DON'T LOOK BACK IN ANGER

418 63 6
                                    

CHAPTER 26
DON'T LOOK BACK IN ANGER


Kara kembali ke hotel tempat Emmy menginap pada pukul empat pagi. Emmy yang belum tertidur sepicing pun karena menunggu kepulangan Kara langsung melempar tubuh perempuan yang telah membuatnya khawatir itu dengan bantal saat melihat kemunculannya. Dua kali. Setelah itu dia segera menghambur memeluk Kara dengan erat.

Kara sudah akan melepas pelukan Emmy yang terlalu ketat. Namun saat dia mendengar isakan perempuan berambut pendek itu, Kara jadi berhenti bergerak dalam pelukan Emmy.

"Emmy, hey," panggil Kara. "Kenapa?"

Emmy melepas pelukannya dari tubuh Kara, lalu memukul bahunya hingga membuat perempuan itu mengaduh. "Kenapa, lo bilang? Lo udah bikin gue khawatir dan lo masih tanya kenapa?"

Kara menghela napas panjang, kemudian bergerak untuk menghapus air mata Emmy dengan ibu jari kirinya. "Iya, maaf. Tapi ini kan gue sudah di sini lagi sekarang. Sesuai janji."

"Tetap aja ya! Gue nggak suka!" omel Emmy.

"Meski gue bawa martabak?" tanya Kara sembari menyodorkan sekotak martabak manis yang tadi sempat dia beli bersama Delilah dan tertinggal di jok belakang mobilnya.

Walau sambil cemberut dan air mata yang masih menggenang di pelupuk matanya, Emmy meraih sekotak martabak itu dari tangan Kara. "Kok dingin? Satu kotak doang lagi," protesnya kemudian.

Meski begitu, Emmy mengambil sepotong martabak manis pisang keju itu dan memakannya juga. Hal itu membuat Kara tergelak serta tidak tahan untuk mengacak rambut perempuan di hadapannya.

"Lo ke mana aja sih?" tanya Emmy setelah menelan seluruh potongan martabaknya.

"Ke tempat Delilah," sahut Kara seraya mengempaskan tubuhnya ke atas kasur.

Jawaban Kara membuat Emmy tercengang. Dia letakkan kotak berisi martabak di tangannya ke atas nakas. Selanjutnya dia mengambil tempat untuk duduk di samping Kara yang tengah berbaring.

"Pagi-pagi buta? Buat ketemu cewek itu? Udah gesrek ya lo?" komentar Emmy.

"Siapa yang bilang kalau gue ketemu dia sih? Sok tau deh."

"Ya terus? Barusan kan lo bilang kalau lo ke tempat Delilah. Gimana sih?" Emmy tampak kebingungan.

Sambil berusaha menahan kantuknya, Kara berusaha menjelaskan maksud ucapannya pada Emmy.

Awalnya Kara hanya mengemudikan mobilnya menyusuri lengangnya jalanan ibu kota untuk menenangkan diri. Dia mengendarai mobilnya begitu saja tanpa haluan. Lalu tanpa disadarinya, perempuan itu justru membawa kendaraan beroda empatnya menuju lingkungan di mana Delilah tinggal.

Begitu tiba di depan rumah bercat biru yang kini sangat familier baginya, Kara menghentikan mobilnya di sana. Rumah itu sudah tampak gelap. Lampu ruang tamu terlihat sudah dimatikan. Yang masih menyala hanya lampu yang menerangi teras rumah satu lantai itu.

Kara sudah ingin menghubungi Delilah dan meminta gadis itu keluar. Siapa tahu dengan melihat sosoknya, segala keresahan hati Kara dapat mereda. Namun perempuan itu sadar, sudah terlalu larut sekarang. Dia tidak ingin mengganggu waktu istirahat gadis itu. Lagi pula, dia tidak membawa ponselnya. Kara meninggalkannya di hotel tempat Emmy menginap. Perempuan itu tidak ingin keluar dari mobilnya dan mengetuk pintu hanya untuk membangunkan penghuni seisi rumah. Tidak pantas. Jadi dia hanya berada di dalam di mobilnya yang berhenti di depan kediaman keluarga Delilah dalam waktu yang cukup lama.

Kara cuma terdiam dalam kendaraannya. Dipikirkannya usulan yang tadi sempat Emmy berikan padanya.

Apa iya dia harus menghubungi orang yang telah melahirkannya dan mengabulkan permintaannya untuk bertemu? Sementara orang itu sudah pernah membuang dan menelantarkannya begitu saja. Apa iya orang yang pernah melakukan hal seperti itu pada darah dagingnya sendiri pantas memperoleh kesempatan kedua?

WRAPPED AROUND YOUR FINGERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang