Bab 2

3.3K 408 19
                                    

Semua berawal dari kejadian beberapa bulan lalu ... Hinata yang penuh keyakinan jika cintanya akan terbalas harus menelan pahitnya kenyataan saat sekali lagi, untuk keseribu kalinya Naruto menyatakan cinta pada Sakura di depan para Nakama.

Malam itu sebenarnya sempurna; langit cerah bertabur bintang yang mengelilingi bulan, serta atmosfir kemenangan yang masih bisa dirasakan olah para penduduk Konoha, termasuk para Nakama yang berkumpul di kedai ramen milik Paman Teuchi, mereka bersantai setelah selesai bekerja keras dalam perang dan membantu pembangunan ulang Desa Konoha.

Beberapa meja disewa untuk kemudian dijadikan satu, makanan dan minuman lezat pun telah tersaji di atas meja tersebut. Suara tawa saling menggoda, bergurau terdengar riuh di dalam kedai. Hinata duduk diapit oleh Tenten dan Kiba, sedangkan Naruto yang diapit oleh Sakura dan Shikamaru menempati kursi tepat di depannya. Hanya duduk berhadapan dengan Naruto saja sudah membuat Hinata merasa milyaran kupu-kupu menggelitik perutnya. Rona alami di wajahnya tidak hilang sejak saat Naruto datang. Kiba yang menyadari pun tidak henti menggoda dan mencoba untuk memberi sinyal pada Naruto yang hanya menanggapinya dengan biasa.

Sering Hinata mencuri pandang pada Naruto yang belum juga melihat ke arahnya, hingga ada harapan tercipta di sela suara dentingan sumpit yang beradu dengan mangkuk, jika Naruto masih mengingat pernyataan cintanya kala ia membantu pahlawan desa itu melawan Pein. 

Hinata menggigit bibir bagian dalamnya demi menekan debaran jantungnya yang semakin kencang.

Lalu semua asa itu sirna, saat Sakura berkata ia akan melupakan Sasuke dan memulai hidup baru.

"Mulai sekarang aku tidak akan mengejar Sasuke-kun lagi!"

Semua mata melihat ke arahnya. 

"Aku sudah lelah berjuang sendirian, sekarang waktunya aku mulai memikirkan diriku sendiri."

Gadis itu mengangkat gelas minumannya ke udara.

"Bagus!" dan mereka semua pun bersulang.

Hinata masih mengintip wajah tampan Naruto dari balik gelas yang sedang menyentuh mulutnya saat kemudian pria itu berdiri menggeser kursi yang ia duduki dan berlutut menghadap ke arah Sakura yang masih menempati kursinya. 

Apa yang Naruto lakukan membuat semua orang yang berada di sana tercengang.

"Na-Naruto-kun, a-apa yang kau lakukan?" tanya Sakura terbata.

Wajah serius Naruto yang jelas terbaca membuat baik Sakura pun yang lainnya menahan napas.

"Sakura, aku ingin menikah denganmu."

Saat itu Hinata hanya tahu akan satu hal, jika langit tidak selamanya cerah, akan selalu ada waktu di mana mendung menyelimuti. Begitupun dengan kenyataan yang tidak selalu sesuai dengan harapan. Meski menyakitkan dan membuat luka menganga dalam hatinya, Hinata berhasil menahan air mata di sana.

Apalagi saat Sakura menerima perasaan Naruto yang sudah bertahun kepadanya.

Harusnya Hinata sadar jika sejak awal ia hanya terkurung dalam ruang dan waktu yang berisi cintanya sendiri. Memang sejak dulu tidak pernah ada dirinya di antara Naruto dan Sakura. Ya, ia pun harusnya sadar jika Haruno Sakura-lah yang selama ini selalu Naruto sebut dalam cintanya. Tidak pernah ada Hyuuga Hinata.

Baik Naruto pun Sakura seperti tidak menyadari jika secara tidak langsung mereka telah membuat satu hati hancur menjadi serpihan yang membutuhkan waktu lama untuk meyatukannya.

Hinata hanya bisa merasakan tubuhnya kaku. Sesaat bahkan ia lupa bagaimana caranya untuk bernapas. Hingga Kiba dan Tenten mengajaknya untuk meninggalkan kedai itu lebih dulu, diiringi dengan tatapan iba dari beberapa rekan mereka yang peka.

"Kau tidak apa-apa?"

Mereka telah sampai di depan gerbang komplek perumahan Klan Hyuuga. Hinata menatap nanar pada Kiba dan Tenten yang melihatnya dengan cemas, lalu menggeleng pelan. Susah payah ia menarik kedua sudut bibirnya untuk membentuk sebuah senyuman. Namun ia tidak lagi bisa membendung air mata yang lantas keluar, mengalir dikedua pipinya.

"Hinata.."

"Ah ya, a-aku baik-baik saja." ucapnya sembari menyeka air mata dengan susah payah. "K-kalian tenang saja!" Hinata tidak berhasil menghapus jejak air mata tersebut, hingga membuat Tenten mengulurkan jemari tangan untuk membantunya.

"Kau adalah gadis yang kuat! aku tahu itu."

Kiba menepuk puncak kepalanya lembut.

"Aku yakin kau bisa melewati ini semua."

Hinata baru beberapa minggu lalu berhenti menangisi kematian Neji, setelah Ia ingat ada harapan lain yang mungkin dapat membuatnya melanjutkan hidup dengan mudah. 

Harapannya, perasaan cintanya yang selama ini hanya untuk satu orang saja. Sejak dulu, hingga sekarang ia dewasa.

"Kau ingin kami tetap bersamamu malam ini?"

Hinata menggeleng, meraih jemari Tenten yang masih menangkup wajahnya, meremasnya pelan seakan meminta sedikit kekuatan agar mampu menerima semua luka bertimpa yang hatinya derita. Ya, meskipun hal tersulit di dunia adalah memperbaiki hati yang tidak engkau hancurkan sendiri, namun ia akan berusaha semampunya.

"Arigatou."

Tenten memeluk Hinata seraya membisikkan kata-kata penguat untuknya, "Naruto-kun tidak pantas untukmu!"

.

.

.

-tbc-thankiss :*

UnintendedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang