapan aneh dari teman-temannya. Teman-temannya sebagian pun hanya menghela nafas kasar, hafal betul kelakuan Marissa padahal baru satu semester mereka satu kelas. Emang Marissa ini, agak prik ya dick-adick.

Sesaat sebelum Marissa sempat mendudukkan dirinya di bangku tepat samping Desta, salah seorang temannya menghentikkan pergerakannya, "Mar—" belum sempat melanjutkan, Marissa memotong dengan wajah protesnya.

"Mar Mur Mar Mur, singkatin jadi 'sa' gitu kek! Ini Mar. Lo kira Marimar?" Marissa menukas sengak.

"Iya-iya, Sa. Ini tadi ada yang nitipin uang kembalian seribu, Sa."

"Siapa?" Marissa mengambil uang itu dari tangan temannya, dan memperhatikan uang seribu itu. Mengingat-ingat, kapan ia bayar tapi dapat kembalian.

"Dari si Most Wanted."

laundry's love | jaelisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang