BAB II | DENYING FEELINGS

95 11 0
                                    


Kushina memejamkan matanya untuk menenangkan diri sekaligus mengambil kendali atas emosinya. Ia harus bersikap profesional apapun yang terjadi sekalipun sedang dirundung bencana, atau dalam hal ini mantan kekasih yang tiba-tiba muncul seperti hantu yang sengaja menguji mentalnya.

Agaknya tak hanya Kushina yang merasa harus mengendalikan diri.

Kushina mendongak dengan wajah datarnya dan mendapati paras tampan pria di hadapannya yang menunjukkan raut penyesalan teramat dalam yang bisa dengan mudah ditangkap Kushina. Shizune mungkin tidak menyadari dan hanya menganggap air muka pria bersurai pirang itu sebagai kekhawatiran pada pasien semata.

Kushina lantas berdehem pelan. Ia bisa menguasai dirinya sendiri. Sepuluh tahun menjadi dokter membuatnya lihai dalam mengendalikan emosi. Ia sudah terlampau banyak melihat berbagai macam kesedihan dan keputusasaan. Dan ia takkan membiarkan pria hantu di hadapannya memecahkan rekornya. Tidak boleh.

"Aku Kushina Uzumaki, dokter yang bertanggung jawab atas pasien ini. Sebelum itu, apa hubungan anda dengan pasien karena saya rasa anda pasti bukan ayahnya," Kushina membuka pembicaraan.

Minato menatap Kushina canggung, "Dia teman yang tinggal serumah denganku. Dia tidak memiliki keluarga jadi secara praktis aku wali satu-satunya."

"Baiklah. Aku akan menjelaskan kondisi pasien. Kuharap anda mendengarkan dan meperhatikan baik-baik," Kushina bahkan sudah berhasil membuat suaranya terdengar seperti biasa. meberitahukan hal-hal penting tentang kondisi pasien yang tidak mengalami masalah besar namun masih perlu dilakukan perawatan hingga kondisinya pulih.

"Aku mengerti." Suara tenang dan dalam milik Minato membuat Kushina tertegun. Itu adalah suara menenagkan yang sangat ia rindukan. Namun ia terus menahan diri agar tidak hanyut dalam perasaannya sendiri. Ia tidak mengizinkan dirinya demikian.

"Apa ada yang ingin anda tanyakan?" Kushina mengembalikan layar komputernya kembali ke arahnya setelah menjelaskan pada Minato. Pria itu tak menjawab pertanyaan Kushina dan ia menganggap itu sebagai tak ada lagi pertanyaan.

"Kalau begitu—"

"Aku minta maaf ..." ucapan maaf dari mulut Minato Namikaze itu sekonyong-konyong membuat dada Kushina seperti ditekan-tekan hingga membuatnya kekurangan asupan oksigen.

"Ada alasan mengapa aku harus ... tapi aku tidak bisa memberitahumu, Kushina." Ucapan Minato selanjutnya berhasil membuat Kushina mengepalkan kedua tangannya yang berada di atas meja dengan erat sampai ia bisa merasakan kuku-kuku jarinya mengikis telapak tangannya. Kushina menarik napas pendek lalu menatap Minato dengan tatapan yang sangat tegas.

Mengetahui lawan bicaranya menatapnya dengan intens, Minato tak bisa mengabaikannya. Pria itu tampaknya juga memendam kerinduan yang sama dan memilih menatap manik violet yang kini berkilat sarat akan kemarahan. Bukan lagi mata violet yang menatapnya dengan penuh kasih sayang.

Namun ia bisa melihat setitik kesedihan di dalam sana. Kesedihan yang terukir dalam karena kesalahan Minato Namikaze.

"Aku tidak merasa perlu memikirkan hal itu sekarang, Tuan Namikaze. Lagipula sudah tak ada apapun yang perlu dibahas lagi di antara kita."

Minato membeku mendengar ucapan Kushina yang dingin. Ia tak mampu membalas ucapan Kushina dan memilih membiarkan wanitanya—ralat. Dokter di hadapannya mengatakan apa yang ingin ia katakan.

"Aku sudah merelakan semuanya."

Apa yang bisa telinga Minato tangkap adalah—singkatnya, wanita itu sudah melupakannya dan menganggap semuanya telah berakhir.

RED [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang