BAB 2

155 10 0
                                    

Suara langkah kaki terdengar begitu merdu bersamaan dengan semilir angin yang menari-nari menuju nirwana. Tanah yang sedikit basah akibat hujan tadi, tidak mengurungkan niat pria itu untuk melangkah menuju gundukan tanah lembab. Pria itu berlutut di samping makam, lalu menaruh buket bunga yang berisi bunga Myosotis dengan warna bunga yang relatif lembut seperti pink, putih, dan biru.

Tarikan di sudut bibir pria itu terasa getir, ini sudah tahun keenam ia kehilangan dunianya. "Forget me not." Mahen Yundawa.

Sudah duapuluh lima menit mata cokelat dari gadis berambut panjang itu menatap ombak yang sedang melampiaskan kemarahannya pada laut. Mungkin, ombak tersebut sudah lama menahan diri. Terasa dahsyat.

"Tera?" Lelaki itu tersenyum, sambil menghampiri Lentera yang berdiri di depan jendela besar itu. "Kamu sangat menyukai lautan dari dulu yah?" kekehnya, tak lupa memasangkan mantel pada kekasihnya.

"Mahen...," gumam Tera, menepuk-nepuk tangan Mahen yang berada di perutnya. "Dia juga menyukai laut."

Mahen tersenyum. Lalu mengelus pelan perut rata gadis itu. "Kamu sudah memberitahu Keluarga Velet?"

Tera langsung berbalik menatap Mahen yang bersandar di bahunya. Gadis itu tersenyum tipis. "Untuk apa?"

"Mereka harus tau, bahwa Lentera-nya sudah berganti pemilik."

"Mereka sudah membuangku, Mahen. Menyingkirlah," ujar Tera, melepaskan tangan Mahen dari perutnya.

"Apakah kamu ingin kembali pada mereka?"

Lentera berbalik, menatap Mahen dengan pandangan tajam. "Apa maksud Mahen? Aku sudah merelakan semuanya demi kita. Kenapa kamu menyuruhku pergi? Kamu mengusirku?" getaran dari suara Tera terdengar begitu jelas.

"Bukan begitu maksudku, Tera. Hanya saja...."

Sebelum Mahen kembali mengeluarkan pembelaan, Tera langsung memotong, "Sudahlah, Mahen. Aku lelah. Bisakah kau membiarkanku dan dia beristirahat?"

"Silakan. Aku akan menyusul nanti."

"Tidak perlu menyusul."

Mahen refleks mengangkat salah satu sudut bibirnya, sering kali ia merasa bersalah pada Lentera karena membuat gadis itu menjauh dari Keluarganya. "Kapan permusuhan mereka selesai?" Permusuhan dari Blok Selatan dan Utara sungguh menyulitkannya selama ini.

****

Dua orang lelaki ganteng sedang melakukan semedi untuk memulihkan cakra kegantengan mereka. Yang satu sibuk melenturkan otot-otot wajahnya dan yang satu sedang merenungi jalan ninja eh jalan kehidupannya.

"Aduhh... Anjeer itu si Mel-mel gegara dia muka gue udah nggak ganteng lagi," gerutunya sambil mengobati bekas lukanya dengan es batu. Tadi dia hanya menyelamatkan Jecky dari amukan sang bendahara kelas tapi apa? Dia yang diamuk memakai sapu ijuk.

Sedangkan sang pembuat masalahnya hanya menahan tawanya.

"Gue nggak ngerti deh, si Melly punya dendam kusumat apa sama lo, Je!" gerutunya, lagi.

Cklekk...

Seorang lelaki berperawakan tinggi dan almameter OSIS-nya berjalan masuk ke dalam roftoop. Kemudian mendudukkan dirinya di dekat Awal.

"Beberapa bulan terakhir ini lo bolak-balik ke Bandung?"

Awal cuma berdecak seakan tidak ada minat untuk menjawab pertanyaan maknae Empat Ganteng itu. "Dicoba tak mengapa!"

"Tapi lo udah nyoba ini udah ribuan kali, Wal!" Kini suara rendah Kevin sedikit ditekan.

"Salahin ajah tuh Direktur Le! Gue kan, cuma minta supaya dia mau batalin pertunangan gue sama Yayu'! Lah... Dia ngeyel," curhat lelaki itu dengan nada menggebu-gebu. Untung saja Jecky tadi sudah keluar karena mendapatkan panggilan alam.

"Lo yang ngeyel!" cibir Kevin sambil menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa. "Lo beneran mau menyerahkan tunangan lo sama sahabat lo sendiri?" tanya Kevin, pelan.

Awal mengangguk. "Zero lebih membutuhkan dukungan dari Keluarga Velet." Karena Ayu udah terlalu benci sama Blok Selatan.

"Bener kata Rendi, lo terlalu baik!" gumam Kevin sambil menatap ke langit di mana awan-awan sedang bergerak dengan sendirinya.

"Dan childish!"

FATED: MAYBE, IN ANOTHER LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang