Sering kali kita melihat kehidupan di luar sana berjalan beriringan dengan cahaya dan kegelapan, jika diibaratkan sebagai manusia, mungkin mereka melangkah dengan bergandeng tangan
Tangis yang turun akan selalu diganti dengan satu senyum. Satu luka yang tergores pasti akan di tutup oleh perban kebahagiaan, begitu seterusnya
Biru menatap sekeliling, hanya kelabu yang ia lihat. Di kanan dan kiri begitu banyak sosok sepertinya, tidak ada yang bisa biru ingat dari wajah-wajah itu selain senyum tipis
Pipi mereka memiliki jejak, tanda bulir kristal pernah jatuh di sana. Tentu, mereka pasti pernah merasa sedih, mereka pasti menangis dan jejak air mata masih berada di sana walau samar. namun setidaknya bibir mereka terangkat kan?
Mengapa milik biru tidak?
Biru pandangi cermin dalam genggaman.
Kedua pipinya pun memiliki jejak air mata Yang sama, namun milik biru mengerak tebal, jauh lebih tebal. Memang benar, air mata memang sering jatuh di sana, jumlahnya banyak dan biasanya tanpa henti. Biru mengingat-ingat adakah satu saja kejadian yang membuat bibirnya tertarik naik
Sayangnya Tidak ada. Biru tidak memiliki itu, bagaimana mereka mendapatkannya? Biru juga ingin merasakannya
Biru tercenung dengan bahu terkulai. kaca dalam genggaman menghilang bagai hembusan angin malam yang menusuk kulit
Lagi, pandangannya berkeliling. Tidak ada sesuatu yang spesial, ia seperti berada di dimensi lain yang aneh dan tak bisa dijelaskan dengan kata
Perlahan indranya mendengar sebuah alunan. Lirih nadanya dengan melodi menenangkan
Biru tersadar, sesuatu terselip diantara tangannya. sebuah tangan hitam dengan kuku panjang, tentu saja biru terkejut, namun ia sadar semua manusia diselipi oleh telapak hitam itu
Biru mengamati tiap-tiap tangan manusia di sekitarnya. Genggaman itu di tepis, mereka menari seorang diri dengan senyum di wajahnya, abaikan telapak hitam aneh yang tak biru ketahui asalnya
Mereka -manusia- itu semua menari. Kelopak mereka terpejam namun bibirnya mengukir senyum walau tipis. Tubuh mereka bergerak lemah ikuti melodi, mereka berdansa dengan cahaya yang tak mampu biru lihat
Lalu bagaimana dengan biru sendiri?
Lagi, biru tercenung. Hidupnya tidak beriringan dengan cahaya, justru kegagalan, perpisahan dan pengkhianatan adalah teman setianya saat itu—biru baru ingat. rasanya seperti ada cuplikan memori hitam di kepala, berpendar seperti kunang-kunang dengan api, berusaha membakar cuplikan tak menyenangkan itu
Telapak hitam dalam genggaman mengerat, sosok itu minta kepastian. Biru bingung ...
Bukankah tuhan selalu memberi kebahagiaan di tiap tangisan hambanya? Lalu dimana milik biru?
Biru selalu mencari. Ia jatuh berkali-kali, hancur ribuan kali, biru bertahan namun selalu di patahkan. Harapannya yang dulu seperti cahaya purnama, bersinar terang dan besar kini meredup hilang dilahap pusara kesedihan
Jejak air mata yang mengerak tebal di kedua pipi seolah menjadi bukti bagaimana kisahnya dahulu berjalan
Biru, apa yang akan kau pilih? Genggaman itu bergerak minta kepastian lagi
Kepalanya menoleh. Biru pandangi mereka-mereka yang menari. Alunan melodi terdengar penuh suka cita, tapi alunan itu bukan miliknya
Biru bulatkan tekad. Genggaman hitamnya berbalas
Saat biru menoleh ke samping, genggaman dengan telapak hitam berkuku panjang itu berpedar—muncul sosok lain— badannya tinggi menjulang, mungkin setinggi atap atau mungkin sekitar dua meter lebih
KAMU SEDANG MEMBACA
Pilu milik Biru
Fanfictiondi depan sana ada dua jalan pilihan untuk kita tempuh. kawan, jalan apa yang ingin kau tempuh? cahaya tidak selalu menyenangkan, tapi mungkin gelap jauh lebih memilukan Biru harus di buat bersabar pada kehidupan, bisakah ia bertahan?