Selamat membaca..
***
Hai Kak Langit, kamu apa kabar? Sudah lama tak berjumpa sejak kamu pergi ah tidak tepatnya aku yang menghindari mu. Mohon maafkan aku, bukan aku yang mau seperti itu. Keadaanlah yang memaksaku menyakitimu.
Semoga luka yang ku torehkan secepatnya memulih ya :)) dan semoga kita bertemu setelah semua luka kita sama-sama terobati.Dariku, Cantika Bulan.
Untuk, Langit Dirgantara.Gadis itu menutup note book miliknya yang berwarna merah jambu. Bibirnya tersenyum namun tersirat luka didalamnya.
"Bulan!"
"Kenapa Jingga?"
Jingga, sahabatnya Bulan sejak mereka menginjakan kaki di SMA Angkasa. Mereka berteman baik hingga saat ini. Jingga tahu antara Bulan dan Langit.
"Kamu harus tahu ini," ucap Jingga dengan napas yang tersenggal-senggal.
"Duduk dulu deh Ga," ucap Bulan dengan tenang. Bulan memang agak sedikit pendiam dan tidak cerewet. Bertolak belakang sekali dengan Jingga yang kelewat cerewet dan terlalu aktif.
"Aduh capek banget, huhh.."
Bulan menatap Jingga kasian, "Kamu lari berapa meter sih?"
"Gue lari dari gerbang sekolah, jangan.. Nanya lagih.. Gue masih capek," balas Jingga.
Bulan terkekeh melihat wajah Jingga yang memerah, ia malah mengeluarkan ponselnya dan membuka kamera lalu menggesernya menjadi video.
Bulan mengarahkan ponselnya ke wajah Jingga, "Hai Jingga, dia Jingga temen aku yang selalu ada, hari ini dia abis lari dari gerbang entah apa yang membuatnya lari dari sana. Mungkin mau ngelangsingin perutnya, iya enggak mbak Jingga?"
Wajah Jingga sejak di video sudah merengut sebal. "Lo mah gue udah langsing ya," ucap Jingga tak terima.
"Iya deh yang langsing kayak panda."
"Bulan please deh."
"Iya deh, kamu Jingga paling cantik seangkasa."
Jingga berdecak dan langsung merampas ponsel Bulan. "Hai guys ! Ini yang punya ponselnya nih!" ucap Jingga dilanjut dengan tertawa terbahak-bahak. Sedangkan Bulan sudah menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Ia benar-benar pemalu, tak berani berekspresi didepan kamera.
Padahal Bulan termasuk gadis yang cantik di SMA Angkasa. Sayangnya wajah cantiknya tak pernah dipertontonkan.
"Udah ah Jingga."
"Lo yang mulai ya Lan," ucap Jingga sambil mematikan videonya.
"Iya aku minta maaf."
"Gue maafin deh."
***
"Cantika izin main kerumah Jingga ya Bun, boleh kan?"
"Jangan sampai malam ya sayang, soalnya nanti Bunda gak bisa jemput. Bunda lembur hari ini," ucap Bunda Tasya-- Bunda kandung Bulan.
"Iya Bun, Bunda jangan kecapean ya, jangan lupa makan lho," ucap Bulan menatap Bunda-nya yang sedang fokus dengan laptopnya.
Bunda Tasya menghentikan jemarinya dan menglihkan pandangannya kepada putri semata wayangnya, "Maafin Bunda ya sayang, Bunda belum bisa nyempetin waktu buat putri cantik Bunda, Cantika juga jangan lupa makan, kamu penguat Bunda." Bunda Tasya mengecup dahi putrinya dengan penuh cinta.
"Gak papa Bunda, maafin Cantika belum bisa bantu Bunda. Cantika janji, akan belajar yang rajin biar sukses dan gantiin Bunda, biar Bunda yang istirahat nanti."
Bunda Tasya tersenyum bahagia, tak terasa buliran air matanya turun. Bulan yang melihat itu langsung mengusap kedua pipi Bunda Tasya. "Jangan nangis Bunda, Cantika akan terus disisi Bunda, selamanya."
"Udah ah, katanya mau kerumah Jingga," ucap Bunda dengan kekehan pelan.
"Iya Bunda, kalo gitu Cantika berangkat ya Bun, semangat Bunda!"
***
"Nama lo siapa?" gadis yang sedang membaca buku diperpustakaan itu mengangkat kepalanya.
"Aku kak?" gadis itu menunjuk dirinya lantas membenarkan kacamata yang bertengger dihidung mungil yang pas di wajahnya.
Gadis itu tahu yang bertanya padanya adalah Kakak kelasnya. "Gak ada orang lain selain lo disini."
Gadis itu mengedarkan pandangannya dan ternyata memang hanya ada dirinya dan Kakak kelasnya itu. "Cantika Bulan," jawab gadis itu menyebutkan namanya.
Lelaki dihadapannya menyodorkan tangannya kepada Bulan, sedangkan ia ragu karena ia jarang sekali berjabat tangan dengan orang asing. "Langit Dirgantara," jawab Langit setelah Bulan menerima uluran tangannya.
Tanpa mengucapkan apapun, Langit langsung pergi meninggalkan Bulan yang masih bingung atas tindakan Kakak kelasnya itu.
Dimulai hari itu, Bulan dan Langit selalu bertemu.
Perjalanan mereka berdua banyak menimbulkan luka, untuk Bulan maupun Langit. Bukan takdir yang jahat, hanya saja takdir baik tak selalu memihak pada mereka.
***
"Kak, tolong sekali lagi.. Jangan buat aku nyesel udah berjalan sejauh ini. Aku percaya sama Kak Langit," ucap Bulan.
"Aku gak pernah janji sama kamu Bulan, aku akan membuktikannya. Pegang ucapanku," ucap Langit.
***
"Kita mungkin bukan takdir. Kita hanya disatukan oleh waktu dan dipisahkan oleh waktu pula, oleh karena itu tolong jangan saling membenci. Kita tetap saling menyayangi sampai kapan pun, Bulan dan Langit takkan pernah bisa lepas. Sampai Tuhan yang berkata pisah untuk kita." ~ untuk Langit.
***
To be continue.
Jika berkenan jangan lupa vote dan beri kritik dan sarannya yaa.
Thank u:3
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Langit
Teen Fiction[SILAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Bukan tanpa sebab aku menjauhimu Aku hanya takut jika aku menaruh cinta padamu, hati ini tak sanggup menerima kenyataan pahitku. Ku mohon kamu mengerti posisiku. Bukan hanya kamu yang tersakiti namun akupun merasakan...